Cerita yang berbeda

9 0 0
                                    

***

Daren membawa Ansara yang tertidur menuju lantai dua, Mansion keluarga Mahatma. Ia tersenyum tipis melihat Ansara yang sama sekali tidak terusik sama sekali. Gadis itu hanya menggeliat kecil, lalu terlelap kembali.

"Kau sungguh menggemaskan, An." Ucap Daren, setelah meletakan gadis kecilnya di ranjang.

"Kau tahu, setiap detik yang ku lalui, begitu terasa lama. Jika, kau tidak ada di sampingku, aku akan memaafkan segala kesalahan yang kau lakukan, asal kau tidak meninggalkanku." Ujar Daren, cowok itu mengelus pipi sebelah kiri Ansara.

Setelah melepaskan sepatu di kaki Ansara, Daren menarik selimut sampai sebatas dada. Ia tersenyum tipis, Ansara begitu cantik saat terlelap. Dan, berkali-kali lebih cantik saat tertawa.

Daren menutup perlahan pintu kamar milik Ansara, ia menyerit bingung saat melihat Ares sudah menunggu dirinya.

"Ayo, kita perlu bicara." Ares berjalan mendahului Daren, menuju ruang bermain Ansara di kala masih anak-anak. Ruangan yang masih sama persis seperti dulu, tidak ada yang berubah. Bahkan, beberapa mainan serta boneka milik Ansara tertata rapih di ruangan ini.

Ares mengambil boneka Lotso di atas lemari kaca, lalu melemparnya pelan ke atas. Daren menyerit heran melihat perilaku sahabatnya itu.

"Jika tidak penting, aku akan pergi!" Ujar Daren kesal.

"Kau ingat, ini adalah boneka pertama yang Ansara dapat dariku." Ujar Ares mengalihkan ucapan Daren.

Daren berdecih, "kau mau terlihat, paling pertama di hidup Ansara? Kau sedang pamer padaku?"

Ares tersenyum mengejek, "tentu, aku kakaknya. Aku laki-laki yang ia sayangi pertama kali selain Daddy,"

Daren mengambil bola voli, di sebuah keranjang merah muda. Dan melempar benda tersebut tepat mengenai wajah Ares.

"Bajingan lo, Ren!" Sungut Ares kesal, cowok itu mengelus pelan wajahnya yang sudah memerah. Lemparan Daren memang tidak main-main kerasnya.

"Apa yang ingin kau sampaikan, jangan bertele-tele,"

Ares menjatuhkan diri pada sofa merah muda, lalu mengadah ke atas mencoba menerawang pikirannya.

"Hari ini, tepat lima bulan setelah kejadian bunuh diri di AHS." Ucapnya tiba-tiba, Daren Hany menyerit bingung mendengar ucapan Ares.

Ares menegakkan tubuhnya, "Lo masih menyelidikinya?"

Daren mengangguk singkat, "kau akan terkejut, jika mengetahui sedikit bukti yang aku dan Louise temukan." Jawab Daren.

"Bukti apa?" Tanya Ares semakin penasaran.

"Kami mulai menyelidiki dari awal, aku dan Louise menyelidiki CCTV pada tempat kita mengadakan pesta. Untung saja CCTV disana tidak di retas, ku pikir pelakunya sedikit ceroboh." Ujar Daren.

"Lalu, apa hal yang akan membuat gue terkejut?" Ucap Ares kembali.

"Kau ingat, saat di temukan meninggal, Berlian di diagnosa sedang mengandung bukan?" Ares mengangguk membenarkan ucapan Daren.

"Itu point penting nya," sambung Daren kembali.

"C'mon bro, gue tidak sepintar lo dan Louise." Gerutu Ares.

"Direkaman CCTV, pada pukul 10 malam. Ramitha memberikan segelas minuman pada Berlian, dan kau tahu apa yang terjadi setelah itu?"

Ares berdecak kesal, "jelaskan secara detail, Ren."

Daren memainkan lidah di dalam rongga mulutnya, ia masih berpikir memberi pemikiran yang logis pada Ares.

"Baiklah, setelah hampir lima bulan ini, aku dan Louise benar-benar mengerahkan seluruh kemampuan kami, untuk mencari tahu akar dari kejadian yang menimpa putri keluarga Wijaya. Karena membawa nama baikku tentunya, kau tahu, dari beberapa analisis yang kami lakukan, ini semua berawal dari, saat Anindhya mengetahui jika Berlian menyukaiku. Adik angkatmu itu melakukan perundungan pada Berlian, bahkan mengancam gadis itu dengan beberapa surat cinta yang dikirim Berlian pada loker milikku,"

The VillianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang