22. Saturn Gallery

2 1 1
                                    

Happy Reading all ^°^


Setibanya di Gallery yang di bicarakan oleh Biru tempo hari. Netra Rein menangkap deretan huruf yang tersusun berwarna gradasi putih pearl dan coklat, yang membentuk suatu nama.

Beberapa kali Rein mengerjapkan mata, dan mengeja dua kata yang berjejer membentuk sebuah nama pada tempat ini, Saturn Gallery.

Mungkin Beberapa orang, akan langsung tertuju dengan planet dan tata surya setelah membaca nama galeri ini.

Tapi Rein tidak. Pikiran Rein berkecamuk, langkah kaki berjalan tanpa ada semangat untuk berjalan ke depan, memasuki ruangan bernuansa coklat, putih, dan emas.

Kalau saja kaki Rein sekarang bisa mengutarakan suara. Akan berteriak ingin sekali untuk memutar langkah kembali pulang.

"Kak, gue tunggu disini aja ya." Ucap Rein menunjuk salah satu sofa dekat dengan lukisan dan patung yang berjejer di belakang nya.

"Gak ikut aja? ke dalem lebih bagus Re, atmosfer tata surya nya lebih dapet kalau masuk kedalam, kali aja mau liat." Ujarnya yang membuat Rein semakin enggan untuk ikut masuk kedalam.

"Emm, disini aja dulu kak, mau ngeliat suasana yang disini." Alibi Rein

"Oke, nanti kalau ada apa-apa langsung call aja ya, bentar."

"Kalau lama juga nggak apa-apa kok kak, gue tunggu disini, gak kemana-mana." Kata Rein sambil tersenyum.

"Nanti kalau diajak orang pergi sambil iming-iming dibeliin permen selusin jangan mau ikut ya Re."

"Dih, gue gak se polos itu ya kak." Rein mendengus sebal.

Biru tertawa mendengar jawaban dari Rein. Lalu meninggalkan Rein seorang diri. Mungkin karena sekarang sudah menjelang senja, jadi gallery masih terbilang sepi.

Bagi Rein, suasana dalam ruangan ini, sangat menyeramkan. Deru nafas Rein yang naik turun, mengingat kan dengan satu hari kelam.

Hari dimana Langit tidak bisa menahan perahu kertas di angkasa yang harusnya bisa melaju seimbang sampai tujuan.Tidak akan sampai menjatuhkannya sampai dasar laut.

Planet Saturnus, tentunya sebuah ciptaan tuhan yang selalu menyatu dengan langit. Dan langit menjatuhkan kedua orangtuanya kedalam Laut Benggala.

Menyembunyikan jiwa dan raga kedua orangtuanya, sampai tidak dapat lagi untuk kembali kerumah aslinya, menemui kedua anaknya yang saat itu masih berharap untuk bisa memeluk raga nya.

Mengapa dua karya ciptaan tuhan itu begitu jahat, menjatuhkan dan menenggelamkan kedua orang tuanya. Tidak mengembalikan kedua orangtuanya lagi, hingga saat ini.

Begitu lama jika menunggu sampai di keabadian nanti. Hanya tuhan yang akan mempertemukan Rein dan kedua orangtuanya lagi. Pada tempat indah, yang tentunya kedua orangtuanya sudah menunggu Rein disana, di Surga.

Tidak, Rein tidak kuat lagi, jika berlama di tempat menyiksa ini. Rein tidak kuat menahan sesak pada dadanya. Semakin netra nya menangkap lukisan unsur langit akan semakin membuat air mata Rein jatuh berlinang.

Lebih baik Rein memutuskan untuk keluar dari ruangan ini. Dan untung saja pada halaman luar gallery, menyediakan beberapa tempat duduk.

Mengatur nafas yang begitu menggebu. Menahan air mata agar tidak terus keluar. Terkadang Rein merasa kesal dengan dirinya sendiri, sangat susah mengontrol emosional dalam dirinya. Hanya bisa menangis. Tidak bisa meluapkannya secara gamblang.

Selang beberapa menit, Biru belum juga kembali. Sangat menyesal meninggalkan tas nya di dalam mobil.

Alhasil Rein hanya berdiam dan melamun. Tetapi Rein bersyukur, sekarang dirinya sudah cukup tenang dari pada saat dalam ruangan tadi.

Artha BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang