"Kenapa hal menyakitkan itu selalu mudah teringat? Tidak bisakah yang datang bahagianya saja?"
⏳⏳⏳
Sejak kejadian pulang sekolah tadi, Zayyan tidak keluar kamar sama sekali.
Sekarang sudah cukup malam. Tapi Zayyan masih sibuk mencari informasi tentang kehidupan dia yang sebelumnya. Tapi seolah ditelan bumi, tidak ada sedikitpun info yang cowok itu dapatkan.
"Kalau emang takdir udah kaya gini, gue akan coba terima. Tapi... Akh! Baru awal aja dah kena gampar gini!" ucapnya sambil memegangi pipinya. Zayyan masih teringat bagaimana kerasnya tamparan Bhima.
Cowok itu tiba-tiba diam, ia merasa tidak asing dengan kejadian ini. "Gue merasa udah mulai menyatu dengan perasaan di tubuh ini." Zayyan menghela napas kasar. Matanya melihat ke arah luar di mana hujan turun deras.
"Biasanya jam segini lagi kumpul di ruang keluarga. Bunda... Zayyan kangen." Hatinya sakit membayangkan betapa hangat keluarganya. Berbanding terbalik dengan hidupnya yang sekarang sangat sepi.
"Pengen peluk Bunda."
Tanpa Zayyan sadari, ada seseorang yang berdiri di pintu kamarnya. Pria itu memandangi Zayyan yang membelakanginya dengan ekspresi tak terbaca. Kemudian melangkahkan kakinya pergi dari sana.
"Sejak kapan anak itu memanggil Maya dengan sebutan bunda?" Regi, pria itu sebenernya ingin melampiaskan kekesalannya hari ini pada Zayyan seperti biasa. Perasaanya selalu cukup lega jika sudah menyiksa anak itu. Tapi sekarang, entah kenapa ia merasa harus menundanya.
"Kenapa saya repot-repot memikirkan itu?" Regi menggelengkan kepala, tangannya membuka pintu kamar disambut dengan aroma lavender kesukaan sang istri. Regi sangat mencintai Maya. Mereka adalah pasangan sejak bangku SMA. Banyak sekali suka dan duka yang telah mereka alami bersama. Bagaimana Regi bisa melupakannya?
Regi berjalan pelan sembari mengendurkan ikatan dasinya. Ia menatap satu bingkai foto di atas nakas lalu meraihnya. Menatap dalam wanita cantik di foto itu dan tersenyum tipis.
"Hampir 17 tahun sayang. Kamu kapan menemuiku lagi hm?" Jemarinya mengusap lembut foto. "Aku butuh kamu."
***
"Zi, gimana keadaan anak itu?"
"Gue dapet kabar dia hilang ingatan."
"Wow! Jadi dia nggak ingat apapun? Termasuk ancaman dia sama kita? Good!"
"Tapi jangan seneng dulu, dia bisa inget kapan aja. Jangan gegabah."
"Akh! Gue nggak sabar pengen hancurin Si songong Bian anjing!"
"Zayyan ini bego nggak ketolong. Ngapain lindungin saudaranya yang brengsek padahal dia aja disiksa mulu."
"Apapun itu, dia pasti masih nyimpan bukti tentang geng kita, kan?"
***
Bian terdiam di kamarnya menikmati suara hujan dari luar yang cukup menenangkan. Tapi tidak dengan hatinya. Sedari tadi ia merasakan ada yang berbeda, tapi apa?
"Zayyan." Cowok itu reflek memikirkan adik bungsunya. Biasanya, setiap hujan seperti ini Zayyan selalu merengek minta ditemani. Adiknya itu tidak suka dengan suara petir. Tapi kenapa kali ini tidak. Bahkan sejak dari rumah sakit, Zayyan belum menyapanya dengan sebutan abang. Belum sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zayyan's Different Life ✓
Ficção AdolescenteKeluarga harmonis adalah impian setiap orang. Dan Zayyan sudah mendapatkannya. Zayyan Ruby Abraham namanya. Ia lahir dari keluarga yang sangat sempurna, pengertian, dan selalu membuatnya terus bersyukur. Sedangkan di lain tempat, Zayyan Ghifariel. T...