▪︎ 33. Penjara ▪︎

26 12 2
                                    

Heyoo selamat membaca~





***


Aku tidak jadi berkunjung sore hari ke penjara, karena memang jadwal kunjunganku. Sehingga pagi ini aku baru berangkat ke kantor polisi. Memastikan Giel tetap di sana dan tidak mencoba kabur. Bahaya jika ia kabur. Selain dimangsa oleh massa, ia juga tidak bisa menunjukkan wajahnya karena terpampang jelas di berita kemarin.

Aku menghela napas pelan setelah turun dari motorku. Kini melangkah menuju lobby kantor polisi. Seorang pria memintaku menyebutkan tujuan kedatangan. Setelah itu, ia mempersilakanku masuk dengan dikawal oleh polisi lainnya.

Aku tidak masalah, untuk jaga-jaga juga jika terjadi sesuatu denganku di dalam saat bertemu Giel. Aku tiba di depan sel.

Di sana, Giel seorang diri. Meringkuk di pojokan.

"Bangun! Bangun!" Sipir di sebelahku mengetuk-ngetuk sel dengan tongkatnya. Membuat Giel yang tertidur jadi terganggu.

Laki-laki itu menggeliat, bangun. Terduduk menatapku datar. "Saya gak mau ketemu siapa-siapa, Pak."

Ia kembali membelakangiku. Mencari posisi nyaman untuk tidur.

Aku menggeleng pelan saat sipir hendak mengetuk pentungannya lagi. Membiarkan laki-laki itu membelakangiku, karena aku tau ia tak benar-benar tidur.

Sipir itu mengerti, ia menjauh setelah aku mengode ingin berbicara serius dengan Giel. Mengatakan semua hal yang ingin kukatakan.

Aku berdehem pelan, berusaha tak melirik sosok yang berada tak jauh dari Giel. Sosok itu mengambang dengan daster lusuh dan rambut panjang menjuntai. Aku mengabaikannya, kembali menatap punggung Giel.

"Saya berterima kasih karena side gak kabur," kataku memulai.

"Sebenarnya saya berharap side bisa berubah setelah keluar dari sini nanti. Tapi kalo gak juga, saya pengen side ngerasain yang dirasain sama korban-korban side. Meski saya gak tau apa alasannya side ngelakuin teror, tapi saya tetap berharap side jadi orang baik ke depannya."

Aku tersenyum simpul. Walau Giel masih memunggungiku, aku ingin mengatakan semua hal yang ingin aku sampaikan.

"Jujur, saya awalnya marah sama kelakuan side. Tapi saat saya lihat dari persepsi berbeda, ternyata ada sesuatu yang gak bisa saya pahami. Sebuah fakta cinta segitiga yang berujung obsesi. Di luar itu, saya gak membenarkan juga perilaku Gio, karena dia juga salah karena udah melakukan hal yang gak seharusnya. Saya tau, side pasti kecewa karena orang yang side cintai mati hanya karena Gio. Tapi sayangnya, hal yang gak side tau, Paramitha gak mati bunuh diri. Dia keguguran dan mengalami sepsis."

Aku diam beberapa saat. Mengambil jeda untuk bernapas dan berusaha tidak terbawa perasaan ketika mengatakan hal yang berhubungan dengan almarhumah Paramitha.

"Cukup. Saya gak mau denger lagi."

Aku mengangguk, tidak akan kuuraikan lagi. Aku akan biarkan semuanya mengambang seperti keinginannya. Namun, satu fakta lagi yang harus kuberitahukan.

"Paramitha ngelakuin itu sama Gio karena sama-sama mau. Bukan paksaan sepihak. Jadi, percuma side kesal hanya karena perasaan cinta bertepuk sebelah tangan yang side rasain."

Ternyata ia masih setia memunggungiku. Tak terkecoh untuk berbalik. Tak apa, aku paham, mungkin dia memang terlihat tak peduli. Siapa tau isi hati manusia?

Aku mengangguk-angguk, mungkin hanya itu yang akan aku sampaikan. Oh iya, satu lagi.

"Setelah ini saya gak bakal ke sini lagi. Jadi, saya mau ingetin kalo ada sesuatu yang selalu berdiri di samping side. Jangan dipikirin, slow aja kayak gak pernah denger kalo saya ngomong gini. Saya pamit, selamat pagi. Semoga harinya menyenangkan."

Meski aku berkata begitu, tetapi aku berharap ia kepikiran dengan perkataanku. Tidak tanggung-tanggung, sebuah mental yang kuat dibutuhkan untuk menjadi lebih kuat. Bukankah begitu?

Haha, tapi aku berdoa bahwa ia tidak apa-apa. Aku berharap ia bisa bertobat dan menjadi orang baik nantinya.

Aku bergerak, mengode pada sipir bahwa urusanku selesai.

"Sudah selesai, Mas?"

Aku mengangguk sebagai jawaban. Kemudian sipir itu menuntunku untuk keluar dari ruangan. Kembali ke lobby kedatangan.

Aku mengucapkan terima kasih dan pamit pada sipir itu serta polisi yang berjaga di meja. Setelahnya aku benar-benar keluar dari sana. Kini menuju motorku yang terparkir di halaman parkirnya.

Sebelum benar-benar pergi, aku membuka ponselku. Melihat balasan yang dikirim oleh Argan. Sebab, tujuanku sekarang adalah ke rumahnya.

Argan'Bio
|Mamiq ada di rumah, kamu bisa langsung ke sini

Aku mengembuskan napas pelan. Semuanya sudah tuntas. Kini giliranku untuk menyelesaikan masalah personalku. Yakni menutup mata batinku.

***

Penunggu Kamar Pojok Asrama✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang