27. Regret?

580 80 22
                                    

"Berubah, Bi. Gue mau lo jadi orang baik."
-Dean

⏳⏳⏳


"Maaf, Tuhan berkehendak lain. Atas nama Abhima Umbara dinyatakan meninggal dunia."

"Nggak! Nggak anjing! Lo pasti bohong kan?!" Bian langsung berdiri dan berteriak. Cowok itu bahkan hendak memukul dokter itu jika Devin tidak menahannya.

Sang dokter hanya bisa ikut prihatin dengan keadaan. "Benturan itu terlalu keras dan merobek kulit kepalanya. Pendarahan hebat terjadi dan kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi mungkin tuhan lebih menyayanginya. Saya permisi dulu."

Semua orang terkejut dengan kabar ini. Badan Zayyan langsung melemas. "Abang! Hiks... Nggak mungkin," lirihnya. Bahkan untuk bersuara pun, dia tidak bisa. Dadanya begitu sesak. Kabar ini sangat menyakitkan.

"Bhim-- nggak! Gue nggak percaya. Gue mau masuk!" Bian berontak sampai Alex ikut memegangi cowok itu. "Lepasin gue anjing! Bhima nggak mungkin mati. Kita kembar, kita harus mati bareng!"

"Bi, udah. Biarin Bhima tenang. Jangan kaya gini." Bagas bergerak dan menarik Bian untuk didekapnya.

"Nggak! Tadi Bhima masih main basket sama kita. Tadi dia masih ketawa karena kita menang. Tadi dia ma-- hiks... Nggak mungkin kan, Bang?"

Bian merasakan dadanya yang begitu sesak. Bhima itu kembarannya. Mereka hadir bersama saat melihat dunia hingga tumbuh bersama. Tidak ada hari tanpa melihat kembarannya itu. Lalu, bagaimana Bian melewati harinya setelah ini?

Sejujurnya Bagas juga menahan diri untuk tidak meluapkan emosinya. Dia sangat tidak terima dengan kenyataan pahit yang tiba-tiba ini. Tapi dia seorang kakak tertua. Dia harus bisa menguatkan adik-adiknya. Bagas tidak boleh lemah!

"Semua sudah takdir." Hanya itu yang mampu Bagas ucapkan. Matanya ikut memanas merasakan tubuh Bian yang bergetar dan meraung tak terima.

Zayyan memerhatikan keduanya dengan mata yang memerah tanpa henti mengeluarkan bebannya. Leon yang ada di sampingnya pun sampai tidak tega melihat berantakannya Zayyan sekarang. Bahkan seragam cowok itu masih kotor karena darah Bhima. Tapi dia tidak bisa berbuat apapun sekarang.

Atha pun menggeser tubuhnya dan memeluk Zayyan. "It's oke... Semua udah takdir yang nggak bisa kita ubah."

Mendapat pelukan hangat itu, tangisan Zayyan semakin pecah.

"Bang... Semua karena Zayyan. Kalau Bang Bhima nggak dorong Zayyan pasti-- hiks... Nggak mungkin."

"Iya semua salah lo! Lo lagi dan lagi anjing! Emang lo lahir cuma bawa sial." Bian menatap Zayyan dengan penuh amarah. "Harusnya lo yang mati bukan Bhima!"

Zayyan yang masih di pelukan Atha semakin mengeratkan pelukannya. Ia hanya mendengarkan bagaimana Bian mencaci maki dirinya tanpa berniat menanggapi. Terlalu lemah untuk berdebat apapun sekarang.

Apakah memang dia harus mati?

***

Seorang gadis berjalan kesana-kemari di dalam kamarnya. Bahkan ia tengah menggigiti kukunya sendiri saking paniknya. Rencananya tidak berjalan lancar. Semua kacau karena ulahnya. Bagaimana sekarang?

Milea sudah mengugurkan kandungannya dari semenjak aibnya itu tersebar. Gadis itu pindah ke sekolah lain untuk memulai kehidupan baru. Tapi, dia yang masih marah pada Zayyan yang beberapa kali selalu memergokinya saat sedang nakal. Membuat Milea menyimpan dendam dan berpikir memang Zayyan yang menyebarkan semua keburukannya waktu itu.

Zayyan's Different Life ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang