****
Berita tentang hilangnya Ramitha, membuat seluruh murid AHS penuh dengan bising dan banyak asumsi yang di perdebatkan. Pihak sekolah sudah menghubungi pihak berwajib setempat, namun hingga saat ini, belum menghasilkan apapun. Pihak AHS sudah menghubungi keluarga Utama, dan, memberikan kompensasi untuk kelalaian yang terjadi di acara sekolah tersebut.
"Kemana hilangnya nenek gayung itu?" Bisik Jingga pada Rania, dia tidak ingin jika Bianca mendengar karena bagaimanapun Ramitha adalah saudaranya.
"Kalau tahu, udah gue samperin, Ga." Sahut Rania pelan.
"Bianca kok gak sedih ya?" Heran Jingga.
Rania meletakan jarinya pada bibir Jingga, "diam, lo bisa membuat asumsi gak benar." Ucap Rania.
"Iya, iya, sorry gue salah lagi." Pasrah Jingga.
Acara perkemahan, dipercepat dari jadwal yang sudah ditentukan. Selain karena berita hilangnya Ramitha, Daren juga yang memutuskan untuk menghentikan acara itu. Walaupun banyak yang kecewa, tapi mereka hanya mengikuti, karena takut juga bernasib sama seperti Ramitha.
Tasya tak henti-henti nya menangis di dalam dekapan Louise, cowok penyuka permen karet itu, sudah gatal untuk berbicara jika Ramitha sudah diamankan oleh Empat pilar. Louise juga akan memberitahu Tasya, untuk menjauhi Anindhya sementara, karena Louise pun takut, jika Tasya berteman dengan Anindhya, dan, banyak mengetahui rahasia perempuan itu. Akan berdampak buruk juga pada tunangannya itu.
"Tenang, semua akan membaik." Ucap Louise pelan. Cowok itu kembali menepuk pelan bahu Tasya.
"Semoga, Ramitha dalam keadaan yang baik. Bagaimanapun dia adalah sahabatku sejak kecil, Lou." Tangis Tasya kembali pecah, apalagi saat mengingat masa indah pertemanan mereka sebelum bertemu dan dekat dengan Anindhya.
"Ya, semoga."
Baraga menatap keadaan sekitar tanpa ekspresi. Jujur saja, saat malam hilangnya Ramitha, dia melihat jika gadis itu pergi ke sebelah hutan bagian selatan, tak lama di susul oleh Anindhya dan Ilham sahabatnya. Baraga curiga ada apa dengan mereka bertiga, karena setahu Baraga, Ilham tidak dekat dengan Anindhya dan teman-temannya. Namun, kenapa malam itu mereka terlihat seperti sudah mengenal lama.
Baraga berbalik, meninggalkan murid AHS yang sedang sibuk membereskan barang bawaan masing-masing. Cowok itu mengeluarkan sekotak rokok di dalam sakunya, mematik api untuk membakar rokok tersebut.
"Bisa beri satu?" Ucap seseorang di belakang Baraga.
Baraga menoleh, ia tersenyum miring, saat melihat Kevin Adtmaja, berdiri di belakang dirinya. "Anak orang kaya, minta rokok sama gue?" Ejek Baraga, tapi, cowok itu melemparkan kotak rokoknya pada Kevin.
Kevin menangkap kotak itu, mengeluarkan sebatang rokok, dan meminta api pada Baraga. Cowok itu mengepulkan asap rokok keatas udara. Mengambil duduk di sebelah Baraga.
"Orang kayak lo, mau juga duduk disamping gue?" Ujar Baraga meledek.
"Lo manusia kan, bukan monyet?" Sinis Kevin, cowok itu kembali menghisap dalam rokok miliknya.
"Bajingan!!!" Umpat Baraga kesal.
"Ya, itu gue." Jawab Kevin santai.
Keduanya duduk dengan pikiran masing-masing. Kepulan asap rokok seperti saling bersahutan, menemani keheningan yang terjadi.
"Gimana nyokap lo?" Tanya Kevin memecahkan keheningan.
"Tidak ada perubahan, masih sama." Jawab Baraga seadanya.
Kevin dan Baraga bisa dikatakan lumayan dekat, karena pernah mengikuti beberapa bimbel untuk menunjang proses pembelajaran di bagian Akademik mereka. Bisa dikatakan keduanya berada di tahap yang sama jika berurusan dengan pendidikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villian
RomanceHugo Darendra Aldrich, hanya tahu, Dunia itu indah, jika ada Ansara Mahatma.