Half-Mortal

38 5 0
                                    




Namjoon memutar langkahnya berbalik. Berjalan menyusuri taman kecil berseberangan dengan sebuah kedai ramen beberapa meter dari rumah sakit. Kepalanya tertunduk. Ia berhenti kemudian menoleh. Pria itu sudah menghilang dari pandangan.

Ia duduk di bangku kayu panjang yang berada di sisi gumpalan semak. Menatap sekelilingnya kemudian mendengus tersenyum. Seekor kupu-kupu putih terbang mengelilingi kepalanya.

Sepasang manik mata gelapnya menyatu saat makhluk indah itu mendekat. Telunjuknya bergerak perlahan.

"Tidak..........." Erangnya kesal. Sayap putih itu terkulai lemah di atas pangkuannya.

Namjoon berdiri membiarkan kupu-kupu itu jatuh tak bernyawa di atas rerumputan. Ia berjalan mengacak surai hitamnya kesal. Mempercepat langkahnya kemudian berlari hendak kembali ke tempat sahabatnya.
Kepalanya menoleh kanan ke kiri, jalan yang semula membawanya ke tempat itu seolah menghilang.

Ia tersesat.

Beberapa hari yang lalu ia hanya memikirkan tempat tujuannya dan dalam jentikan jari, tubuhnya telah berada di tempat itu. Sekarang telinganya berdenging oleh suara klakson juga makian orang-orang di sekitarnya.

Tak ada yang peduli melihat dirinya berada di tengah jalan raya yang ramai. Hanya sebuah kendaraan yang tiba-tiba berhenti setelah menyerempet tungkai jenjangnya.
Panik. Deru nafasnya pun tak beraturan seiring jantungnya yang berdegup kencang.

Namjoon kembali berlari, mencari lorong sepi tempat Jackson memotong satu sayapnya.

"Semuanya lorong....." Ia menekan dua sisi kepalanya yang mulai terasa penat.

"Aku tidak bisa menemukan lorong itu"
Lagi, masing-masing lorong sempit dan lebar ia lewati. Tak ada satupun yang mengingatkannya pada jalan pulang.

Kembali Namjoon mengacak rambutnya kesal. Hari semakin gelap dan sesuatu terdengar dari perutnya.

Ia berhenti berjalan dan memiringkan kepalanya bingung. Suara itu kini terdengar lebih nyaring. Telapak tangannya perlahan mengusap perutnya.

"Aku.............lapar?" Kelopak matanya mengerjap polos. Lagi-lagi perutnya berbunyi.

"Jackson........tolong...." Langkahnya mulai melambat. Ia lelah.
Tubuhnya menggigil saat angin dingin bertiup kencang.

Butiran salju pun perlahan turun.

"Wahh........" Telapak tangannya menengadah. Seulas senyum mengembang di wajahnya.

Manik gelapnya berbinar kagum. Tatapan polos seorang anak kecil yang baru pernah menyaksikan salju pertamanya.
Dicoleknya butiran salju yang jatuh ke telapak tangan lalu dikecapnya hati-hati. Tubuhnya kembali bergidik.

"Dingin........." Ia kembali berjalan mencari tempat untuk berlindung seiring butiran salju yang jatuh lebih banyak dari sebelumnya.

Senyumnya kembali mengembang lebar. Ditatapnya lekat bangunan tinggi yang berada tepat di hadapannya. Gedung yang sangat ia kenal.

Tempat Seokjinnya berada.

Tubuh menggigilnya terus bergerak menyusuri tanaman-tanaman pendek pembatas bangunan itu dengan trotoar.
Hingga sebuah mobil biru berhenti tepat di sampingnya.

"Namjoon?"

Tak menjawab, Namjoon menoleh kemudian tersenyum lega menatap Seokjin yang sontak membukakan pintu penumpangnya.
"Masuk, Namjoon.....sedang apa kau di luar sini?"

"Aku.........tersesat..."



"Namjoon?" Seokjin memiringkan kepala menatap sang pria yang menggigil kedinginan di ambang pintu unit apartemennya.

FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang