PANGERAN DALAM MIMPI.
Oleh: Bunga Senja.
Chapter 19: Pencarian.
“Duh gusti kumaha ini? Katanya Cuma pamit 3 hari kok belum pulang juga sampai malam keenam”?
Batin Ningsih mamanya Sena Saputra Sambara, ia resah, pasalnya anak satu-satunya itu tak kunjung juga ada kabar.
“Dia beneran mendaki atau Cuma alasan supaya bisa minggat dari rumah sih”?
Batinya lagi setengah kesal.
“Mak Ningsih, Malam-malam kok masih ada di depan rumah? Nunggu bakso lewat ya”?
Tanya Mak Arum tetangga samping rumahnya.
“Bukan mak Arum, ini saya itu lagi kebingungan, kenapa kok Bara sama teman-temanya itu belum pulang juga, udah hampir enam hari ini, tujuh hari besok sih”.
“Oalah begitu, jangan-jangan nak Bara nyasar ke alam lain”.
“Hus, ada-ada aja, ngomong apa sih kamu ini”.
Sewot mak Ningsih.
Namun tak ia pungkiri, ia jadi memikirkan kata-kata dari mak Arum tetangganya itu.
“Apa bener ya, kalau Bara sama teman-temanya nyasar masuk dialam lain? Tapi, selama ini kan aku selalu menekankan sama anak-anak itu buat enggak percaya sama hal begituan”.
Sementara itu di sisi lain tampak dua orang gadis sedang dalam perjalanan pulang, yap dua gadis itu adalah ayunda kirana dan satu orang sahabatnya.
“Rin, stop dulu deh, gue tadi kaya ngeliat ibu-ibu jalan”.
Ujar Ayunda Kirana memberhentikan Karin yang pulang bersamaan karena satu jalur.
“Nda, nggak lagi berhalusinasi kan kamu”?
Tanya Karin tak percaya terhadap hipotesis sahabatnya tersebut.
“Yaelah sumpah, gue tadi bener-bener ngeliat ibu-ibu jalan kesana, kearah warung itu, gini aja deh, kalau lo mau pulang duluan aja, entar gue nyusul, siapa tahu ibu-ibu tadi butuh pertolongan gue, kasian ,ini udah malem loh ”.
“Yakin kamu Nda? Soalnya aku nggak berani kalau lebih malem laginih , takut mamah khawatir, mau ngabarin baterai ponsel aku lobet”.
“Iye, rin, santuy ajalah , lo kan ada yang nunggu jadi yaudah gakpapa duluan aja”.
“Sorry Nda, aku nggak ada maksud”.
“Iya-iya udah, gue ngerti kok, kaya lupa aja lo kalau gue biasanya juga ceplas-ceplos, jangan baperan deh, udah sana duluan aja”.
Ucap Ayunda Kirana memotong perkataan Karin, Karin yang sudah mendapatkan ijin untuk pulang terlebih dahulu pun bergegas menyalakan motornya lalu melajukan kencang meninggalkan Ayunda Kirana yang tengah berdiri di trotoar jalan.
“Neng, ngapain atuh berdiri sendirian disini? Neng mau beli sesuatu, atau lupa bawa dompet? Atau lagi nunggu seseorang”?
Sapaan ibu-ibu yang bagai rel kereta itu menyadarkan Ayunda Kirana yang sedang melamun.
“Hehe, bukan nunggu siapa-siapa bu, nggak mau jajan juga, justru ibu yang saya tunggu”.
Jawab Ayunda Kirana dengan senyum ramah.
“Loh, kok nunggu ibu neng, ibu punya hutang ya sama neng? Terus ibu lupa Gitu”?
“Emm, nggak bu, nggak samasekali, saya Cuma mau nanya ngapain ibu malem-malem masihdi luar , ini kota loh bu, emang anak ibu kemana”?
Mendengar pertanyaan Ayunda Kirana ibu-ibu itu hanya bisa terdiam dan meneteskan air mata.
“Loh, ibu kok malah nangis, maaf kalau pertanyaan saya ada yang tidak berkenan”.
“Anak ibu udah hampir tujuh hari ini nggak pulang pulang neng, pamitnya mau mendaki ke merapi, tapi sampe hari ini belum pulang juga, ditelepon nomernya nggak aktif, begitu juga dengandua temennya juga sama neng ”.
Mendengar hal itu Ayunda Kirana pun terperanjat, pasalnya beberapa malam lalu, ia menghadapi masalah dari dukun yang ada dilereng merapi, dan sekarang ada ibu-ibu yang mengatakan bahwa anaknya tidak pulang-pulang dari pendakian merapi.
“Hmmm, mungkin ini Cuma kebetulan aja”.
Gumamnya dalam hati.
“Ya Allah, terus, ibu udah lapor”?
“Belum neng, ibu baru aja dateng dari Kulonprogo malem ini, mau nyari anak ibu”.
“Emm, ibu ada saudara di Boyolali ini? Karena menurut saya, lebih baik ibu melakukan pencarian besok aja, ini udah malem bu”.
Sebenarnya ia iba dan ingin menawarkan penginapan, tapi apa respon kakak dan ibu bawelnya nanti.
“enggak ada neng”.
Jawab ibu itu singkat.
“Yaudah kalau begitu ibu nginep dirumah temen saya aja ya, mari biar saya antar”.
“makasih ya neng, sebelumnya ibu boleh tahu nama neng siapa”?
“Saya Ayunda Kirana bu, asli saya dari Jogjakarta, tapi kebetulan tadi habis jelajah malam sama temen-temen ”.
“Ayunda Kirana,kaya pernah denger nama ini? Tapi, dimana ya”?
Batin ibu itu.
“Saya Ningsih neng, anak saya namanya Sena Saputra Sambara, dia melakukan pendakian kurang lebih pukul 18.00”.
“What, saya enggak salah denger kan bu Ningsih? Soalnya setahu saya jalur selo pendakian terahirnya itu Cuma sampe jam 16.00”?
“Ibu juga tahu neng, makanya ibu datang keboyolali malem –malem gini karena khawatir”.
Jawab Ibu Ningsih dengan airmata yang kembali berderai.
“Udah bu, nggak usah nangis, saya punya teman kebetulan, dia jaga sore di pendakian merapi jalur selo, besok kita cari sama-sama ya bu”.
“Nah, itu intan temen saya, malem ini ibu nginep dirumah dia dulu ya, ibu istirahat, tenangkan pikiran dan jangan panik”.
Nah loh, ayunda kirana udah ketemu sama ibunya bara nih, kayanya enggak lama bara sama yunda bakal ketemu, penasaran kapan mereka ketemu, dan gimana nasib trio pendaki barbar itu? Terus ikutin chapter terbaru pangeran dalam mimpi ya, dan jangan lupa buat fhot, like, komen, and share ke sosmed temen-temen semua ya.
Continue the next chapter...
KAMU SEDANG MEMBACA
pangeran dalam mimpi.
RomanceAyunda Kirana, sejak kecil selalu diperlakukan berbeda oleh keluarganya, sehingga harus menjalani kehidupan yang cukup keras, namun karena itulah dia bisa menjadi gadis yang tangguh, perangainya yang barbar, kocak namun baik hati, buatnya banyak me...