Note :
Mohon bijak dalam membaca🙏🏻
Di bawah ini *cara menutup mata batin yang sy cari di google (lupa tulisan siapa). Bagi yang memang punya indera keenam atau punya kelebihan seperti Agusta, jika tidak ingin menghilangkan kelebihan itu, diharapkan tidak membaca niatnya dengan yakin.
Mohon juga koreksinya bila cara tersebut ada kurang atau salahnya, terima kasih sebelumnya🙏🏻Selamat membaca~
***
Kini aku sudah sampai di rumah Argan. Laki-laki itu datang menyambutku. Pakaiannya serba putih, dari peci hingga jubahnya. Seolah memang sengaja menggunakannya hari ini. Biasanya aku melihatnya solat dhuha dengan sarung motif kotak-kotak kebanggannya serta baju koko warna coklat kacang.
"Assalamualaikum, Mamiq," sapaku begitu dituntun masuk oleh Argan ke rumahnya.
Tepat di beranda rumah, sudah duduk dua orang berpakaian putih pula. Persis seperti Argan. Salah satunya adalah ayah Argan yang biasanya dipanggil Mamiq, yang dalam bahasa Sasak artinya ayah. Kemudian di sebelahnya adalah paman Argan, yang tidak kuketahui namanya.
Aku duduk di depan pria paruh baya bersorban itu. Aku mengulas senyum simpul, mengangguk sopan saat ia menanyai perihal aku siap atau tidak untuk menutup mata batinku.
Tentu saja, aku sudah siap lahir batin. Sebab, aku tidak ingin terlibat lebih jauh lagi dengan hal gaib. Biarlah aku tidak melihatnya, daripada iba ingin membantunya lagi.
"Bagaimana, Gus?"
"Nggih, Miq, saya siap nutup mata batin."
"Tapi tiang cuma kasih tau caranya, Gus, karena tiang gak pakai metode ruqyah kayak orang-orang. Cukup dengan keyakinan diri orang itu sendiri. Jadi, masih mau lanjut?"
Aku mengangguk, tentu saja. Aku sudah sejauh ini sampai datang ke rumah Argan, jadi tidak mungkin aku mundur.
"Gini Gus, side bisa niat menutup mata batin seyakin-yakinnya lillahi ta'ala. InsyaAllah side bisa lepas dari penglihatan itu."
"Nggih, kira-kira gimana caranya, Miq?" tanyaku meski dalam hati sudah ketar-ketir.
"Cukup dengan sholat hajat, Gus. Niat yang seperti tiang katakan tadi, dan ini bacaan yang bisa diikuti," ucap Mamiq seraya menyerahkan secarik kertas kepadaku.
Aku mengambilnya, melihat rangkaian tulisan Arab serta cara pelafalannya dalam huruf latin. Tanpa sadar aku membacanya dalam hati. Tidak sulit, hanya saja doanya cukup panjang untuk dihafalkan.
—
Cara yang InsyaAllah manjur menutup mata batin:
- Niat Lillahi ta'ala (diucapkan 3 kali dengan seyakin-yakinnya)
- Melaksanakan sholat hajat 2 rakyat
- Usai sholat membaca istigfar sebanyak 33× dan Ya Allah sebanyak 99×
- Kemudian membaca doa :"Bismillahirohmanirohim. Alhamdulillahirobbil ‘alamin wa shollalohu ala sayyidina muhammadin wa ala alihi wa shohbihi wasallam, Ya khoirol mas’uliin, Ya mujiiba da’watil mudtorriin , Ya ilahal ‘alamin bika anzalta hajati wa anta a’lamu biha faqdiha. Allohumma anta laha wal likulli hajatin faqdiha bifadli, Bismillahirohmanirohim ma yaftahillah linnasi mirrohmatin falaa mumsika laha."
- Tutup dengan mengucapkan :
“Ya Allah tutuplah indera ke-6 saya sehingga saya tidak lagi bisa melihat mahluk/alam gaib."
—
(Sumber: google)"Saya sholat seperti biasa, Miq? Kayak sholat tahajud, tapi beda doa? Doanya pakai yang ini?" Aku menunjuk tulisan di kertas yang sudah kubaca.
"Nggih, Gusta. Side sholat jam 3 dini hari, minta keridhaan Allah untuk nutup mata batin side. Lakukan itu selama seminggu penuh dan tepat waktu, insyaAllah Allah ijabah doa side bila side bersungguh-sungguh."
Ada ketenangan tersendiri saat mendengar Mamiq. Tutur katanya yang lembut membuatku rindu akan sosok ayah yang sudah jauh di sana. Tak ayal aku melayangkan Al-Fatihah untuk ayahku di sana, semoga selalu ditempatkan di tempat sebaik-baiknya.
"Terima kasih, Miq, saya bakal usaha sungguh-sungguh supaya membuahkan hasil." Aku mengangguk mantap, yakin dengan hasilnya. Aku percaya Allah itu tidak tidur.
"Kalo gitu saya pamit ya, Miq. Saya kira tadi mau diruqyah, eh ternyata ngelakuinnya sendiri," ucapku sambil meringis pelan.
"Ndak apa, Gus, biasanya mereka minta langsung diruqyah, tapi justru itu butuh ketenangan yang cukup lama. Gak bisa diprediksi juga manjur atau gaknya, tergantung segimana yakinnya kita ke Sang Maha Esa," ujar Mamiq membuatku mengangguk pelan.
"Ya sudah, Gusta boleh pulang. Atau mau makan di sini dulu? Kebetulan tadi Umi baru selesai masak."
Aku melirik Argan yang hanya diam sedari tadi. Agak merasa tak enak pada laki-laki yang kini terlihat rapi itu. Padahal jika bertemu di kampus, ia selalu terlihat tak pernah menyisir rambut.
"Ayo, Gus, saya ajak ke kamar dulu. Ada yang mau saya bahas juga," ucap Argan akhirnya sebelum aku menolak untuk ikut makan bersama.
Aku mengangguk sopan ke arah Mamiq dan saudaranya itu. Pamit menyusul Argan yang lebih dulu masuk ke rumah.
Aku segera mengekori laki-laki itu. Ia masuk ke salah satu ruangan yang kuyakini kamarnya. Ia menutup pintu setelah aku masuk.
"Ini, Gus. Saya dikasih sama bang Budi, tapi saya gak paham. Terus bang Budi juga larang saya buat buka karena katanya kalo saya buka, saya bakal nyesel." Argan memberikan sebuah amplop putih ke arahku.
Pada amplop itu terdapat cap merah di sana. Itu tandanya bahwa memang benar-benar dari bang Budi. Sebab, ia selalu menggunakan cap merah untuk menandai barang miliknya.
Aku membukanya, tak menghiraukan Argan yang terkejut. Mulai membaca isinya.
Beberapa menit setelahnya, aku menghela napas pelan. Ternyata bukan apa-apa. Hanya permintaan maaf dari bang Budi yang sebenar-benarnya.
"Gimana, Gus?" tanya Argan yang sepertinya penasaran dengan isi surat itu.
"Hanya permintaan maaf, dan ada rahasia yang memang gak semua orang boleh tau."
Argan hanya mengangguk, tak bertanya lebih lanjut. Setelahnya kami keluar karena dipanggil oleh Umi. Sepertinya hidangan makan siang sudah siap. Alhamdulillah rezeki datang tak disangka.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Penunggu Kamar Pojok Asrama✔
Horror[Follow sebelum baca!] Hari pertama menapaki asrama yang terlihat kuno itu, Agusta Afriandi tak ada merasakan keanehan. Namun, saat tiba tengah malam, ia dikejutkan dengan penampakan arwah laki-laki berwajah pucat dengan goresan merah pada lehernya...