09. Kejahatan Bian?

826 108 12
                                    

HAPPY READING!!!

"Terkadang, orang asing bisa menjadi seperti keluarga. Dan keluarga, justru menjadi seperti orang asing."


⏳⏳⏳


"Ngancem apa?"

"Emm... Tapi lo janji buat diem? Gue bakal selesaikan semua sendiri kok. Tapi bukan sekarang. Ini cukup sulit buat gue."

Gerald mengangguk saja. Lagi pula, dia sudah menganggap Zayyan seperti adeknya sendiri. Jadi, apa yang bisa dia perbuat?

"Gue punya bukti kejahatan mereka. Dan mereka juga punya bukti kejahatan abang gue."

Mendengar itu, Gerald langsung kebingungan. "Maksud lo? Kejahatan abang lo yang kaya setan itu?"

Zayyan mengangguk saja, karena memang kenyataannya Bian seperti iblis.

"Terus apa hubungannya sama lo? Lo ngelindungin abang lo gitu?" Gerald tak habis pikir. Sejak masih memakai seragam biru putih, Zayyan selalu menceritakan tentang keluarganya yang tidak pernah menganggapnya. Bagaimana teganya mereka memukuli Zayyan, bahkan terkadang Gerald juga mengobati luka-lukanya.

"Apa yang lo pikirin sampai ngelindungin orang sialan kaya dia sih?! Dan sekarang kejahatan seperti apa yang dia lakuin sampai lo nyembunyiin segininya?!"

Zayyan menunduk. Jujur ia sangat ingin menangis. Menyembunyikan kejahatan Bian kali ini memang sangat tidak dibenarkan.

"Tabrak lari," lirihnya yang masih di dengar Gerald.

"APA?! BANGSAT!" Gerald langsung berdiri saking terkejutnya.

Zayyan menutup matanya merasa takut dengan bentakan Gerald. Cowok itu terlihat sangat marah.

"Lo udah gila?! Ini udah lebih dari kriminal. Lo nggak bayangin korbannya gimana Zayy?! Ya Tuhan, lo bego banget anjing!" Gerald mengusap wajahnya kasar. "Tabrak lari anjing! Gila udah gila!"

"Waktu itu gue takut abang masuk penjara kalau ketahuan. Dan semua itu pasti salah gue kan?"

"Nggak! Kalaupun dia masuk penjara ya karena emang kesalahannya! Bukan karena lo." Gerald mulai memelankan suaranya.

"Tapi kan gue yang bocorin infonya." Zayyan mendongak, mencoba menatap Gerald yang terlihat kecewa padanya.

"Dia aja nggak pernah mikirin lo. Kenapa lo harus mikirin dia? Pikirin diri sendiri dulu Zayy. Lo udah terlalu sakit dari kecil." Gerald mendekat dan memeluk Zayyan mencoba menyadarkan anak itu. Dia memang emosi, tapi dia tahu apa yang ada di pikiran Zayyan. Anak itu terlalu takut untuk bertindak. Apalagi tentang keluarganya yang sejak dulu menjadi harapan terbesar Zayyan untuk bahagia. Ternyata... Sampai sekarang pun tetap sama.

Mendengar kata-kata Gerald, entah mengapa membuat dada Zayyan sesak. Dia ingin menangis. "Gu-gue emang bego." Akhirnya pertahanannya runtuh. Zayyan menangis sejadi-jadinya di pelukan Gerald. Andai abangnya seperti ini, pasti Zayyan sangat bersyukur diberikan kenyamanan yang selalu dia inginkan.

"Jadi apa rencana lo untuk ini?"

Zayyan menggeleng. "Nggak tau. Kasih gue waktu buat pikirin ini ya bang. Gue belum siap."

Gerald mengangguk. "Tapi kalau bukti anggota gue, gue boleh minta kan?"

"Boleh. Tapi, lo bisa pastiin video abang gue aman dulu nggak?"

"Bisa gue atur."

***

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Tapi Zayyan belum kembali ke rumah. Regi dan ketiga anaknya sudah berkumpul di ruang tamu. Entah apa yang ingin mereka bicarakan, tapi sejak tadi hanya saling diam dan sibuk pada kerjaan masing-masing. Seperti Bian yang sibuk bermain game, sementara Bhima sibuk menghubungi Zayyan yang justru mengabaikan panggilannya.

Zayyan's Different Life ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang