****
"Sisil, biar An saja." Gadis kecil itu terus menggerakan kepalanya.
"Nona muda, ayo, sebentar lagi sudah waktunya anda pergi sekolah." Sisil berkata sangat lembut, karena saat ini ia bekerja di awasi oleh Daren langsung. Biasanya jika Daren tidak ada, Sisil akan langsung menuruti keinginan gadis kecil itu.
"Lepaskan," perintah Daren.
"Baik, Tuan muda." Sisil langsung menunduk hormat, dan melangkah mundur. Ia menghembuskan napas lalu mengelus dadanya pelan, berada di dalam satu ruangan dengan Tuan muda Aldrich, memang berbeda dari yang lain.
"An, tidak mau diikat, Kak." Gadis kecil itu sudah memajukan bibir mungilnya.
Daren menaikan alisnya, "Lalu?"
Ansara memberikan Bandana merah muda kesukaannya, "pakai ini saja, Kak."
Daren mengambil alih bandana itu, memakaikan kepada kepala Ansara, Ia lalu menaruh dagu di bahu milik Ansara.
Daren mengecup pelan pipi berisi itu, "cantik. Tepatnya, cantik sekali." Kata Daren.
Daren mengulurkan tangan, "ayo sayang,"
Ansara menyambut uluran itu, gadis kecil itu bahkan bergelayut manja pada lengan Daren.
"Kakak, An, pergi bersama Mark?" Ucap Ansara bertanya.
"Mau bersama Ares?" Ansara menganggukan kepala menyetujui.
"Baiklah, Ares sudah menunggumu di depan." Kata Daren memberitahu.
Mereka tidak makan pagi di Mansion, karena Ansara bilang, gadis itu ingin membawa bekal saja ke sekolah. Dan, Daren menyetujui hal tersebut.
"Abang," panggil Ansara menghampiri sang Kakak, yang sedang menunggunya sambil mengunyah selembar roti selai coklat.
"Adik, sudah selesai?" Tanya Ares, ia memasukan sekaligus sisa roti selai, kedalam mulutnya.
"Iya Abang," jawab Ansara.
Ares mengambil alih, Ransel coklat keluaran limited dari Channel milik Ansara. Tak lupa tas bekal berwarna merah muda, dari tangan Daren.
"Res, jangan membawa mobil, dengan kecepatan tinggi. Keselamatan Ansara lebih penting," Ares mengangguk mengiyakan ucapan Daren. Tentu saja, kali ini ia akan membawa kendaraan miliknya dengan sangat hati-hati, karena ia membawa kesayangan keluarga Mahatma dan Aldrich.
Anindhya keluar dari pintu utama, Ansara tersenyum melihat kakak perempuan nya itu.
"Kakak," panggil nya pada Anindhya.
Namun Anindhya langsung melengos pergi. Tanpa menyapa Daren dan kedua saudaranya itu.
Ansara menunduk sedih, ia dan kakak perempuan nya itu, memang tidak seakrab dengan Ares. Ansara pun tidak mengetahui mengapa hal itu terjadi.
"My Sara,, ayo bersiap." Daren mengeram marah dalam hati, melihat kelakuan tidak tahu diri Anindhya.
"Adik, tidak perlu memikirkan perilaku Anin. Itu tidak penting sama sekali," tambah Ares kembali, ia tidak ingin jika Ansara harus bersedih.
Ansara mengangguk, Daren membuka pintu disamping pengemudi untuk Ansara. Ia mengusap lembut surai indah itu.
"Sampai berjumpa di sekolah sayang," Daren langsung menutup pintu mobil itu.
"Bolehkah, jika aku, memberikan sedikit wejangan untuk adik angkatnya itu?" Tanya Daren.
"Tentu saja," jawab Ares mengeringkan sebelah matanya, ia melangkah memutari mobil dan masuk kedalamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villian
RomansaHugo Darendra Aldrich, hanya tahu, Dunia itu indah, jika ada Ansara Mahatma.