***
"Mi, sepertinya jangan ganggu, anak itu. Saran gue kemarin lupain aja." Kata Tasya, mereka berdua sedang berada di kediaman Tasya.
"Kenapa? Nyali lo ciut!" Ejek Ramitha.
"Gak, cuma kemarin. Louise bilang sama gue, kalau Daren udah tunangan sedari kecil, dengan keturunan Mahatma. Dan, itu bukan Anindhya," Tasya mencoba menjelaskan segalanya pada Ramitha, ia tidak ingin jika memang pemikirannya benar. Itu akan merugikan sahabatnya, karena Daren pasti tidak akan tinggal diam.
"WHATTTT!!!!" Teriak Ramitha kaget mendengar penjelasan Tasya.
Tak berselang lama, Ramitha malah tertawa kencang. "Gue udah duga, gak mungkin Daren mau sama Anindhya." Ucapnya remeh. Ya, sejujurnya Ramitha tidak suka pada Anindhya. Ia mau berteman karena Anindhya adalah keturunan Mahatma, yang merupakan sahabat dekat keluarga Aldrich. Tujuannya adalah untuk mendekati Daren lebih tepatnya.
"Nyokap gue kenal sama tunangan Daren itu, bahkan beliau nyuruh gue untuk deketin dia. Supaya Daren menyetujui kerjasama bisnis antara perusahaan bokap gue. Dan perusahaan milik keluarga Aldrich," Tasya menopang dagu, ia jadi bimbang saat ini. Bahkan ia masih dibuat bingung, bagaimana bisa gadis itu hidup tapi keberadaannya tidak diketahui.
"Gue gak perduli, gue tetap harus kasih itu cewek pelajaran. Supaya gak perlu tebar pesona di AHS," Ramitha tersenyum miring, ia sudah merencanakan berbagai macam hal menyenangkan, untuk menyiksa siswi baru itu.
Tasya mengangkat kedua tangannya, "yang penting, gue udah kasih tahu lo."
Ramitha mencubit pipi Tasya gemas, "tenang aja, lagian, siapa yang berani ikut campur. Sekalipun itu Daren, cewek itu gak sepenting itu kan?"
Tasya diam, gadis itu tidak menyahut lagi.
***
Sementara di kediaman Mahatma, sedang terjadi aksi kejar-kejaran. Ansara terus mengejar Ares, yang mengambil kantung Lollipop miliknya.
"Abang, kembalikan." Kata Ansara, gadis itu sudah terengah-engah.
"Kejar kalau adik bisa," Ares terus berlari, memutari sofa ruang tamu.
Ansara menegakkan tubuhnya, "baiklah, An, akan kejar."
Ansara berlari memutari sofa yang dilalui Ares, gadis itu membungkuk kembali. "Aba--,," belum selesai Ansara menyelesaikan ucapannya, gadis itu terjatuh tak sadarkan diri.
"ANSARA!!!!" Teriak Ares, ia melempar kantung Lollipop milik adiknya itu sembarangan.
Daren baru akan memasuki, pintu utama Mansion Mahatma itu, langsung berlari ketika mendengar teriakan Ares.
"Adik,, bangun sayang. Maafin Abang," Ares masih menepuk pelan pipi sang adik.
"Minggir," Daren mengambil alih tubuh Ansara, membopongnya menuju lantai dua.
Daren membaringkan tubuh Ansara, menaruh jari tangan pada hidung gadisnya. Dia menghembuskan napas lega, gadisnya pingsan, ia pasti kelelahan.
Ares yang mengikuti dari belakang, merasa bersalah. Tadi, adik kecilnya masih begitu segar dan ceria. Namun, karena kejahilannya, adiknya sampai tak sadarkan diri begini.
"Ares, jangan bodoh." Umpat Daren kesal pada sahabatnya itu.
"Maaf, gue gak nyangka, adik sampai tak sadarkan diri." Ucap Ares penuh sesal.
"Bodoh," ucap Daren kesal.
Daren masih duduk di pinggir ranjang Ansara, ia terus menggenggam tangan mungil itu. Tadi Dokter Farla sudah mengecek keadaan Ansara. Dan, benar gadisnya kelelahan dan berakhir dengan sesak napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villian
RomansaHugo Darendra Aldrich, hanya tahu, Dunia itu indah, jika ada Ansara Mahatma.