Time

416 16 1
                                    




"So loud....."

Surai pirang itu perlahan terbenam. Menghilang tertutup buih sepucat kapas. Cacah kelopak ungu berayun seiring aromanya yang menguar.

Lavender.

Harusnya ia merasa tenang.

Bunyi klakson saling bersahut. Makian juga kata-kata kasar dan benda keras beradu pun menghilang. Kelopak mata berbulu lentiknya terpejam.

Hening.
Hanya suara gemuruh memukul kedua belah telinganya.


"Aku telah melihat langkah pertamamu..."
"Aku melihatmu menaiki sepeda baru..."
"Kau terjatuh lalu menangis keras, dan ayahmu hanya tertawa membantumu bangkit dengan lututmu yang terkoyak"

"Aku melihatmu tertawa riang, sendirian di ruang merah muda biru ini. Memeluk secarik kertas yang membawamu menjadi siapa kau saat ini"
"Aku melihatmu bersedih. Dan dengan cepat pula kau menghapus semua kesedihanmu"

"Kau adalah salah satu sosok terkuat yang pernah kutemui..."

"Dan sekarang......"


Air tenang itu berguncang saat tubuhnya terangkat. Tatapannya berkeliling seusai wajah lembutnya diusap perlahan.

"Hello?"
Seokjin bangkit meraih jubah handuknya. Kelopak bunga lavender menempel di punggung kakinya. Tungkai jenjang itu melangkah keluar dari bathtub.

"Hello?" Panggilnya lebih keras.

Ia bergegas membuka pintu kamar mandi.
Menoleh kanan ke kiri lalu terpaku pada pintu apartemen yang terkunci seperti malam-malam sebelumnya.
Seokjin terkekeh pelan dan menggelengkan kepala.

. . .

Kotak baja yang telah sepi itu membawanya naik lebih tinggi.
Senandung kecil pun terdengar lebih jelas seiring tubuhnya yang bergerak-gerak mengikuti irama.

Kadang kelopak matanya tertutup dan bibir merah jambunya mengulaskan sebuah senyum manis.

Sepatu kets putihnya mengetuk-ngetuk granit putih beberapa saat sebelum pintu elevator terbuka.

"So cute...." Seorang pria terus berdiri melipat kedua tangannya di pojokan. Seulas senyum tipis dan mata mengerjap lembut.

"Berhentilah menatapnya seperti itu"
"Kita tidak turun kesini untuk mengagumi malaikat kehidupanmu" Kepala pria satu lagi menoleh dengan dahi sedikit berkerut dari sisi berlawanan.

"Aku tahu....." Namjoon tertunduk.



"Seokjin, bisa tolong aku sebentar?" Pria mungil berjubah putih itu merapikan beberapa map berisi kertas-kertas dalam pelukannya.

"Apa ini, Jimin?" Selesai mengenakan jubah putihnya, Seokjin segera meraih map-map itu.
"Ah.....maaf aku tidak bermaksud melihatnya" Sebuah dokumen terbuka dan menampakkan isinya.

"Catatan kesehatan gadis kecil itu..." Jimin yang telah memasukkan barang-barangnya ke dalam tas pun mengambil map itu kembali.

"Ini bukan rahasia, Seokjin....tenang saja" Mata sipitnya menghilang saat bibir tebal itu mengulas senyum lebar.

"Keluarga pasien mulai berdatangan..." Senyumnya memudar. Suara langkah kaki mereka menggema di lorong sepi.

"Gadis kecil itu tidak akan bertahan?" Setengah berbisik, Seokjin menundukkan kepalanya.

Jimin menggeleng. "Ia menghabiskan separuh sisa hidupnya di rumah sakit ini"

"Aku bisa melihat jika gadis itu berbahagia, Seokjin..."
"Merasa diperhatikan, disayang, dimanjakan walau ia harus berjuang dengan rasa sakitnya"

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang