Bab 33: Aghastya Rani

6.6K 409 15
                                    



Aghastya Rani berdiri di bibir teras ruangannya yang berupa balkon lebar. Menjorok beberapa meter ke jurang dalam di bawahnya. Dari tempatnya, ia bisa memandang air terjun berundak yang hanya terjamah para petualang betulan, bukan sekedar pengagum skeneri indah ciptaan Sang Maha semata. Hanya orang-orang yang sudi bersusah payah yang bisa menyaksikan air terjun yang mengaliri ngarai sempit tersebut. Kala penghujan, terlampau magis menyaksikannya yang berubah liar. Sayangnya, semakin hari tempat itu makin terjamah. Beberapa petualang yang dalam perjalanan menuju ke sana menyangka Talagung benar-benar sebuah candi. Mereka tercengang saat tahu Talagung adalah sebuah private hotel, dulu. Sekarang, Talagung benar-benar private property miliknya. Milik Dahyang. Ia berpikir, dalam waktu dekat akan membeli juga wilayah sekitaran air terjun itu. Dalam bentuk hak guna lahan selama beberapa ratus tahun, akan mudah jalannya. Dia sebal dengan mereka yang sebenarnya tidak mengganggu namun menjadi gangguan.

"Mereka beriringan, Ma'am."

Aghastya Rani tidak menoleh saat mendengar Fritz bicara.

"Jalur belakang ada putra Tuan Ghani dan Raffe. Sementara jalur hutan pakis diambil Caleb dan Dyke. Dua putra Etienne Elbrus de Maupassant-Flaubert."

"Kekuatan penuh dari para pemuda mereka?"tanya Aghastya Rani. Suaranya dingin tanpa tekanan. Membuat Fritz yang hatinya kaku hanya bisa terdiam.

"Lalu di mana Bocah Gurun itu?"tanya Aghastya Rani tak lama kemudian.

Masih dengan nada suara yang sama. Fritz diam dengan lidah kelu.

"Cari tahu keberadaannya. Kau bisa yakin putra von Guthrie tidak ikut karena pasti terlalu takut padamu. Jadi jangan kecewakan aku dengan ketidak sanggupanmu mengetahui keberadaan Emyr el Malik."

Kata Aghastya Rani dengan suara yang tetap dengan intonasi datar menyebalkan itu. Penuh penekanan, sebuah perintah, dan arogansi yang tidak bisa ditentang menjadi satu di situ. Membuat Fritz mengangguk meski Aghastya Rani memunggunginya. Tak lama dia mundur perlahan untuk melaksanakan perintah Nyonya menyeramkan itu. Kembali Aghastya Rani tenggelam dalam kesendiriannya. Jurang di bawahnya teraliri sungai kecil berarur deras. Tidak sampai dua puluh meter tapi tetap saja cari mati jika Myanna nekat melompat. Matanya terarah pada kamar dengan balkon tidak selebar miliknya. Jendela besarnya terbuka sementara Myanna berdiri melempar pandang ke arahnya.

"Selamat pagi, My Child."

Myanna tak bereaksi, mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Kau sungguh seorang Putri. Rombongan penjemputmu begitu banyak. Mempermudah aku menghabisi mereka."

Myanna diam, tapi Aghastya Rani tahu tubuhnya menegang. Lehernya tampak kaku sementara kepalan di kedua tangannya tampak terlalu kuat. Senyum Aghastya Rani muncul.

"Kuharap kau tidak sampai menyalahkan diri sendiri, Sayang."

Myanna menoleh, memandangnya dengan amarah yang kentara. Beberapa detik saling tatap sampai akhirnya ia berbalik begitu saja dan bergegas memasuki kamarnya. Membuat lagi-lagi Aghastya Rani tersenyum puas.

Namun tak lama wajahnya keruh. Iapun melangkah ke sisi balkon yang tidak menghadap air terjun di kejauhan. Tempat yang mana sudut pandangannya tidak akan menangkap kamar Myanna. Posisi bibir jurang yang nyaris setengah melingkar tersebut yang menyebabkan kondisi demikian. Mata Aghastya Rani kosong memandang ke bawah. Lebih landai di sini. Bahkan ada tangga kecil terjal menuju kedalaman jurang. Sedikit terangkat wajahnya kini, hamparan hutan-hutan dalam pandangannya sekarang. Hutan-hutan yang mengelilingi danau kecil yang hanya penuh saat musim hujan. Dulu ia sering menapaki tangga ini diam-diam. Hanya beberapa bulan saja, tapi bulan-bulan terpenting dalam sejarah hidupnya. Seorang lelaki dengan rambut acak-acakan dan basah karena keringat selalu muncul dari tangga itu sambil tersenyum lebar.

Affair of MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang