BG 22

148 20 3
                                    

Tak terasa jam berganti hari, dan hari berganti minggu, kini sudah tiba saat nya acara kegiatan tengahh semester di lakukan, setelaj bimbingan sebentar di aula utama, semua murid sudah melakukan persiapan untuk prtandingan mereka.

"Yak berhenti ber mesaraan, dan fokus pada pertandingan kalian saja."celetuk Jisoo sinis tiba-tuba muncul di belakang Lisa dan Rosè yang sedang mebahas tentang peneror mereka.

"To the point saja, mau bilang apa?."tanya Lisa acuh tak acuh jujur dia masih kecewa pada Jisok.

"Cih, ini jadwal tanding kalian. Kalu di beri kebeasan memilih bertanding jangan membuat malu."ketus Jisoo menyerahkan jadwal pada mereka masing-masing.

"Thanks, lain kali jangan bawa masalah pribadi ke luar."saut Rosè sinis menerima secedul itu dan pergi dari sana.

"Ini semua gara-gara lo tau gak, andai aja lo gak deket-deket Rosè, dia pasti bakal nerima gua!."tuduh Jisoo kesal pada Lisa.

"Sadar diri neng, lo udah di tolak jadi mundur, dan gua ptingatin lo ya Jisoo. Bernai lo makasa Rosè buat nerima lerasaan lo awas lo."ancam Lisa pada Jisoo.

"Cek, sialan!."geram Jisoo meninju angin kedal.

"Jisoo, coba lo berfikir tanpa membawa emosi, berfikir dengan kepala dingin. Dan fikirkan juga dari sisi Rosè."bujuk Jennie tiba-tiba muncul  di sebelah Jisoo.

"Tapi gua itu cinta setengah mati sama Rosè."protes Jisoo tidak terima.

"Apa menurut lo cinta itu harua di paksaakan untuk memiliki?, gak kan?."ucap Jennie bertanya membuat Jisoo terdiam.

"Terkadang kita perlu melihat sekelilung Jis, mungkin di suatu tempat ada yang mencintai mu dengan begitu dalam. Sepeti gua Jis." Batin Jennie di akhir kata nya.

Jisoo masih diam, Jennie menepuk pundak Jisoo dua kali sebagai penghiburan.

"Lo tenangin diri dulu, setelah ini kita msih ada kerjaan."ucap Jennie meninggalkan Jisoo yang terdiam di sana.
.
.
.
.

Tak!.
Rose melempar secedul merke ke meja kantin, diaman anak-anak Dexter kumpul. Membuat mereka mentap Rosè bingung.

"Jadwal pertandingan, kalau udah basket nanti panggil gua di ruang musik."jelas Rosè dan langaung pergi.

"Kenpapa tub bos?."tanya Sehun bingung.

"Gak tau, lagi bad mood mungkin."tebak Suho.

"Btw tanding apa du lu nihm."tanya Mina.

"Mmmm, baca puisi dulu."jawab salah satu anak Dexter.

Saat menuju ruang musik tanpa sengaja Rosè bertabrakan dengan sesorang.

Buk!!

"Maaf maaf saya tidak sengaja."ucap Rose menunduk sopan.

"Tidak apa-apa, saya juga berjalan tidak lihat-lihat. Tapi kamu tidak apa-apa kan?."tanya pria paruh baya itu pada Rosè.

"Saya tidak apa-apa tuan, sekali lagi saya minta maaf."ujar Rosè.

"Saya juga minta maaf."ucap pria itu.

"Yeobo, ada apa?."tiba-tiba seorang wanita datang dan dari panggilan nya dia suami sari laki-laki di depan nya ini.

"Oh, tidak ada. Hanya saja aku tidak sengaja bertabrakan dengan gadia cantik ini."ucap pria paruh baya itu bercanda.

"Kamu tidak apa-apa kan nak?."tanya wanita itu tapi setelah melihat Rosè tubuh nya mebeku menatap lekat Rosè begitu juga dengan Rosè menatao lekat dan penuh rindu dengan wanita itu.

"Hei sayang kamu kenapa?."tanya pria itu hawatir menepuk pundak istri nya.

"O oh tidak apa-apa yeobo."ucap Jesika tebata-bata.

"Mommy, daddy?."tiba-tiba terdengar suara memanggil dari arah belakang Rosè, membuat atensi ketiga orang itu melihat suber suara.

"Mom mommy ayo cepat, acara nya sudah mau di mulai!."pekik girang gadis itu memeluk lengan Jesik manja.

"Iya sayang, ayo kita kesana. Putri kesayangan mommy sudah tidak sabar heum?."tanya Jesika dengan lembut mengsuap lengan gadi itu yang melingakar di lengan nya.

Deg!

Dan semua itu tidak terlepas dari pandangan Rosè, bagai di timpa beban berat hati Rosè terasa sangat sakit melihat pemandangan indah itu, tanpa sadar Rosè mengepal tangan nya kuat-kuat.

"Yeobo ayo, putri kita sudah tidak sabar."ucap Jesika dengan cepat menarik suami nya agar cepat pergi dari sana.

Jujur dia merasa tidak enak melihat mata Rosè, anak yang dia tinggalkan dan terlantarkan melihat nya dengan penuh luka seperti itu.

"Hahahahahaha."tawa Rosè sumbang, lalu pergi ke ruang musik dengan cepat san mapak tergesa-gesa.

Di ruang musik Rosè mengunci pintu dari dalam, dan menyetel musik melalu sepeker dengan volume tingga dan melampiaskan rasa sakit nya di dalam sana sendirian tanpa di sasari orang-orang.

"Sebenarnya kenapa aku di lahirkan ke dunia ini!."pekik nya frustasi.
.
.
.
.
.

"Jesika?/ Sandra?."pekik kedua orang itu kegiran karena setalah sekian lama tidak bertmu.

"Apa kabar San?, aku rindu lo."ucap Jesika memeluk sandara sahabat lama nya.

"Baik, kamu juga apa kabar?, kamu sih menghilang setelah menikah dengan Manson."keluh Sandra memeluk Jesika.

"Oh iya kenalin ini Yuri suami aku, dan Diana putri kami."ucap Jesika memperkenal kan suami dan anak nya.

"Ha?, Yuri?.  Lalu Manson bagimana?."kaget Sandra.

"Kami sudah berceri tujuh tahun yang lalu, dan sekarang ini Yuri suami yang sangat mencinati dan menghormati ku sebagi istri nya."jelas Jesika.

"Diana om, tante."sapa Diana sopan dan menatap Lisa lama karena terpesona.

"Hallo Kwon Yuri, suami Jesika."ucap Yuri memperkenalkan diri.

"Lalu apa saat dengan Manson kalaian tidak memiliki anak selama sepuluh tahun menikah?."tanya Sandra penasaran.

"Ada satu putri, dia bersama Daddy nya."ucap Jesika berbohong.

"Hahaa tidak apa-apa, yang penting sahabat ku ini sekarang memiliki keluarga yang bahagia."ucap Sandra menghibur.

"Hahahaha, makaih lo, apa ini Marco sumai mu dan...."ucap nya Jesika ragu.

"Lisa, Lalisa manoban putri tunggal kami."ucap Sandra memperkenalkan putri nya pada sahabat nya.

"Hallo tante, om. Saya Lisa."ucap gadis itu sopan.

"Lisa, kamu temani Diana dulu ya. Mommy sama tante Jesika masih mau ketemu teman lama."jelas Snadra

Dengan berat hati Lisa mengangguk mengiyakan. Saat mommy nya pergi Lisa melihat sekeliling.

"Oi, sini kalian."panggil Lisa pada pada tiga orang gadis yang sedang bercrita ria di depan kelas.

"Iya bos?."saut salah satu dari mereka.

"Lo pad temenin dia, bawa keliling sekolah gua malas."ucap Lisa menyerahkan Diana pada anak Lexi.

"Tapi Lisa, tanta Sandra surub kamu yang nemenin kamu."protes nya tidak suka. Membuat ke tiga gadis itu mendelik jengkel.

"Gak peduli, kalian temenin aja dia. Jangan di ganggu."peringat Lisa dan pergi dari sana mengabaikan Diana yang memanggil-manghil nama nya.

"Udah ayok, jangan merengek terus ke bos!."peringat salab satu gadis itu.

"Dan jangan suka sama bos, lo gak pantes."timpal seoarang lagi.

"Kalai mau aman, ikuti kita aja. Lo lagi di kandang singa."ancam salah seorang gadis itu.

Mau tak mau Diana pun menuruy dengan ketiga gadis itu.
.

.
.
Bersambung........
.
.

Bad girl vs Bad girlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang