"Sedia payung sebelum hujan. Sedia mental sebelum diterjang cobaan."
⏳⏳⏳
Dunia ini memang selalu banyak kejutan. Ada banyak hal yang terkadang di luar nalar. Hal yang tidak pernah kita sangka akan terjadi, juga hal yang secara tiba-tiba membuat kita merasa terpuruk dan tersakiti.
Dunia memang berputar. Tapi bagi Dean, perputaran itu terlalu singkat. Sesingkat Dean kehilangan banyak orang yang ia sayang. Mulai dari sahabat, kemudian adeknya. Semua pergi dari hidupnya, atau dia yang menjauh?
Mengingat obrolannya dengan Zayyan, tidak bisa Dean pungkiri, cowok itu sangat merindukan moment-moment menyenangkan bersama anak-anak dari keluarga Umbara. Dulu, mereka sangat dekat. Bermain bersama, sekolah bersama, dan belajar apapun bersama.
"Dean! Kamu curang ya mainnya. Nggak boleh dipegang bolanya!" teriak Bian kesal saat melihat Dean membopong bola dan memasukannya ke gawang.
"Lagian lama!" sewot Dean yang wajahnya sudah memerah dan bercucuran keringat. Ia melihat Bhima yang hanya duduk menonton sambil memakan ice cream. "Ih Bhima curang! Mana ice cream buat kita?"
Mendengar perkataan Dean, Bian ikut menoleh dan melihat kembarannya yang memang sedang santai sendiri. Mereka berdua pun mendekat dan menyodorkan tangannya meminta jatah.
Dengan malas, Bhima memberikan masing-masing dari mereka satu ice cream yang memang sudah ia bawa. "Dua singgit," ucapnya bercanda.
Dean menggeleng sambil membuka bungkus ice cream nya. "Nggak ada duit nih. Adanya...." Dia menggantung ucapannya.
"Adanya?" tanya Bhima serius.
BROTT!
Dean kentut! "Ih... Jorok banget kamu!" heboh Bian yang langsung mendorong Dean menjauh. "Bau tau!"
Dean langsung tertawa keras. "HAHAHA! Maaf, tiba-tiba keluar."
Bhima menatapnya malas. "Nggak akan aku kasih ice cream lagi."
Ketiganya kembali bermain dan bercanda. Para bocah berusia 7 tahun itu berlarian kesana-kemari tak kenal lelah. Sampai di mana seorang datang dan melihat mereka bermain.
"Abang, boleh Zayyan ikut main?" tanyanya sambil membawa boneka beruang kesayangannya.
"Heh anak kecil nggak boleh ikut!" teriak Bian tak suka. Dia nggak sadar apa kalau dia juga masih kecil? "Main sendiri sana!'
Zayyan melengkungkan bibirnya ke bawah merasa sedih. Si kecil ini tidak pernah tahu kenapa abangnya selalu menolak untuk bermain bersamanya. Bahkan, seluruh keluarganya. Dia hanya bermain dengan Bi Reni setiap harinya. Dan itu sangat membosankan. Zayyan juga ingin punya teman dan bermain bersama seperti yang lain.
Dean menghampiri Zayyan dan menggendongnya untuk duduk di kursi. Zayyan 5 tahun memang sangat kecil. "Adek mau main apa?" tanyanya sambil mengelus kepala Zayyan pelan.
"Ih Dean! Ngapain sama dia sih. Ayok main lagi!" teriak Bian kesal.
Dean pun menolah dan menggeleng. "Aku capek!" jawabnya.
Zayyan memandangi wajah Dean dengan diam. Kakak di depannya ini memang selalu baik, tidak seperti abangnya. Yang Zayyan tahu, kakak ini tinggal di rumah depan. Walaupun sering melihatnya, Zayyan tidak begitu dekat.
"Zayyan mau main lego di dalam. Boleh?" tanyanya hati-hati. Ia takut akan kena amukan seperti yang biasa abangnya lakukan. Dan tanpa disangka, Dean justru mengangguk dan tersenyum membuat Zayyan bersemangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zayyan's Different Life ✓
Teen FictionKeluarga harmonis adalah impian setiap orang. Dan Zayyan sudah mendapatkannya. Zayyan Ruby Abraham namanya. Ia lahir dari keluarga yang sangat sempurna, pengertian, dan selalu membuatnya terus bersyukur. Sedangkan di lain tempat, Zayyan Ghifariel. T...