Distraction

57 6 0
                                    




"Aku akan mati jika menyentuhmu?"
Seokjin terkekeh geli dengan satu alis terangkat meremehkan.

Namjoon terdiam dengan raut wajah datar.

"Okay......kau serius" Ia menyuap potongan pizzanya.
"Kau lapar?"

"Kami tidak bisa merasakan lapar, haus maupun menunjukkan emosi"

"Emosi?" Seokjin memiringkan kepalanya ragu.

Namjoon tertunduk.
"Seorang sahabatku mulai menunjukkan emosi..."
"Dan itu membuatnya terjerat dalam masalah besar"
"Lalu aku......." Ia melirik ragu pada pria yang tengah menyeruput susu strawberrynya.

Seulas senyum tipis menghias wajah tegasnya. Namjoon mengulurkan jemari yang menjepit selembar tissue lalu mengusap sudut bibir sang pria lembut.

"Uhuk.....uhukk..."

"Tidak....tidak!"
"Kumohon jangan!" Panik, Namjoon berdiri hingga kursinya terguling jauh ke belakang.
Berpindah ke sisi sang pria yang tertunduk membekap wajah meronanya lalu bersimpuh dengan kedua tangan bergerak-gerak serba salah.

"Seokjin......jawab aku!"

"Seokjin!" Telapak tangan itu akhirnya menggenggam ujung meja besi hingga berlekuk.

"Tidak apa-apa.....aku tidak apa-apa, Namjoon...."
"Astaga kau membuatku salah tingkah" Seokjin tergelak menutup mulutnya dengan kedua tangan.

"Damnit!" Tubuh Namjoon jatuh terduduk ke belakang, kedua tangan mengusap kasar wajahnya seiring desah nafas keras.

"Oh! Lihat apa yang telah kau lakukan, Namjoon!" Kembali Seokjin terbahak saat sikunya tak sengaja menabrak sudut meja yang akhirnya patah dan terlepas bersamaan dengan rangkanya.

Dengus tawa meluncur kaku dari bibir sang pria. Namjoon tersenyum menautkan jemari di atas lututnya yang terlipat. Memperhatikan sang pria berlari kecil mengembalikan kursi besi yang berpindah jauh dari tempatnya sambil tertawa-tawa geli menepuk-nepuk kedua telapak tangannya.

"Kau beruntung tidak ada orang lain selain kita disini, Namjoon"
"Jika tidak, mereka akan menganggapku memiliki kekuatan super" Gelak tawa khasnya kembali meledak.

Namjoon mengacak surai gelapnya kasar kemudian berdiri menepuk-nepuk jas hitam panjangnya.

Malaikat maut tidak seharusnya memiliki emosi, tidak sampai mereka menemukan jiwanya yang telah lama hilang.



"Aku merindukan gelak tawamu...."
"Berapa dekade harus kulewati hanya untuk mendengarnya kembali"
"Berapa malam harus kulalui hanya untuk mendengar nafasmu saat kau tertidur nyenyak di sisiku"

Bibir mengerucut dengan lenguh kecil dan dahi berkerut meluncur bersama kepalan tangannya yang bergerak mengusap mata singkat.
"Namjoon?" Kelopak matanya berayun terbuka seiring bisikannya. Mengerjap kemudian kembali terlelap.

"Tidur nyenyak, malaikat kehidupanku....." Namjoon melangkah mundur kemudian menghilang dalam sapuan kabut hitam.




"Bagaimana rasanya, hmm?"

Bahu tegap itu berjengit kaget saat sang Tetua berdiri di belakangnya. Namjoon mengerjap, padangannya berkeliling kebingungan. Beberapa saat lalu ia masih berada di depan apartemen Seokjin.

"Indah bukan?" Langkah berat itu mendekat.

"Apa yang telah kau lakukan padaku, Tetua?" Namjoon bergerak menjauh.

"Apa?" Seringai kecil terbentuk di sudut bibir berkerutnya.

"Kau pikir aku yang menyebabkanmu seperti itu?"
"Bukan, tentara......"

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang