Chapter 26

6.1K 401 0
                                    

"ANAK KURANG AJAR, kau bahkan memilih pelacur itu daripada keluargamu sendiri."

"Aku sudah berjanji akan membuatnya bahagia dan aku tidak akan membiarkannya terjebak disana. Dia, dia sudah terlalu banyak menderita terutama dengan penyakit jantung yang ia miliki selama ini, sekarang giliran aku menderita sekali saja untuknya."

"Dan ayah berhenti menyebutnya pelacur" Aike menatap tajam kearah ayahnya, sesekali ia juga menggertak giginya.

Andai saja yang mengatai Cyrus sekarang bukan ayah kandungnya sendiri, mungkin ia sudah membunuh dan mencabik-cabiknya.

Telepon Aike berdering tepat di saat suasananya menghening, Aike sontak menatap kearah jam dinding. Jam dinding sudah menunjukkan pukul 10 malam, sesuai janjinya Dereck akan menghubunginya dan meminta jawaban apa yang akan dipilih oleh Aike.

Aike memencet tombol jawab, belum sempat ia berbicara ayahnya sudah merebut ponselnya.
"Aku tidak akan menyerahkan proyek itu sampai aku mati. Kalau kau sangat menginginkannya langkahi mayatku dulu" Teriak ayahnya tepat dilubang speaker hp Aike.

Dereck berdecak, tidak ayah tidak anak tingkahnya sama saja sama-sama hobi untuk meninggikan suaranya. Dereck sengaja menyalakan speaker hpnya agar Cyrus dapat mendengarnya. Cyrus ingin berteriak memberitahu Aike dirinya berada dimana sekarang namun mulutnya dilakban dengan sangat erat. Tidak hanya mulut, kaki dan tangannya juga di ikat dengan sangat kuat.

Ia mencoba meronta-ronta untuk melepaskan diri namun hasilnya sia-sia yang ia dapatkan malah luka di kaki dan tangannya.

"AYAH!!" Aike sempat berteriak tepat sebelum Ayahnya mematikan panggilannya. Aike berhasil merebut hpnya kembali namun saat ia mencoba menghubungi Dereck lagi, Dereck sengaja untuk tidak menjawab panggilannya.

"SIALAN" umpat Aike tak peduli di depan ayahnya.
Sebelum Dereck menghapus jejaknya lagi, dengan cepat Aike mengirim nomor Dereck kepada bawahannya untuk segera meminta profesional melacak lokasinya. Profesional yang ia pekerjakan sebagai bawahannya bukanlah semata orang biasa, hal tersebut membuat Aike sangat percaya diri mereka dapat melacak Dereck malam ini juga.

"Karena inilah keputusan ayah, aku tidak akan menyerahkan proyeknya kepada Dereck." akhirnya ayahnya dapat bernafas dengan lega setelah mendengar keputus asaan Aike untuk memaksanya melepaskan proyek itu.

"Tapi.. " mendengar ada kata tapi, firasat ibu dan ayahnya menjadi tidak enak..

"Mulai sekarang aku bukan lagi bagian dari keluarga Austerlitz" Ayah dan ibunya terkejut, pada awalnya ia mengira Aike hanya mengancam mereka saja namun..

Aike melanjutkan pembicaraannya, sambil memandang wajah mereka satu persatu.
"Tara (Nama kakak Aike, sebelumnya Aike masih memanggilnya dengan sebutan kakak, namun karena ia sudah memutuskan hubungan keluarga dengan mereka mulai detik itu juga Aike memanggilnya dengan nama tidak dengan sebutan kakak lagi) kau bisa mengambil alih posisiku mulai sekarang dan proyek pembangunan berskala besar itu kau sendiri yang mengurusnya. Dan Clara jangan pernah memanggilku kakak lagi, jika kita bertemu panggil saja aku Aike."

"Untuk ibu terima kasih sudah melahirkanku, aku sangat bersyukur tapi aku juga sedikit kecewa kenapa aku terlahir di keluarga ini. Dan terakhir untuk ayah semoga dirimu sehat selalu." Aike beranjak pergi begitu selesai mengucapkan kata-kata yang berhasil membuat semuanya terdiam dan mematung diruang tamu.

Clara satu-satunya yang berani bergerak saat itu, ia menangis histeris mengejar kakaknya, begitu-begitu ia sangat menyayangi Aike lebih dari siapapun ia benar-benar tidak ingin membiarkan Aike pergi. Ia merasa jika ia membiarkan kakaknya pergi sekarang, mungkin ia tidak akan bisa bertemu dengannya lagi.

"Kakak maafkan aku, aku .. aku bersalah." Clara merentangkan kedua tangannya tidak ingin membiarkan Aike pergi.

"Clara aku tidak tahu apa yang kau katakan hari itu padanya hingga membuat ia pergi keluar rumah, tapi aku berharap dia pergi hari itu bukan karena obrolan yang kalian lakukan" Aike mendorong pelan Clara membuat ia tergeser beberapa langkah,  melihat ada celah Aike berjalan pergi tanpa mengindahkan Clara yang menangis histeris didepannya.

"Kak Aike.. dengarkan aku terakhir kalinya" panggilnya lirih

Aike menghentikan langkah kakinya, namun ia tidak menoleh sedikitpun kearah belakangnya. Ia tidak ingin melihat raut kekecewaan ayah dan ibunya yang berdiri dibelakangnya, memang lebih baik ia terus menatap kedepan. Ia juga tidak ingin melihat ibunya yang menangis tersedu-sedu dibelakangnya, ibunya sedang ditahan oleh ayahnya jika tidak Aike yakin ibunya akan berlari dan menahannya sekarang agar tidak pergi.

"Apa" tanya Aike dengan dinginnya.

"Hari itu aku niatnya ingin bercanda pada kak Cyrus aku berkata padanya bahwa kak Aike punya tunangan dan aku menyuruhnya jangan terlalu merasa istimewa karena.. " Clara tidak bisa melanjutkan omongannya, tenggorokannya serasa tercekat, tapi setidaknya ia jujur dengan kakaknya atas perbuatannya, ia sudah menaggung resiko akan dibenci oleh kakaknya daripada ia harus hidup menanggung rasa bersalah.

Aike menahan amarahnya terlihat dari kepalan tangannya, jika Clara bukan adik perempuannya mungkin sekarang ia sudah tergelatak dilantai dengan bersimbah darah.

Tara menghampiri Clara dan berusaha menenangkan adik kecilnya itu.
"Clara sudahlah jangan menangis lagi"

"Tara" panggil Aike tanpa menoleh kearah Tara, Tara penasaran kali ini apa yang akan dikatakan oleh Aike lagi.

"Jika aku sudah menemukannya, jangan lupa berterima kasihlah padanya. Karena dia anak bodoh itu berani untuk berbicara." Anak bodoh yang dimaksud oleh Aike adalah anak laki-laki Tara yang bernama Damian. Kakaknya sempat terkejut setelah mendengar perkataan Aike, ia mengira Aike lah yang berhasil memicu anaknya untuk berbicara pasalnya kemarin setelah ia kembali dari rumah Aike ia melihat anaknya berubah dan tampak normal seperti anak-anak lainnya, semenjak pulang dari sana Damian juga banyak berbicara dan bertanya pada ayah dan ibunya. Tara tidak menyangka justru Cyrus lah yang menjadi pemicunya.

Setelah mengatakan kalimat terakhirnya, Aike benar-benar pergi dari rumah itu, Tara dan Clara memanggilnya berkali-kali namun ia tidak lagi berhenti untuk mendengarkannya.

Aike lelah ia merasa sangat lelah hari ini, ia menepikan mobilnya dibawah pohon dan beristirahat sejenak.

Aike ingin sekali tetap terjaga namun matanya sudah tidak bisa diajak bekerja sama, ia sempat terlelap beberapa menit.

Ia terbangun dari tidurnya setelah ponselnya berdering cukup nyaring disakunya.

'Tuan Aike kami berhasil melacak posisi mereka'

Matanya yang semula ngantuk tiba-tiba menjadi jernih begitu mendengar informasi dari sekretarisnya barusan.

"Baik, Leo segera kerahkan semua bawahanku dan pergi kesana."

Debt and Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang