17. Makam Mikhael

530 83 27
                                    

"Kunci utama sebuah keberhasilan adalah usaha dan kepercayaan diri. Jangan lupa berdo'a untuk diri sendiri."

⏳⏳⏳

Bukankah setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua dan memperbaiki diri menjadi lebih baik? Itulah yang sekarang Bian dapatkan. Sejak kejadian itu, Dean membebaskannya. Membiarkan semua berlalu dan menganggap hal yang lalu itu hanya sebuah kecelakaan dan takdir yang memang sudah ditentukan. Sudah tampan, baik hati, kurang apalagi Dean ini? Ya, kurang bisa dimiliki:)

Tapi, tidak semudah itu. Dean memberikan wejangan yang cukup panjang sampai Bian sedikit membuka pikirannya. Keluarga adalah mereka yang pertama dalam hidupnya. Sejak kecil, Dean adalah anak yang kekurangan kasih sayang karena orang tuanya yang sibuk bekerja. Sampai, hadirnya adek kecil yang membuat hari-harinya lebih hidup. Dean yang biasanya keluar dan pulang ke rumah semaunya, menjadi Dean yang selalu pulang tepat waktu karena ingin menemui malaikat kecil itu.

"Lo harus berubah. Sikap lo yang selama ini buat Zayyan sakit dari mental sampai fisik, semuanya harus lo ubah. Sebelum semuanya terlambat!"

"Tapi dia ud--"

"Lo yang sakit anjing! Udah gila kali nyalahin bayi yang nggak tau apa-apa."

Dean mengalihkan pandangan dan mengusap wajahnya frustasi. Kebencian dan sikap Bian memang sudah terlalu jauh. Cukup sulit untuk membuat cowok itu berpikir jernih dan bertindak sebelum semuanya terlambat. Dean yakin, suatu saat Bian akan merindukan Zayyan jika anak itu tidak lagi di dekatnya.

"Dia bahkan yang sembunyiin bukti video lo selama ini. Dia takut lo masuk penjara!" Dean menatap cowok di depannya dengan kesal. "Lo mikir nggak sih? Anak sebaik dia tiap hari lo bikin sakit hati?"

"Lagian tuh anak juga udah biasa," jawab Bian enteng.

"Brengsek! Lo dibaikin ngelunjak ya?!" Dean mulai hilang kesabaran dan mengeluarkan suara kerasnya. Wajah Bian terlihat sangat memuakkan di mata Dean.

"Iya iya nanti gue coba. Lo tau kan gue dari kecil nggak deket sama dia? Ini bakal butuh waktu yang lama."

Dean mengangguk saja. "Intinya jangan sakitin Zayyan lagi."

"Iya... Sekarang anterin gue ke makam adek lo. Gue mau minta maaf meskipun udah terlambat banget."

Kematian memang bisa datang kapan saja. Entah muda ataupun tua, sakit atau sehat, semua orang akan mendapatkan takdirnya masing-masing. Bisa saja sekarang kamu masih asik bermain ponsel, tiba-tiba besok pagi sudah tidak bisa melihat dunia ini. Rencana Tuhan memang tidak pernah bisa kita duga.

Perjalanan menuju makam tidak memakan waktu yang lama. Hanya sekitar 30 menit mereka sudah sampai. Dean berjalan lebih dulu dan Bian mengikuti di belakang. Ada rasa sesak yang cowok itu rasakan. Penyesalan akan perbuatannya di masa itu kembali membuatnya ingin menangis. Bian tidak menyangka anak yang ia tabrak benar-benar adek dari Dean.

Tempat ini juga sering ia datangi saat berziarah ke makam mamanya. Kakek dan neneknya juga berada di makam yang sama.

"Ini dia makam Mikhael, adek gue." Dean berhenti tepat di sebelah makam itu.

Bian menatap dalam diam dan perlahan menurunkan tubuhnya untuk berjongkok dan mengusap nisan di depannya pelan. Dia seorang pembunuh? Dia menghilangkan nyawa anak yang harusnya masih menikmati masa kecilnya. Mendadak sesak di dadanya semakin terasa. Bibir Bian bergetar, matanya pun mulai memanas dan berair. Cowok itu menangis dan menjatuhkan kepalanya di atas nisan.

Zayyan's Different Life ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang