****
Sejak hari dimana Daren, mengancam Ramitha. Seluruh murid AHS, semakin gencar melakukan perundungan terhadap gadis berambut merah ikal itu.
Ansara melihat tidak tega hal tersebut, gadis kecil yang sudah absen selama satu Minggu itu, kita kembali beraktivitas seperti sedia kala, setelah melewati berbagai negosiasi dengan tunangannya.
"An, akhirnya Lo masuk juga." Kata Jingga, gadis berkacamata itu berjalan menyeimbangi langkah Ansara.
"Aku kangen sama sekolah," ucap Ansara sambil tersenyum.
"Ya, gue juga rindu lo. Gak Ada lagi cewek polos dan lucu seperti Ansara Mahatma," Jingga mencubit kedua sisi pipi Ansara secara gemas.
"Gue gak nyangka, ternyata keluarga Mahatma punya anak lagi, selain Ares dan Anindhya." Ujar Jingga.
Ansara hanya tersenyum simpul, menanggapi ucapan temannya itu.
"Lo, tahu gak An?" Ucap Jingga.
Ansara mengeleng, "tahu apa?" Jawabnya penasaran.
Jingga menarik Ansara, untuk duduk di kursi pada lorong AHS. Gadis berkacamata itu, duduk menghadap Ansara, memegang kedua tangan mungil Ansara.
"Sejak kejadian, perundungan yang lo alami. Kak Rami, jadi bahan bully-an satu sekolah. Dan, yang lebih kasian lagi. Saham keluarga Utama, turun drastis, merosot sampai ke bawah. Kemarin Wira Utama, bahkan dikabarkan menjual beberapa aset keluarga, untuk mempertahankan, perusahaan yang dia bangun dari nol." Beritahu Jingga pada teman barunya itu. Walaupun Jingga baru mengenai Ansara hitungan hari, tapi, gadis berkacamata itu sudah menganggap Ansara sebagai sahabatnya, selain dari Rania dan Bianca.
Ansara terkejut, "kok bisa?"
Jingga mendekat, gadis itu berbisik di telinga Ansara.
"Empat pilar turun tangan, bahkan, Kak Daren marah besar waktu itu. Kalau Kak Ares sih wajar, dia kan Abang lo. Tapi, Kak Daren?" Ucap Jingga, gadis itu memutar bola matanya penasaran.
"Kak Daren, sahabatnya Bang Ares. Wajar kalau dia khawatir sama aku," alibi Ansara.
Jingga mengangguk pelan, gadis itu mengetuk dagunya pelan.
"Bisa jadi sih, tapi, gimana rasanya jadi prioritas empat pilar?" Tanya Jingga penuh penasaran.
Ansara mengangkat bahu acuh, "gak ada yang spesial, semua sama seperti pada umumnya, Ga."
"Ah, lo mah bisa aja." Jingga menyenggol pelan bahu Ansara, keduanya lalu tertawa bersama.
"Ohya, pernah dengar berita mengerikan, yang terjadi di pesta tahunan AHS gak, An?" Jingga kembali memulai, percakapan dengan Ansara.
"Disini ada pesta seperti itu?" Ansara berucap penuh antusias.
Jingga mengangguk, namun tak lama, gadis itu kembali menunduk lesu.
"Kenapa Jingga?"
"Pesta itu cuma bisa dihadiri, kalau empat pilar setuju. Karena penyelenggaraan pesta itu, dilakukan oleh mereka."
"Tapi, tahun ini kita bisa kesana." Sambung Jingga kembali, gadis itu menjentikkan jarinya. Seperti mendapatkan ide cemerlang.
"Caranya?"
Jingga menepuk berkali-kali bahu Ansara, "ada lo, Kak Ares, pasti gak akan nolak kalau Lo minta ikut ke pesta itu. Lalu, Lo bisa ajak gue, Rania dan Bianca. Buat nemenin lo," Jingga tersenyum cerah, setelah mencurahkan isi pikirannya.
"Gak yakin, kalau itu akan berhasil." Kata Ansara ragu.
Jingga memegang bahu Ansara, "gue yakinnn, pakai sekali. Kalau lo bisa," kata Jingga memberi semangat.
![](https://img.wattpad.com/cover/362918486-288-k735058.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Villian
Lãng mạnHugo Darendra Aldrich, hanya tahu, Dunia itu indah, jika ada Ansara Mahatma.