PANGERAN DALAM MIMPI.
Oleh: Bunga Senja.
Chapter 28: Gue kira lo gantian ngilang.
:Ceklek... Duaaar...”
“Eh setan alas kamu Tan, jangan mentang-mentang aku dirumah sendiri, kamu datang main banting pintuaja enggak ngucap salam lagi !”
Ucap Karin yang kesal atas tingkah laku sahabatnya yang emang kadang kelewat barbar itu.
“Riiin, gue panik tahu, makanya gue kaya gini.”
Jawab Intan yang masih dengan nafas sedikit ngos-ngosan.
“Set, ada apa dah kamu ini Tan, ada misi gaib lagi?”
“Misi Gaib aja terus yang loharepin , kenapa? Masih betah liatin murid kakeknya Ayunda yang ganteng kayak artis korea itu? Udah-udah, kalau lo ngeledek gini terus kapan ini gue serius?”
Ucap Intan tak sabar.
“Iya-iya, yaudah sekarang kamu ngomong, ada apa sih?”
Ucap Karin mempersilahkan.
“Yunda kenapa ya? Kemana dia? Seharian ini handphone nya nggak aktif, di hubungi dari tadi nggak bisa-bisa, padahal kak Bara nyariin dia, soalnya kak Bara butuh kesaksian kita bertiga soal peristiwa yang menimpa kak Bara sama dua temenyakemaren , soalnya maknya itu katanya kurang percaya sama hal gaib kaya beginian.”
“Lah, itu orangnyadateng , tuh lihat lagi markirin motor di depan.”
Jawab Karin yang memang melihat Ayunda Kirana didepan rumahnya, posisi duduknya yang menghadap kepintu membuatnya lebih cepat mengetahui keadaan dari luar rumah.
Ya, memang demikianlah, setelah Ayunda Kirana datang ke parang tritis Bantul Jogjakarta, ia memutuskan mendatangi rumah Karin saja, sebab ketika ia pulang kerumah mungkin hanya akan membuat mood nya yang sudah setabil itu menjadi buruk.
Namun tak lupa ia mandi di pemandian yang ada di pantai Parang Tritis dan sedikit memoleskan make up ke wajahnya, agar tak terlihat oleh sahabatnya jika ia habis menangis.
Sebab untuk saat ini Ayunda Kirana belum ingin bercerita kepada siapapun selain ki Braja.
Dan ki Braja yang bijak itu hanya mengatakan.
“Gusti Putri Kirana, jangan menyimpulkan sesuatu jika kita belum tahu bukti jelas yang nampak didepan mata.”
Maka Dari itu, ia memutuskan untuk tidak larut dalam kesedihan yang berkepanjangan.
Dan ia juga masih memiliki harapan untuk bersanding dengan sang Pangeran Dalam Mimpinya, karena selama cincin manis belum melingkar di jari manis, seseorang masih ada kemungkinan berpisah, jangankan itu yang berumah tangga pun masih ada kemungkinan untuk bercerai, biarlah, untuk kali ini saja ia egois. Sebab hanya seorang pria dengan nama Sena Saputra Sambara yang berhasil menguasai seluruh hati dan cintanya.
Ia akan selalu meminta pada Allah, agar takdir berpihak padanya dan juga Sena Saputra Sambara untuk disandingkan dalam bahtera rumah tangga.
“Yundaaaaa!”
Teriakan Intan yang nyaring bagai terompet tahun baru itu mengejutkan Ayunda Kirana yang tengah melamun.
“Kenapa lo malah bengong disini, kesurupan apa gimana? Masuk yuk,dan lo harus jawab semua pertanyaan kita.”
Ucap Intan lagi tanpa peduli kepada Ayunda Kirana yang masih syok dengan teriakannya barusan.
“Tan tunggu, gue bukan sapi edan yang harus ditarik-tarik kaya gini tahu! Dan gue juga bukan tersangka, emang gue nyolong apaan sampe harus di introgasi segala.”
Jawab Ayunda Kirana yang juga ikut-ikutan berteriak.
“Udah-udah, kalian ini kenapa sih? Malah berantem disini, hei, malu di lihat orang, udah sini masuk Nda, tan kamu juga sih, suruh duduk dulu kek Ayundanya.”
Ucap Karin menengahi, memang begitulah persahabatan diantara mereka bertiga, setiap kali ada yang beradu pendapat atau berselisih paham hebat, pasti salah satunya ada yang menjadi penengah.
“Jadi Nda, gimana kamu udah segar.”
“Lumayan Rin, setelah ngabisin setengah gelas es teh jumbo ini, thank you yaa.”
“Iya sama-sama Nda, rakus juga kamu kalau minum, macam sapi habis seember, eh ya, btw kamu emang tadi ada dimana dan kemana? Ibu Ningsih sama kak Bara nyariin kamu loh buat ngasih kesaksian soal peristiwa ngilangnya kak Barakemaren , Intan juga tuh, nyariin kamu sampe-sampe pintu rumah aku dibanting, gak pake ngucap salam lagi.”
“Iye-iye sorry rin, abisnya tadi panikgue.”
“Udah, diem dulu kamu, dengerin penjelasan Yunda.”
Ucap Karin lagi.
“Gue tadi ke parang tritis, nyari inspirasi buat tulisan novel gue, napa dah kalian ini, baru aja di tinggal seharian udah kelimpungan aja macam nggak ketemu sebulan sama si doi.”
“Ok gue paham sekarang Nda, gue kira lo ikut ngilang tadi, jadi biar gantian lo di cariin sama cowok seganteng kak Bara.”
“Njir, dasar lo ya tan, kalau nggak ngeledek nggak bisa apa?”
Jawab Ayunda Kirana yang menyembunyikan wajahnya yang sebenarnya bersemu merah udah kaya kepiting rebus.
“Hehe, nggak ngeledek itu nggak asyik Nda, terus handphone lo kenapa mati?teruskalau disana lo dapet insfirasi buat novel lo gimana nulisnya??”
“Yaelah Intan Putri Aulia, ya gue nulis pake pensil lah, emangnya lo yang suka males nulis kalau harus nulis pake tulisan tangan.”
Jawab Ayunda Kirana yang berbalik mengejek.
“Udah-udah ah, kalau saling ledek, saling ejek kapan selesainya kalian berdua nih, dan kamu ya tan kaya lupa aja sama Yunda yang suka lupa nge cas handphone, maklum dia kan jomblo.”
“Nah itu rin, lo tahu juga kan? Ya paling-paling yang nyari pun kalian berdua, bunda sama kakak, atau ayah jelas itu nggak mungkin.”
“Intan, Yunda, sekarang kita Otw rumah sakit yuk, mumpung belum terlalu malam, ini bu Ningsih udah nge chat lagi.”
“Yaudah yuk.”
Jawab Intan dan Yunda secara bersamaan.
“tak butuh waktu lama mereka sudah tiba di rumah sakit yang di tuju.”
“Assalamualaikum.”
Intan, Ayunda Kirana dan Karin pun mengucap salam setelah tiba di ruangan tempat Sena Saputra Sambara masih di rawat di rumahsakit Sarjito Jogjakarta.
“Waalaikumusalam Warahmatu Llahi Wabarakatuh.”
Jawab Salam dari Bahrun, Ningsih dan Sena Saputra Sambara sendiri.
“Yunda Makasih ya, udah nolongin aku, udah ngebiayain pengobatan aku juga.”
Ucap Sena Saputra Sambara tanpa mempersilahkan mereka bertiga untuk masuk terlebih dahulu.
“Bara, yang sopan sama neng-neng geulis ini atuh, disuruh masuk dulu terus duduk.”
Ucap Ningsih menyela.
“Hehe maaf mak, soalnya aku seneng banget.”
“Iya sama-sama, santai aja, lagian biaya rumahsakit lo juga nggak mahal kok, karena sebenernya yang bayarin bukan pake duit gue, hehe.”
Jawab Ayunda Kirana.
“terus pakai Uang Siapa Yunda? Kak Bara boleh tahu nggak?”
Tanya Sena Saputra Sambara dengan penuh Antusias.
“Bentar lagi orangnya juga kesini kok tunggu aja ya.”
Nah Para pembaca setia novel pangeran dalam mimpi, kira-kira siapakah sebenarnya yang membayarkan biaya perawatan Sena Saputra Sambara?
Akan bagaimana juga pengakuan Sena Saputra Sambara dan kesaksian Ayunda Kirana, intan, Karin, Andra dan Defano mengenai peristiwa hilangnya di pendakian merapi kepada abah bahrun dan Emak Ningsih?
Nantikan di chapter berikutnya, tapi jangan lupa untuk vote, share dan komentar agar semakin banyak yang membaca keseruan novel ini.Continue to the next chapter.
KAMU SEDANG MEMBACA
pangeran dalam mimpi.
Lãng mạnAyunda Kirana, sejak kecil selalu diperlakukan berbeda oleh keluarganya, sehingga harus menjalani kehidupan yang cukup keras, namun karena itulah dia bisa menjadi gadis yang tangguh, perangainya yang barbar, kocak namun baik hati, buatnya banyak me...