Derap langkah berbaris nyaring menghentak permukaan bumi. Kuda-kuda berzirah melangkah gagah membawa tuannya membela kerajaan.
"Maju!"
Sang panglima meremat tali kekang kudanya, menghentak kaki seiring bidak perangnya berlari memimpin pasukannya menyerang.Prajurit berpedang pun berteriak nyaring. Melangkahkan kaki-kaki mereka tanpa gentar, berlari dengan senjata terayun, menghujam dan melumpuhkan barisan musuh yang bergerak cepat.
"Bagaimana keadaan baginda ratu?" Pria bermata kecil dengan rahang tirus dan tubuh tinggi tegap itu mengikuti langkah sang perawat yang telah selesai mengganti alas tempat tidur junjungannya.
Hela nafas pelan berhembus dari bibir merah mudanya.
"Jendral Park....." Seokjin memalingkan tubuhnya menghadap sang pria.
"Penyakit baginda ratu adalah langka adanya""Berbagai tabib telah didatangkan dari luar kerajaan, namun tidak ada satupun yang mampu menyembuhkan beliau"
Pria itu mendengus tersenyum.
"Kau pasti lelah, perawat Kim....""T-tidak.....tidak sama sekali, jendral Park" Seokjin menarik lengannya pelan saat jemari bersarung kulit itu menyentuhnya.
"Sudah menjadi kewajiban saya sebagai perawat kerajaan untuk mengabdikan hidup saya pada baginda ratu" Kepalanya sedikit tertunduk gugup."J-jika tidak ada lagi yang ingin jendral ketahui, ijinkanlah saya permisi...."
Kedua alis pria itu terangkat singkat. Seulas senyum tipis tersungging di sudut bibirnya. Tungkai jenjang itu melangkah terbuka, memberi ruang untuk sang perawat berjalan membungkuk singkat melewatinya.
"Kita sudah hampir tiba pada akhir dari pertumpahan darah ini!"
"Bertahanlah sebentar lagi, prajuritku"
Darah mengalir deras dari balik kulit binatang yang membungkus abdominalnya, pelindung kepala besinya terkoyak menampakkan luka terbuka kehitaman.
Peluh bercampur merah membasahi wajah tersenyum. Namjoon terengah berbisik pada para prajurit yang masih setia berjuang di sampingnya."Tuanku, jika ini adalah saat terakhir mata ini menatap kegagahanmu..."
"Maka saat ini akan menjadi kenangan terakhir yang sangat berarti bagi kami" Seorang prajurit dengan kaki pincang tersenyum mengeratkan genggaman pada pedangnya.Namjoon menggeleng. "Ini bukan sebuah akhir bagi kita, prajurit"
"Bagaimanapun......sebuah kehormatan bisa berjuang bersama kalian..."Suara langkah kuda mendekat, sang panglima tersenyum dan kembali mengangkat pedangnya tinggi-tinggi. Menyerukan titah dan geraman terakhir sebelum semuanya berakhir dengan tawa dan air mata.
Botol porselen itu jatuh dan pecah berkeping-keping dari tangan gemetarnya.
"Anda tidak mengatakan yang sebenarnya bukan, ajudan Min?" Sudut bibir merah muda yang berlekuk itu pun terpaksa diangkat seiring gelengan kepalanya."P-perawat Kim......" Bola mata gelap itu bergerak-gerak kikuk.
"S-saya b-berkata yang sebenarnya....""K-komandan Kim Namjoon.......t-telah tewas di medan perang" Kepala bertopi hitam itu tertunduk dalam, kelopak mata terpejam erat dengan bibir bawah yang digigit kuat.
Tak ada jawaban, hanya deru nafas yang terdengar samar. Berulang kali Seokjin menggelengkan kepalanya gusar. Tautan jemari di depan dadanya semakin kuat hingga buku-buku jarinya memutih.
"P-perawat Kim........" Sang ajudan memberanikan diri untuk meliriknya. Bersamaan dengan hentak pintu kayu yang terbuka lebar.
"Kau boleh pergi sekarang, ajudan Min..." Langkah pelan teratur menggesek lantai batu dan telapak sepatu bootsnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fate
Fanfiction"I just want a normal life, but then i think of it....what is normal in general?" another [NamJin] story #angst #hurt-comfort #happyending in #anotherlife