Was It You?

37 6 0
                                    




Satu persatu pecahan kaca diambilnya. Dengan hati-hati perekat cair itu dibubuhkan di setiap sisi.

Seokjin menghela nafas, tengkuknya yang terasa pegal setelah menunduk selama beberapa jam digelengkannya singkat. Ia meregang kemudian beranjak dari sofanya.

"Akan kulanjutkan besok pagi" Pikirnya sambil berbalik menuju dapur.

Semangkuk nasi campur bertabur remah rumput laut. Seokjin duduk di kursi meja makan lalu mulai menyendok makan malamnya. Lagi, ia membuang nafasnya.

"Sepi........" Kepala itu menunduk sedih.



Jemari berbalut sarung tangan wool itu merogoh saku celananya. Mengeluarkan sisa-sisa lembaran uang yang hanya beberapa.

"Kemana lagi aku harus bersembunyi?........"

Lampu-lampu kuning mulai menyala menghias toko-toko di tepi jalan.

Duduk di dalam sebuah kotak arena permainan di tengah taman sepi berseberangan dengan rumah sakit. Hanya itu yang bisa Namjoon lakukan. Ia akan menunggu hingga Seokjin kembali bekerja, pikirnya.

Berharap untuk melihatnya, hanya untuk memastikan bahwa kesayangannya baik-baik saja.

Mobil-mobil mulai melaju keluar dari lorong parkir bawah tanah. Diperhatikannya kendaraan-kendaraan yang berjalan itu lekat. Berharap sosok itu muncul bersama dengan sahabatnya, entah untuk sekedar makan malam bersama atau berkunjung untuk memeriksakan kakinya.

Hela nafas lelah berhembus pelan. Udara yang menusuk dan kerlip lampu membuat Namjoon mengantuk. Perlahan kelopak mata itu terpejam.

. . .


"Apa yang kau lakukan disini?!"

"K-kembali bekerja....." Seokjin membulatkan mata dengan raut wajah polos menatap sang sahabat yang tiba-tiba masuk ke ruangannya.

"Astaga, Seokjinnn......apakah kakimu sudah tidak sakit lagi?" Jimin berjalan cepat lalu duduk di depan mejanya.
Seokjin menggeleng tersenyum.

"Lihat.....pasienku banyak sekali yang merindukan aku" Ia terkekeh menunjukkan layar ponselnya.

"B-bagaimana kau kemari? Apakah kau naik taksi?"

"Tidak" Senyum di wajahnya semakin lebar.
"Aku berjalan kaki"

"Kau tidak bertemu siapa-siapa?" Jimin mencondongkan tubuhnya, mata sipitnya sedikit membesar.

"Tentu saja aku bertemu dengan pak Lim penjual ramen juga rekan-rekanku yang baru datang dengan mobil mereka"
"Apa maksudmu?" Kepala juga senyumnya dimiringkan dengan dahi berkerut.


"T-tidak apa-apa...." Jimin kembali memundurkan tubuhnya lalu bersandar memalingkan wajah.
"Hanya.........aku khawatir kakimu akan sakit jika berjalan terlalu jauh"

"Um........rumahku hanya berjarak beberapa meter dari kedai ramen pak Lim, Jiminie...." Kedua alisnya terangkat bingung.
"Kau kenapa?" Seokjin memperhatikan raut wajah sang sahabat yang seperti kebingungan.

"Tidak apa-apa..." Ia menjawab cepat kemudian beranjak dari tempatnya duduk.
"Aku........baru ingat jika ada pasien yang harus kutengok keadaannya"

"Jangan terlalu banyak berjalan dulu, okay" Tubuhnya kembali terlihat setelah menghilang di balik pintu, kemudian menghilang lagi setelah pintu ruangan itu ditutup.



"Hallo.....bagaimana keadaanmu?"

"Dokter Kim! Hey!" Suara di ujung sambungan menyambutnya riang.
"Aku baik........baik sekali"
"Bagaimana dengan dokter? Kudengar kecelakaan itu membuat dokter tidak bisa berjalan?"

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang