****
Daren terus memegang tangan lembut Ansara, bahkan, cowok itu berkali-kali mengecupnya pelan.
Daren mengelus pelan kening Ansara, "sayang, tolong buka matamu."
"Maafkan kakak, sayang."
"Tolong, buka matamu."
"Kakak akan melakukan apapun," ucap Daren tanpa henti. Ia cukup menyesal atas hal ini, gadisnya harus kesusahan bernapas, karena melihat pertunjukan yang dirinya dan Ares rencanakan. Daren hanya ingin Dunia tahu, jika tidak ada yang bisa menyentuh apalagi menyakiti Ansara-nya.
Kelopak mata itu, mengerjap beberapa kali. Menyesuaikan dengan cahaya lampu pada ruangan dominan berwarna putih ini. Memang, setelah kedatangan Dokter Farla ke AHS. Daren langsung berinisiatif, untuk membawa Ansara pada Aldrich Hospital milik keluarga nya.
Ansara memalingkan wajahnya, saat pengelihatan sudah jelas. Gadis kecil itu masih merajuk pada Daren.
"Aku tidak mau, ada kakak." Seru Ansara.
"Sayang, katakan apapun yang kau inginkan. Tapi, tidak dengan menyuruhku menjauh," jawab Daren mengiba, dia harap gadisnya tidak akan merajuk.
"Aku ingin, kakak dan Abang introspeksi diri. Setelah An, merasa kalian sudah cukup sadar akan kesalahan yang kalian lakukan, baru An, akan memaafkan kalian berdua." Jelas gadis itu panjang lebar, bahkan saat berbicara napasnya masih sedikit tersengal.
Daren menghela napas, "baiklah, kakak mohon, jangan terlalu lama. Kau yang paling tahu, kakak tidak bisa berjauhan denganmu." Ucap Daren pasrah, Ansara yang merajuk akan sulit di ajak bernegosiasi.
"Ya, sampaikan juga pada bang Ares." Pinta Ansara, gadis itu membalikan tubuhnya, membelakangi Daren.
"Sayang-ku, Ansara-ku, aku mencintaimu." Daren mengecup pelan belakang kepala Ansara.
Tak lama Ansara dapat mendengar suara pintu terbuka, gadis itu langsung berbalik dengan cepat, dia tersenyum saat melihat Daren sudah keluar dari ruangannya.
****
Ramitha menggigit jari kukunya, gadis itu begitu takut untuk memasuki rumahnya sendiri.
Bagaimana ini, dia bahkan tidak mendapatkan hasil apapun. Wira Utama sang Ayah, pasti akan marah besar padanya.
"Beri aku satu jawaban, beri satu----," ujar Ramitha sambil bolak-balik di depan pintu rumah miliknya.
"Bajingan!!! Semua karena Anindhya, bagaimana bisa dia nyuruh gue, untuk merundung saudaranya sendiri. Bajingan betina sialan!!!" Umpat Ramitha pada sahabatnya itu.
"Liat Anin, gue akan balas lo lebih mengerikan dari yang gue alami. Gue akan balas,,, gue akan balas,,," tak lama gadis itu tertawa dengan keras.
Pintu rumahnya terbuka, dihadapan Ramitha, sudah berdiri dengan tegap Wira utama. Pria paruh baya itu, membawa sebuah tongkat Baseball di tangannya.
Ramitha langsung merunduk takut, "ampun Pa, ampun." Ucapnya berkali-kali.
"Kau mirip sekali dengan ibu-mu, kau benar-benar jalang RAMIIIII," Wira langsung menarik tubuh Ramitha, memasuki rumah mereka. Menarik dengan kasar rambut merah ikal gadis itu.
"Bagaimana bisa, kau merundung gadis milik keluarga Aldrich. Jika tidak bisa mengambil hati Daren, seharusnya kau bisa mengambil hati gadis keluarga Mahatma itu, BODOH!!!!!!" Maki Wira pada putrinya.
"Kau memang pembawa sial Rami, hidupmu penuh kesialan. Seharusnya, sejak dulu aku mengikuti perkataan Anita untuk melenyapkanmu." Wira melayangkan satu pukulan kembali, pada wajah yang sudah memar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villian
RomanceHugo Darendra Aldrich, hanya tahu, Dunia itu indah, jika ada Ansara Mahatma.