PANGERAN DALAM MIMPI.
Oleh: Bunga Senja.
Chapter 27: Teringat mimpi malam itu.
Bruuuuuuuk...
“Mbak kalau jalan hati-hati dong.”
Ucap seorang gadis yang tak sengaja Ayunda Kirana tabrak.
“Kak Sisil, loh kakak ada dirumah sakit ini juga?”
Ucap Ayunda Kirana nampak terkejut setelah menatap gadis yang ia tabrak, ternyata itu adalah Sisilia kakak kelasnya di SMP Bina Bangsa dulu.
“Eh, lo Ayunda yang culun itu ya, sekarang udah cantik aja, iya gue kesini mau jenguk Bara, tadi gue dikasih tahu sama kak Andra, lo kenal kan sama kak Andra?”
“Iya kenal, gue kadang juga suka ngobrol sama kak Andra, kakak sepupu lo itu kan, dan lo masih sama aja ya kak, suka ngatain gue culun, hahaha.”
Ucap Ayunda Kirana sambil tertawa menutupi ekspresi wajah yang sebenarnya, andai ada yang tahu sebenarnya didalam hatinya terpercik api cemburu ketika mengetahui bahwa kedatangan Sisilia untuk menjenguk Sena Saputra sambara.
“Tapi kenapa? Kenapa gue ngerasain rasayang aneh ini, ketemu sama kak Bara aja baru tadimalem, ngobrol juga baru berapa kata doang,ah udah lah, ngapain juga gue pikirin, mungkin ini gue lagi mode gampang baper aja gara-gara pms.”
Batin Ayunda Kirana menolak rasa yang mengusik hatinya.
“Ya karena lo dulu emang culun Nda, ohya gue duluan ya, takut waktu jenguk keburu habis.”
“Iya kak silahkan.”
Ayunda Kirana pun segera ikut berlalu setelah Sisilia menghilang di ujung selasar rumah sakit.
“sandiakala di pantai parang teritis, seorang gadis tengahduduk termenung dengan airmatanya yang tak berhenti mengalir membasahi pipinya.”
“Senja, lagi dan lagi disini gue sendiri menikmati dendang merdu ombak laut sore.”
“Hai, ombak di laut parang tritis, tahu nggak? Lo itu ganas, kaya kehidupan yang keras, berliku, hingga gue menikmati rasa cinta pun gak terbalas.”
“Ombak, gue boleh jujur nggak, gue teringat pada mimpi malam itu, tapi, setelah gue menemukan sang pangeran, kayanya dia ada gadis yang di cintai, sebenarnya gue nggak mau nyalahin siapa-siapa disini, Cuma kenapa, gue terlalu sakit begini?”
Monolog Ayunda Kirana sambil berlinang air mata, di sekitar banyak orang yang menatap aneh padanya, namun, ia tak peduli.
“Ah, puisi dan surat, buat apa lagi gue tulis, gue rasa udah percuma, Ya Tuhaaan, kenapa sesakit ini?”
Ia berteriak sambil memeluk dirinya sendiri, ia berharap, akan dapat menguatkan dirinya yang sedang rapuh di bawah selimut cahaya senja di pinggir pantai parang tritis Bantul Jogjakarta.
Ki Braja yang saat itu juga ada di sekitar Ayunda Kirana hanya bisa mengusap dadanya dengan sedikit air mata yang terasa menetes dari kedua mata elangnya.
Ia juga merasakan perih mengetahui junjunganya serapuh itu, ia ingin mengatakan sesuatu yang sebenarnya sangat di ketahui untuk menghibur Ayunda Kirana, namun lagi-lagi ia tersadar, ia tak boleh mendahului takdir.
pada akhirnya ia hanya bisa berdoa, semoga kedua sahabat junjunganya itu akan dapat untuk selalu menguatkanya.
“sementara itu di rumah sakit.”
“Mak, Abah, dimana Ayunda tadi?”
Tanya Sena Saputra Sambara yang terbangun dari tidurnya yang sangat lelap.
“Mungkin pulang atuh Bar, kan dia semalem nolongin kamu, semaleman juga dia nggak tidur.
“semalem , nolongin Bara mak? Berarti dia juga yang bawa Bara kesini?”
“Iya bar, neng Yunda juga yang lunasin biaya rumahsakit kamu.”
“Ya Allah, terus habis berapa mak, nanti Bara ganti kalau Bara udah bisa nge band lagi.”
“Udah, yang penting mah sekarang Bara sembuh dulu, soalnya abah sama emak juga nggak tahu neng Yunda habis berapa, abah baru mau nanya, tapi neng Yundanya nggak balik kesini, tadi yang datang malah neng Sisil.”
Ucap Abah Bahrun memberi tahu.
“Terus, abahijinin?”
“ya, iya atuh, orang Cuma mau menjenguk, tapi tadi emang mak nggak bangunin kamu, mak tahu kok kamu nggak mau ketemu sama neng Sisil kan? Jadi ya mak bilang aja kalau kamu baru aja tidur.”
“Makasih ya mak.”
Sena Saputra Sambara merasa lega mendengar hal itu.
“Iya sama-sama Bar, boleh nggak cerita sama mak gimana kok kamu bisa hilang tujuh hari itu, mak ini khawatir loh Bar, sebenernya kamu ini kemana?”
“makanya itu mak, aku tadi nyariin Ayunda, karena dia yang bisa ngasih kesaksian, soalnya kalau nggak gitu nanti mak ngira aku ngomong ngawur.
Ucap Sena Saputra Sambara sambil merubah posisi tidurnya menghadap ke arah emak dan abahnya.
“Oh, ya udah atuh, kalau gitu nanti biar mak telvon neng Yunda, moga aja dia mau kesini lagi.”
“Kenapa nggak sekarang aja mak?”
Tanya Sena Saputra Sambara.
“Lah gimana, orang handphone nya aja belum juga aktif, sabar ya, emang kenapa sih kamu naksir ya sama neng Yunda?”
“Hus, mak ini ada-ada aja.”
“gimana nih PDM lovers apa ayunda bakalan balik lagi ke rumah sakit gak ya? Tunggu aja deh ya di chapter selanjutnya, dan kita ucapin makasih ya, buat PDM lovers semuanya, yang udah dukung kita , dan jadi pembaca setia pangeran dalam mimpi, karena kalian kita jadi makin semangat buat berkaria, jadi terus kasih semangat buat kita berdua ya, dengan cara vote, like, komen, and share ya PDM lovers.”
Continue to the next chapter.
KAMU SEDANG MEMBACA
pangeran dalam mimpi.
RomanceAyunda Kirana, sejak kecil selalu diperlakukan berbeda oleh keluarganya, sehingga harus menjalani kehidupan yang cukup keras, namun karena itulah dia bisa menjadi gadis yang tangguh, perangainya yang barbar, kocak namun baik hati, buatnya banyak me...