3 bulan sebelum kejadian....
***
AHS begitu ramai hari ini, perbincangan tentang pesta tahunan yang di selenggarakan oleh Empat pilar menghebohkan sseluruh murid AHS. Karena acara ini tidak bisa di hadiri oleh seluruh murid, hanya beberapa murid pilihan dengan eksistensi yang tinggi tentunya. Harta dan kekuasaan menjadi faktor menunjang utama agar bisa datang di acara tersebut.
Gadis dengan kuncir rambut kuda, itu bersorak riang saat mendapati kartu undangan di dalam lokernya. Ini kesempatannya untuk bisa mengenal pewaris keluarga Aldrich itu lebih dekat.
Berlian memeluk erat kertas undangan pesta tahunan dari Empat pilar itu.
"Berli, lo dapatkan undangannya?" Tanya Tasya.
Berlian mengangguk senang, "iya Sya, senang banget gue."
"Kita bisa pergi bersama," tawar Tasya. Yang di angguki oleh Berlian.
Anindhya dan Ramitha saling menoleh dan tersenyum sinis secara bersamaan. Kali ini, rencananya akan berhasil. Mengambil lebih undangan tersebut dilakukan oleh Anindhya, dimana gadis tersebut menyelinap memasuki kamar Ares tadi malam.
"Besok malam, akan ada pertunjukan menyenangkan." Gumam Anindhya pelan, Ramitha tersenyum miring mendengar ucapan sahabatnya.
Ramitha merenggangkan kedua tangannya, "habisi sampai tidak tersisa."
"Ya, kali ini, dia tidak akan berani menatap dunia." Sahut Anindhya.
"Hubungi, laki-laki miskin itu. Agar dia mempersiapkan diri." Perintah Anindhya, gadis itu berlalu meninggalkan Ramitha.
"Dilaksanakan,"
Tasya berlari menghampiri Ramitha, gadis itu berjongkok, menarik napasnya perlahan.
"Kenapa lo?" Tanya Ramitha bingung.
Tasya merengut, "tega kalian nyuruh gue, pura-pura baik sama Berlian." Sungut Tasya sebal.
Ramitha menepuk pelan pipi Tasya, "muka lo lucu, cocok." Gadis berambut merah ikal itu, merangkul Tasya dan berjalan meninggalkan Rooftop, Yang Ada Di gedung B.
***
Berlian memandang takjub, pada gedung yang sengaja disewa oleh Empat pilar untuk mengadakan acara ini. Saat akan memasuki lobby utama, semua atensi teralih akan kehadiran salah satu mobil hitam limited yang hanya ada 2 di dunia.
Hugo Darendra Aldrich, malam ini begitu tampan dengan kemeja hitam dan celana dengan warna senada. Ketampanan yang di miliki laki-laki itu memang tidak ada tandingannya. Berlian mengikuti pergerakan Daren saat melewatinya, untuk memasuki gedung tempat berlangsungnya acara.
"Tampan," gumam Berlian pelan. Tepukan di bahunya menyadarkan ia dari lamunannya.
"Tasya," kata Berlian.
Tasya mengandeng tangan Berlian, "ayo masuk," kedua perempuan itu berjalan secar bersama memasuki, pintu yang otomatis langsung tertutup saat tamu yang datang, sudah memasuki area tersebut.
Suara musik kencang menyapa telinga Berlian, pertama kali. Di dalam ternyata sudah penuh dan ramai. Alunan musik yang di mainkan oleh seorang Disk jockey, membuat seluruh manusia yang ada di dalam bergoyang dengan sorak sorai memenuhi ruangan dengan lampu remang-remang itu.
"Kita kesana," Tasya menunjuk, dimana sudah ada Anindhya dan yang lain, sedang duduk disana. Berlian mengalihkan atensinya keseluruh ruangan ini, ia tersenyum saat melihat Daren sedang duduk dengan sebatang rokok di sela jarinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villian
RomantizmHugo Darendra Aldrich, hanya tahu, Dunia itu indah, jika ada Ansara Mahatma.