Berhenti atau mati?

14 4 0
                                    

PANGERAN DALAM MIMPI.

Oleh: Bunga Senja.

Chapter 16: Berhenti atau mati?

BRAAAAAAAKKK...

Lagi dan lagi Arsita Aurora terbanting ke dinding saat hendak mencoba menyerang macan putih, remuk disekujur tubuhnya ia rasa. Kemudian ia berpikir untuk berhenti daripada harus mati.

“Ampun, a, am, am, ampuni saya”.

Ucapnya terbata-bata diiringi deraian air mata.

Huahahahahaha...

“Kamu penakut ya? Gadisjelek , sudah menyerah lahjika kamu masih ingin hidup”?

Huahahahahaha...

Macan putih itu kembali tertawa memamerkan taring-taring panjangnya dan kekuatanya, hingga rumah itu kembali berguncang-guncang bak terlanda gempa.

Arsita Aurora merasa ketakutan, kemudian ia mencoba segera membebaskan diri dari tempat itu.

Bergegas ia berlari keluar dan menyeret Adinda Maharani serta Farhan Pratama menuju mobilnya.

Akan tetapi macan putih itu seolah tak mau menyerah mempermainkan 3 manusia yang hendak mempermainkan junjunganya.

Huahahahaha...

Macan putih itu mengejar sambil masih tertawa.

“Braja, udah cukup buat jera satu orang itu aja, nanti kalau mereka macam-macam lagi sama Yunda baru kitahajar sampe mati”.

Ucap sesosok suara menghentikan langkah sang macan putih tersebut.

“Baiklah, nyimas Intan”.

Jawaban itu mengejutkan Arsita Aurora yang masih sempat mendengar segalanya sebelum mobilnya di lajukan kencang-kencang oleh Farhan Pratama, pasalnya dari mereka bertiga hanya ia yang tak merasa ketakutan.

“Jadi, nama macan putih itu Braja, dan orang yang menyuruhnya Intan, hmmm, gimana sahabat sicupu itu bisa sampe kesini ya”?

Gumam Arsita Aurora, namun tak juga ia dapatkan jawaban dari gumamanya tersebut, lelah memikirkan asalmuasal dari mana si macan putih dan kedatangan Intan, akhirnya Ia pun tertidur dengan sekujur tubuhnya yang masih sangat terasa sakit.

Sementara itu di pendakian merapi di pos watu belah.

“Han, Hantuuuuu”.

“Eh setan alas, lo bikin kuping gue pecah tahu”.

Ucap Sena Saputra Sambara kesal, pasalnya dari tadi ia berusaha menyadarkan Defano sahabatnya namun setelah ia tersadar malah diteriaki di hadapan telinganya.

“Ba, Bara, maafin gue, se, sekarang gue dimana? Terus hantu itu udah nggak ada lagi kan”?

“Udah-udah, aman kok, apa mau gue panggilin lagi”?

Ledek Andra.

“Hus lo ya brow, berhenti ngeledeknya napa? Ntar kalau pingsan lagi gue nggak mau ya gendong-gendongan lagi macam gue gendong bayi yang udah segede gaban aja, udah deh kayanya kita memang harus berhati-hati dalam bercanda disini, gue nggak mau ya pulang-pulang nanti gue diomelin sama emak nya Defano yang super bawel itu”.

“Jadi, gue tadi pingsan ya? Maafin gue ya guys”.

“Udah nggak apa-apa Fan, namanya aja insiden kan”?

Ucap Sena Saputra Sambara menenangkan Defano.

“Widih, tumben seorang Bara bijak, biasanya juga bodo amat”.

“Ndra Gue bogem lo lama-lama, udahlah kali ini gue serius, gue nggak mau hal buruk lagi-lagi terjadi, perjalanan kita masih panjang, belum juga kita sampe ke pos 2, terus ke pasar Bubrah sama Puncak pendakian kita”.

“Hmmm, Bara, Andra para pendaki yang lain udah mau jalan tuh, yuk kita lanjut aja, gue udah kuat kok, dari pada ntar kita ketinggalan lagi”.

“Yakin lo Fan”?

Tanya Andra dan Bara secara bersamaan.

“Iya, udah ayo lah, gue serem kalauketinggalan ”.

Ucap Defano kemudian menggendong tas barang bawaanya disusul oleh Andra dan Bara di belakangnya, sengaja kali ini mereka berdua membiarkan Defano berjalan didepan, agar ketika datang lagi makhluk Astral yang tak di harapkan nongol tiba-tiba kaya tukang parkir liar, mereka berdua bisa cepat tahu dan mengatasinya.

Di sisi lain tepatnya di rumah embah murti ,dukun tua itu sedang memohon sambil ketakutan.

“Gusti Braja Musti, am, am, ampunkan hamba, hamba benar-benar tidak tahu kalau khodam yang bersama Ayunda Kirana itu adalah Gusti Braja, ampun, lain kali hamba tidak akan lagi-lagi beranimengganggu dia”.

Ucap Mbah Murti nampak ketakutan, pasalnya ia kenal dengan sosok khodam itu, ia tak menyangka, bahwa ternyata gadis yang sedang ia kirimi pelet tersebut adalah cucu dari gurunya.

Dengan ekornya macan putih itu menghempaskan dukun itu lagi ke dinding , sehingga darah segar kembali bermuncratan dari mulutnya.

A am ampun gusti, ampuuuuuun, baik untuk kali ini aku ampuni kau, tapi jika kau berulah lagi maka kau akan mati.

Untuk kesalahan ini aku akan memberimu hukuman ,meskipun aku mengampunimu tapi tetap ada hukuman untukmu , bersyukurlah aku tidak menghabisimu.

Continue the next chapter.

Nah, para pembaca sekalian, apa yang akan terjadi kepada Arsita Aurora dan kawan-kawan? Akankah mereka selamat sampai rumah-mereka masing-masing?

Bagaimana juga dengan Sena Saputra Sambara, Defano sipenakut dan Andra, mungkinkah itu adalah peristiwa horor terahir di dalam pendakian mereka, atau mereka masih akan berjumpa dengan peristiwa menyeramkan berikutnya?

Dan bagaimana nasib sang dukun yaitu Mbah Murti yang jatuh ke tangan kedua sahabat Ayunda Kirana juga si khodam macan putih milik Ayunda Kirana?

Nantikan lanjutanya, dan jangan lupa budayakan vote serta ikuti penulis.

pangeran dalam mimpi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang