Him

90 10 0
                                    




"Apa yang telah terjadi?!" Namjoon mengibaskan lengannya yang digenggam erat oleh dua pelaksana hukum berperawakan besar pada kedua sisi tubuhnya.

"Sahabatmu mengacaukan segalanya, tentara" Tetua bermanik hijau dengan tudung merah hati terus berjalan menuju singgasananya tanpa menoleh.

"Dimana dia sekarang?" Tak lagi melawan, Namjoon hanya pasrah mengikuti langkah sang pimpinan.

Pria paruh baya itu berhenti lalu memutar tubuhnya.
"Itu yang ingin kutanyakan padamu, tentara"
"Dia sahabatmu..." Wajah pucat dengan manik hijau berkilat itu mendekat dengan aura mengintimidasi yang amat pekat.

Namjoon mendengus tertawa pelan.
"Jika kau menganggap aku menyembunyikannya, kau salah besar"
Sebuah pukulan melayang menghantam rusuk kirinya. Sang algojo kembali berdiri tegak di samping sang pria yang meringis kesakitan.
Sementara sang Tetua hanya menyeringai kemudian melanjutkan langkahnya.

"Aku tahu apa yang kau lakukan di dunia, Kim Namjoon" Sang Tetua dengan hati-hati menyentuh retakan pada jam pasir yang diletakkannya di atas meja.
"Aku tahu siapa yang kau kunjungi setiap malam berdasarkan rasa kagum dan kasihan" Manik hijaunya melirik tajam dengan senyum tipis pada satu sudut bibir berkerutnya.

Namjoon meneguk salivanya kasar. Bola mata gelap itu bergerak-gerak gugup.

"Temukan sahabatmu di dunia dan bawalah dia padaku"

"Aku benar-benar tidak mengetahui keberadaannya...."

"Kau tahu apa yang terjadi jika tanganmu menyentuh seorang manusia, tentara?" Sang Tetua memiringkan kepala tepat di hadapan sang pria.
"Tidakkah kau ingin menyentuhnya tanpa menghilangkan nyawanya?"

"K-kenapa aku ingin melakukan itu, wahai Tetua?" Namjoon memalingkan wajah dengan dengus tawa gugup.

"Karena seorang Kim Seokjin bisa kehilangan nyawanya kapan saja"
"Dan itu semua berada dalam tanggung jawab sahabatmu"

Kembali ia menelan ludahnya singkat, dahi berkerut tipis dengan manik gelap bergetar ngeri.

"Tidakkah kau ingin menemaninya menikmati sisa waktu yang sangat jauh dari masa tuanya? Sang Tetua menyeringai licik.

"Bawa sahabatmu padaku, tentara......dan kau akan kubebaskan dari kutukanmu sebagai seorang malaikat maut"

. . .

"Seokjin.....Seokjin!" Kedua lengan itu memeluk erat tubuhnya.
"Ia sudah tiada....Seokjin, nyonya Kim sudah tiada...."

"Tidak....tidak, Jimin...."
"Ayo lekas bawa dia ke rumah sakit!"

"Seokjin......" Jimin menarik tubuh bergetar itu lalu memeluknya erat.
"She's gone, Seokjin....."
"Maaf.....nyawanya sudah tidak terselamatkan"

"B-bagaimana dengan puterinya?"
"Ia baru saja sembuh......" Tubuh ramping itu melemas dan menyusut dalam dekapan sang sahabat.

"Sssshh......ini sebuah kecelakaan"
"Tidak ada yang tahu umur manusia" Jemarinya mengusap-usap surai pirang yang terbenam di ceruk lehernya.

Beberapa petugas kesehatan mengeluarkan tubuh yang terperangkap dalam mobil itu dengan hati-hati.

Jimin mendorong pelan punggung Seokjin menjauh dari tempat kejadian. Mendudukkannya perlahan di atas sebuah bangku taman jauh dari sebuah pohon besar yang merengut nyawa seorang wanita berparas cantik dengan usia terbilang masih cukup muda.


"Tidak ada yang tahu umur manusia...."
Namjoon menggelengkan kepala menatap telapak tangan berkerut itu meraih jemari lentik sang penyanyi. Berdecak kesal menyisir surai hitamnya dengan kedua tangan lalu berbalik meninggalkan pria tua yang telah berhasil mengambil satu nyawa.

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang