Happiness

39 5 0
                                    




"Namjoon......Namjoon!" Jemarinya menepuk-nepuk pipi sang pria yang bergetar dalam rangkulannya.

"Namjoon.....it's okay....it's okay.....hey....." Jackson menangkup wajah tegang itu dan tersenyum menatapnya lekat.

"It's a massacre......." Suara serak itu bergetar hebat.

"I know.....i know.....hey, jangan khawatir okay....it's on me..." Jackson terkekeh pelan mencoba menghiburnya.
"Come here...."

Deru nafas tak beraturan, degup jantung yang menembus punggung kakunya, jemari gemetar yang perlahan merayap menyambut pelukan sang sahabat. Namjoon meringis nyeri dalam dekapannya. "Seokjin........Seokjin telah....."

"Seokjin tidak mati, Namjoon...."
"Tetua hanya bermain dengan ketakutanmu"
"Beliau ingin kau menyerah dan memberikan kepalaku demi kebahagiaanmu sendiri" Jackson mendengus tersenyum.

"K-kebakaran....." Namjoon melepas pelukannya.
"Aku harus ke rumah sakit"

"Tidak ada kebakaran, Namjoon" Pria bersurai hitam itu mengusap pelan punggungnya.
"Listen...."

"Kita tidak bisa berada terlalu lama disini"
"Maksudku.....kita berdua"

"Tetua akan mengetahui keberadaanmu"

"Pergilah...."

"Kesayanganmu masih berada di balik pintu itu, ia menunggumu datang dengan sekotak makan siangnya"
"Dan.....mungkin ia ingin berbagi sedikit ceritanya padamu" Jackson tersenyum menepuk bahunya pelan.

"Don't you miss him?"



"Namjoon?"
"Apakah kau disini?" Surai pirang dan mata membola polos itu mengintip dari balik pintu darurat.

"Hey......" Namjoon memiringkan kepala dengan senyum tipisnya. Berdiri dengan kedua tangan mengepal erat di sisi tubuh tegapnya.

"Oh? Keningmu......" Seokjin berjalan cepat menuruni tangga.

Manik gelap itu menegang, Namjoon bergerak mundur beberapa langkah hingga hampir terjatuh saat melewati pijakan pada anak tangga di belakangnya.

"Maaf....maaf...." Seokjin menghentikan langkahnya.
"Aku tidak akan menyentuhmu....janji...."
"Biarkan aku melihat lukamu, okay?"

Namjoon mengerjap, mengangguk kaku dengan deru nafasnya yang masih memburu.

"Sakitkah?"

Kedua alis sang pria terangkat singkat, kelopak matanya bergetar menatap manik hazel besar dan bibir merah muda mengerucut diantara pipi bulat bersemu tipis. Wajah kecilnya berada amat dekat dengan kepala dimiringkan.

"Apa yang terjadi padamu?"

Namjoon mengerjap, kepalanya sontak menoleh pada tangannya yang telah terangkat di samping tubuh sang pria.
"A-aku tidak apa-apa...."

"Tidak....."
"Seokjin, kumohon jangan berada terlalu dekat denganku"

"Kau bisa terluka, bahkan......"

Jemari lentik itu terulur dengan sebuah plester bergambar alpaca putih besar. Bibirnya mengulas senyum termanis yang mampu melebur tubuh tegapnya.

"Aku tidak bisa menyentuhmu....walaupun aku ingin"
"Lukanya besar, Namjoon"
"Kau berkelahi?"

"Aku.........aku harus pergi, Seokjin...." Namjoon tertunduk mengusap kening kemudian memalingkan tubuhnya.

"Namjoon.........." Suara lirih itu seolah mantera yang selalu membawanya kembali. Namjoon menoleh dan mendapati sang pria semakin melebarkan senyum getirnya.

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang