Prolog

100K 2.4K 22
                                    


Bagi Daud, nama Sumanagara di belakang namanya berarti sebuah kata kunci. Ya, kata kunci untuk memasuki semua pintu yang ia mau. Semenjak kecil dia sudah tahu hal itu, membuatnya merasa sebagai manusia paling beruntung di muka bumi. Meski ia tahu pasti masih banyak orang-orang sepertinya bertebaran di seluruh penjuru dunia. Tak masalah. Masing-masing orang tahu sama tahu untuk tidak melanggar batas. Tiap orang punya kerajaannya masing-masing. Daud merasa diberkahi selalu, jelas. Tapi hal tersebut tidak lantas menjadikan dirinya merasa sebagai yang terpenting atau ingin menjadi yang paling utama. Baginya bersusah-susah menegaskan diri sebagai superior hanya buang-buang energi. Daud lebih suka menikmati hidup, toh urusan superioritas telah terbangun dengan sendirinya.

Dia cukup jenius, melewati masa penggemblengannya selama dua tahun di London dengan gemilang. Berbekal hal itu, sudah cukup untuk membuat siapa saja di Jakarta memperhitungkan kehadirannya. Terlebih, nama Sumanagara yang melekat padanya. Pemberitaan media tidak lekat dengan keluarganya tapi orang-orang penting berpengaruh di dunia bisnis paham betul arti nama Sumanagara yang berujung pada aset properti tak terbatas dari ujung Sumatera sampai Sulawesi dan New Guinea. Boleh saja gedung-gedung mentereng memasang emblem nama-nama terkenal, tapi coba sesekali peduli atas tanah tempat gedung-gedung itu berada. Seringkali nama Sumanagara yang akan muncul dan itu akan membuat siapapun yang mau omong besar memilih bungkam. Daud tak mau ambil pusing dengan atribut yang melekat pada namanya, baik maupun buruk. Prinsipnya sangat sederhana, melakukan hal terbaik lalu menikmati hidup yang cuma satu kali.

"Ada rencana kembali ke London?"

Daud menelengkan sedikit saja kepalanya kemudian tersenyum tipis; "Tidak."sahutnya menjawab pertanyaan seorang perempuan cantik di depannya.

Perempuan itu menatapnya dengan senyum tertahan, membuatnya kelihatan seperti gadis remaja yang malu-malu tanpa sebab. Daud tersenyum geli,

"Aku sekarang bekerja di sini."

"Oh ya? Di mana?"

Daud mengernyit, melirik jenaka pada perempuan itu. Sebuah pertanyaan yang cukup bodoh mengingat ini adalah pesta penyambutan dirinya sekaligus pengumuman resmi mengenai dirinya yang akan duduk menjadi salah seorang Direktur di Perusahaan keluarganya.

Perempuan itu meringis dan berubah gugup, "Maaf. Aku--"

Daud tertawa, geli melihat perempuan yang biasa tampil percaya diri bisa salah tingkah di depannya. Adhalia Prasodjo, model muda go international yang sedang sekedar melepas penat di sela hiruk pikuk runway Paris dan New York.

"Tapi, ide sering berkunjung ke London sedang melintas di kepalaku sekarang." desis Daud.

Adhalia memandang Daud. Sorot matanya menyatakan keterkejutan yang tak pura-pura meski tubuhnya tetap berdiri elegan di depan Daud, tanpa reaksi.

"Mungkin juga sesekali muncul di Paris? Aku tidak keberatan bergabung di garis depan bersama teman-temanmu."

Sekarang wajah Adhalia memerah. Daud tersenyum lepas. Dia sangat tahu seberapa menawan dirinya sebagai seorang lelaki dewasa. Bukan masalah otot-otot terlatihnya atau paras sempurna hasil kerja tak tercela Yang Maha Esa, tapi auranya yang punya daya tarik hebat. Sejak belia Daud tahu pengaruh senyum dan tatapan matanya mematikan untuk setiap perempuan. Memang ada perempuan-perempuan yang sungguh tak punya minat padanya. Sayangnya, populasi jenis perempuan macam ini sangat minim.

"Well, kita bisa bicara di tempat lain kalau kamu tidak nyaman di sini." bisik Daud

Adhalia tertawa pelan dan menoleh ke sana ke mari seakan mencari seseorang. Sejurus kemudian dia menghela nafas dan menatap Daud sambil menggigit bibir bawahnya

"Baiklah."balasnya.

Daud tersenyum penuh makna dan menawarkan lengannya yang segera diraih Adhalia dengan lembut dan anggun. Mereka berjalan melintasi The Ball, melewati pasangan-pasangan yang sedang berdansa dengan gaun dan stelan resmi. Nyaris semua mata sempat mencuri pandang pada mereka, berusaha keras tidak terang-terangan memandang. Tidak menunjukan rasa penasaran mereka.

Tentu saja, itu hal yang sangat tak sopan. Apalagi dilakukan di tengah acara resmi terhadap putra Tuan Rumah. Lingkungan mereka sungguh normatif, sampai menyiksa terkadang. Daud mendapati empat orang sahabatnya di dekat bar, mereka menoleh dan memberinya anggukan kepala dengan senyum simpul. Keempatnya paham, agenda apa yang dimiliki Daud selanjutnya bersama gadis cantik yang memukau itu. Adhalia Prasodjo jelas-jelas sudah jatuh ke genggaman Daud Sumanagara.

*****

1st published: 20.NOV.2015

last edited 11.SEP.2018





Affair of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang