Trail

72 8 0
                                    




"That sucks, man......" Jackson mengacak surai hitamnya kemudian duduk bersandar.

Namjoon mendengus tersenyum getir. Semua cerita tentang masa lalunya telah mengalir pada sang sahabat. Ia terbatuk saat minuman kaleng itu melewati tenggorokannya.

Jackson tertawa geli. "Pelan-pelan, sobat....."

"Aku tidak mengerti kenapa orang-orang menyukai bir" Hidung dan dahinya mengernyit mengecap rasa pahit yang baru saja mengisi rongga mulutnya.

"Maksudku.......pelan-pelan, jangan jadikan masa lalumu itu sebagai beban hari ini" Jackson mencondongkan tubuh dengan kedua lengan menopang pada lututnya.

"Sang Waktu.....itu kejam, Namjoon" Ia meneguk minumannya hingga tak bersisa lalu melempar kaleng kosong itu sembarang.

"Serendah apapun kepalamu kau tundukkan untuk memohon, sebanyak apapun air mata yang tumpah tidak akan membuatnya berpikir dua kali untuk berhenti berjalan"
"Kau tidak akan bisa membalikkannya....."

"Jalani dan nikmatilah hidup barumu, Namjoon"

Jackson berdiri dan mengambil satu kaleng minuman lagi lalu membukanya.
"Aku......merasa sebagian beban di pundakku menghilang dengan tidak lagi merenggut nyawa manusia"

"And you should feel the same way too, man...."


"Tentara setengah malaikat itu menunjukkan sayapnya"

Sang Tetua memiringkan senyumnya. Jemari mengetuk ngetuk lengan singgasananya pelan. Manik hijau itu berkilat seiring tubuh berbalut jubah hitamnya mendekat.
"Bawa mereka ke hadapanku, prajurit"

. . .

"Seokjin ayo!" Jimin menarik pergelangan tangan yang menopang dagu tubuh malas itu berdiri.
"Kau belum makan apa-apa sejak pagi tadi..."

"Tidak selera, Jiminie......" Seokjin melangkah gontai mengikuti sang sahabat yang telah menariknya keluar dari ruangan.

Pria itu menghela nafasnya kecewa. Berdiri tegak menghadap sang sahabat dengan wajah kesal.
"Setidaknya berceritalah...."
"Pasienmu menunggu sejak pagi kemarin"
"Kau kemana? Kenapa tidak mengabari?"
"Apa kau sedang dalam masalah, Seokjin?"
"Atau kau mulai merasa lelah dengan pekerjaanmu?"

Pertanyaan-pertanyaan itu hanya membuat kepala Seokjin pusing. Ia menggeleng. Tidak ada gunanya menceritakan sesuatu yang terdengar tidak masuk akal pada sang sahabat.
"Baiklah......kau ingin makan apa, Jiminie?"

"Hmm......sup tahu" Jimin tersenyum lebar menunjukkan gigi-giginya.
"Diluar dingin sekali"

Seokjin tersenyum mengangguk.
"Aku akan mengambil jaketku dulu okay...." Ia berbalik memasuki ruang kerjanya dan kembali dengan jaket bulu coklat muda yang telah terpasang di tubuh rampingnya.



"Kau sakit?" Jimin merendahkan kepalanya dengan suara pelan. Menatap sedih pada sendok yang hanya berputar-putar dalam mangkuk berisi penuh sup tahu dingin di hadapannya.
"Seokjin?"

"Y-ya? Kau bilang apa tadi?" Sesendok sup itu dilahapnya kemudian mengernyit jijik.
"Ah.....supnya dingin...."

"Okay......ini sudah keterlaluan" Jimin meraih sendok itu lalu meletakkannya kembali ke dalam mangkuk.
"Seokjin, kumohon jujurlah..."

"Ada apa?"



"Sudah kukatakan kau tidak akan percaya, Jiminie....." Tatap mata kosong itu terarah pada papan nama sang sahabat di atas mejanya.

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang