Penjelasan

14 4 0
                                    

PANGERAN DALAM MIMPI.

Oleh: Bunga Senja.

Chapter 29: Penjelasan.

Di rumahsakit Sena Saputra Sambara bersandar kedinding dengan masih duduk di atas ranjang rawatnya, sebab kondisinya belum pulih sempurna sehabis kehilangan banyak darah, sedang ditikar Ayunda Kirana, Intan dan Karin duduk menghadap Mak Ningsih juga Abah Bahrun, namun suasana masih hening, belum ada pembahasan, bukan berarti canggung, namun mereka semua masih menunggu kedatangan Andra juga Defano, tak ketinggalan, Resi Wisang Kala sebagai yang tertua di peristiwa penyelamatan kemarin sekaligus kakek dari Ayunda Kirana pun akan hadir, namun kali ini ia akan datang sendiri.

“Bunda, ayah sama kakak, bahkan disaat-saat kaya gini pun kalian mana mau peduli sama gue, nanyain dimana gue juga kagak ada sama sekali.”

Batin Ayunda Kirana, ia ingin menangis, namun tak mungkin, sebab itu hanya akan mendatangkan beribu tanya bagi orang-orang yang saat ini ada di sekelilingnya, ia juga mana mungkin tega merusak kebahagiaan Bapak dan ibu Sena Saputra Sambara dengan tingkahnya yang tak jelas itu.

“Assalamualaikum.”

Suara salam yang berbarengan menyadarkan mereka semua dari lamunanya masing-masing.

“Waalaikumsalam Warahmatu Llahi Wabarakatuh.”

Jawab mereka semua kompak.

“Maaf ya, kami sudah membuat semuanya menunggu.”

Ucap Resi Wisang Kala mewakili kedua pemuda yang bersamanya, yaitu Andra dan Defano.

“Mboten nopo-nopo kek,’ enggak apa-apa kek, aku juga belum lama kok nyampenya .”

Jawab Ayunda Kirana.

“Silahkan duduk mbah, kalian juga Nak Andra dan nak Defano.

Ucap Abah Bahrun mempersilahkan.

“Jadi begini pak, bu, kedatangan saya kesini selain untuk menjenguk nak Bara, juga untuk bersilahturahmi, sekalian saya juga akan menjelaskan peristiwa hilangnya nak Bara serta kedua temanya kemarin, nak Andra juga nak Defano.”

Ucap Resi Wisang Kala Mengawali pembicaraanya.

“Namun sebelumnya saya mohon, untuk tidak bersikap tak percaya kepada apa yang akan saya ceritakan. Karena ini memang nyata, dan tidak ngoyoworo.”

Setelah berkata demikian pun Ayunda Kirana yang mengawali ceritanya, darimana ia malam itu dan kemudian bertemu Bu Ningsih atau mak Ningsih di pinggir jalan, lalu inisiatifnya untuk membantu, sebab ia juga pernah merasakan sakitnya kehilangan, hanya bedanya, ini masih bisa kembali, beda dengan yang pernah Ayunda Kirana rasakan.

Pada saat itu juga mengetahui bahwa perjalanan Sena Saputra Sambara, Andra dan Defano terhitung Ilegal, Ayunda Kirana sudah memutuskan akan mencarinya dalam jalur gaib bersama Intan dan juga Karin, namun waktu itu, penerawangan yang dilakukan oleh Intan sia-sia, hingga pada akhirnya kakeknya sendiri yang membangunkan Intan dari penerawangan gaibnya.

Lalu kemudian Resi Wisang Kala melanjutkan, bagaimana muridnya Ki Braja memberi laporan padanya kalau ada yang menghilang di kerajaan jin Bayu Geni.

Awalnya Resi Wisang Kala tak mau ikut andil, namun mengetahui bahwa cucunya ikut serta ia pun tak bisa berpangku tangan.

Tak lupa juga Resi Wisangkala menceritakan betapa hebatnya sang cucu yang membunuh ratu Jin yang adalah muridnya sendiri itu, dan ratu Jin itu pulalah yang melukai Sena Saputra Sambara dan lalu memenjarakan bersama Andra dan Defano.

Bagaimana Ki Darma Aji juga memberantas semua penjaga demi membebaskan mereka bertiga.

“Jadi begitu ceritanya pak, bu, saya hanya membantu sementara yang mengambil inisiatif penuh itu adalah cucu saya.

Ucap Resi Wisang Kala mengakhiri ceritanya.

“Masya Allah, neng Yunda, terimakasih ya neng.”

Ucap Mak Ningsih sambil memeluk gadis itu.

Ayunda Kirana yang mendapatkan perlakuan demikian pun hanya bisa meneteskan air mata haru, sebab selama ini jarang ia mendapat pelukan selembut dan sehangat itu dari Ibundanya, bahkan tak bisa lagi di bilang jarang, mungkin malah gak pernah.

“Ibu Ningsih, jangan berlebihan, karena tanpa bantuan dari kakek mungkin saya juga gak bisa sehebat itu.”

Jawab Ayunda Kirana merendah.

“Terimakasih juga ya mbah, sudah membiayai rumahsakit Bara anak saya.”

Ucap abah Bahrun.

“Habis berapa kek? Nanti Bara ganti kalau Bara udah bisa nge band lagi.”

Ucap Bara sungguh-sungguh.

“enggak usah nak, kakek ikhlas, toh tidak seberapa juga, lebih baik uangnya kamu pake buat beli handphone baruaja , kan kemarin cucu saya gak berhasil menemukanya.”

Ucap Resi Wisang Kala sambil tersenyum, ia paham betul keluarga Sena Saputra Sambara sangat pas-pasan.

Satu minggu setelah kejadian itu, waktu libur kenaikan kelas pun telah usai, Ayunda Kirana telah menjadi sosok gadis dengan pakaian putih abbu-abu.

Ia Sangat antusias untuk masuk sekolah, sebab akan bertemu dengan pangeran pujaan hatinya, tanpa sadar ia senyum-senyum sendiri bagai mendapat bulan yang jatuh di genggaman.

“Ngapain deh lo, senyum-senyum sendiri? Nggak usah sok kecantikan deh, baru dapet biasiswa gitu aja sombong.”

Ucap Citra Kirana mengejutkan gendang telinga adik imutnya itu.

“”Heh, kak, lagian gue senyum-senyum bukan karena gue dapet biasiswa kok, nggak usah sok tahu deh.”

Ucap Ayunda Kirana dengan suara yang tak kalah lantang juga.

“Heh, Ayunda yang culun dan jelek, terus apa? Karena pangeran hayalan lo itu ya? Sadar deh, ini dunia nyata, bukan novel.”

“Diem, berisik aja kakak tuh, udah ya kakak yang cantik dan galak, gue berangkat dulu, dadah.”

Tak mau mendengar Citra Kirana yang mengadu kepada ayah dan bundanya yang saat ini semuanya ada dirumah, Ayunda Kirana pun bergegas lari dan mengambil motornya yang ia titipkan dirumah tetangganya, pasalnya motor itu ia dapatkan dengan kerja keras nulis novel, ia tak mau kalau sampai dirusak atau di curi oleh kakaknya yang selalu iri kalau ia punya barang baru.

“Bibi Linda,makasih ya, ini biaya penitipan hari ini.”

Ucapnya sambil menyodorkan uang berwarna biru kepada tetangganya yang ia panggil Bibi Linda tersebut.

“Aduh Yunda, nggak usah kali non, bibi ikhlas kok, intinya kalau ada apa-apa yang mau diselametin dari keluarga galakmu itu nitip aja disini gratis dan aman, sebagai balas budi non, karena kakek kamu dulu udah nolongin suamiku yang hampir sekarat.”

Jawab Bibi Linda panjang lebar.

“Oh gitu, yaudah makasih ya bi, aku berangkat dulu takut telat, assalamualaikum.”

“Waalaikumsalam non Yunda, hati-hati.”

Ayunda Kirana pun bergegas melajukan motornya menuju sekolah barunya, SMA Karya Bangsa.

Nah para pembaca setia novel pangeran dalam mimpi, bagaimana kah hari pertamanya Ayunda Kirana di sekolah barunya?

Simak di chapter berikutnya yaa, tapi jangan lupa vote, share dan juga komentar apabila ada kritik dan saran.

Continue to the next chapter...

pangeran dalam mimpi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang