****
Anindhya menghisap santai rokok di sela jarinya, gadis yang malam ini menggunakan gaun hitam keluaran terbaru dari salah satu desainer ternama di negara ini.
Saat melihat kehadiran Tasya dan Ramitha, dia menginjak sisa puntung rokok itu, menggunakan heels hitam miliknya.
"Nin, mana Berlian?" Tasya mengedarkan pandangannya mencari gadis itu.
Anindhya tersenyum manis, "dia sudah kembali. Ayo, kita pergi, tidak ada hal menyenangkan lagi kali ini." Anindhya berjalan mendahului Ramitha dan Tasya.
Hanya Anindhya dan Ramitha yang tahu, apa yang terjadi pada Berlian. Mereka sengaja tidak memberitahu Tasya, gadis itu begitu polos, Anindhya pun berjaga-jaga, jika Tasya mengetahui hal yang sebenarnya terjadi, gadis itu akan keceplosan karena kepolosannya.
Berlian sudah Tipsy, gadis itu berjalan dengan sempoyongan. Bahkan, ia merasa sekujur tubuhnya begitu panas, ia sangat merasa gerah sekali malam ini. Ilham terus mengikuti langkah gadis itu dari belakang. Di tersenyum miring, Berlian memang cantik dan menggoda tentunya, Pikir Ilham dalam hati.
Ilham melihat keadaan lorong hotel ini, saat ia sudah memastikan keadaan aman. Ia langsung menarik Berlian menuju kamar yang sudah di siapkan oleh Anindhya.
Berlian mencoba memberontak, namun setiap sentuhan yang diberikan Ilham bisa meredakan rasa panas di sekujur tubuhnya.
"Lepa--s, lo mau apain gue!!!!" Berlian berteriak mencoba memberontak dengan sisa tenaga yang ia miliki.
Ilham tertawa, "bersenang-senang tentunya,"
"LEPAAASSS!!!!!! Gue gak mau!!" Teriak Berlian. Namun, Ilham nampak acuh, dia terus melakukan kegiatannya. Suara tangisan Berlian mengiringi kegiatan malam ini yang mereka lakukan.
Gadis itu mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai. Ia memukul tubuhnya berkali-kali, ia merasa begitu kotor saat ini. Bagaimana bisa ia dijebak oleh Anindhya. Gadis gila itu tidak pernah berhenti merundungnya selama ini. Setelah selesai menggunakan kembali pakaiannya, Berlian berjalan secara tertatih menuju pintu untuk keluar. Ia merasa hancur saat ini, bagaimana bisa ada manusia kejam seperti Anindhya di dunia ini.
***
Berlian memasuki kediamannya secara perlahan, jika sang Ayah tahu, ia baru kembali larut malam. Mungkin, kali ini ayahnya akan marah besar pada Berlian.
Ia berjalan pelan di tengah padamnya lampu, untuk menaiki anak tangga menuju lantai dua. Namun, cahaya lampu terang menghentikan langkahnya, ia dapat melihat wajah sang ayah, yang sudah menahan amarah melihat dirinya.
"Perempuan macam apa, yang pulang larut malam begini!!"
"Mau buat malu saya!!!" Bentak Satya Utama pada putri bungsunya.
"Maaf Yah, acaranya baru selesai." Ucap Berlian pelan.
"Kau sangat mirip dengan kakakmu, tidak bisakah, kalian membuat aku bangga, akan kehadiran kalian di dunia ini!!!! Menyusahkan saja, seperti ibumu!!" Ujar Satya, jujur Berlian sakit hati mendengar ucapan yang langsung keluar dari mulut ayah kandungnya sendiri.
"Kembali ke kamarmu, sebelum aku berubah pikiran untuk mengurungmu, Berlian!" Perintah Satya, Berlian segera berlari menaiki anak tangga, airmata gadis itu mengalir dengan deras. Bagaimana jika Satya mengetahui apa yang terjadi pada Berlian, dan harus kemana Berlian mengadu untuk semua kejadian buruk yang menimpa nya saat ini.
Berlian menjatuhkan diri pada tempat tidur miliknya, airmata itu kembali menetes membasahi setiap sudut mata indahnya. Andai ibunya tidak sakit, andai ibunya ada disini. Setidaknya, Berlian masih memiliki seseorang untuk mengadu dan berkeluh kesah atas masalah yang menimpa nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villian
RomanceHugo Darendra Aldrich, hanya tahu, Dunia itu indah, jika ada Ansara Mahatma.