Kerajaan Bayu Geni.

11 4 0
                                    

PANGERAN DALAM MIMPI.

Oleh: Bunga Senja.

Chapter 22: Kerajaan Bayu Geni.

“itu suara apaan Ndra, kok kaya burung jalak”.

Tanya Defano seketika memecah keheningan yang ada.

“Fan, lo tenang ya, ini bukan di alam kita, jangan sampe kitasalah ngomong, itu bahaya akibatnya”.

“terus , kita bisa pulang nggak, gue takut Ndra, apa lagi kondisi Barakaya gini ”.

Defano merasa ketakutan, ditambah cemas juga menyelimuti hatinya, tanpa sadar ia menangis karena teringat ibunya dirumah pasti khawatir, belum lagi ditambah jika waktu dialam jin dan manusia berbeda.

“Makanya lo diem dan jangan berisik, gue lagi coba-coba cari jalan keluar ini, terlebih hakim kerajaan bayu Geni ini memutuskan, kalau kita kena hukuman, akibat prajurit kerajaan ini ada yang mampus di tangan gue sama Bara, jangan lo pikir gue juga nggak hawatir Fan, gue juga sama kaya lo, di tambah lagi satu hal, Bara gak tau ada diruang tahanan mana sekarang”.

“Iya, Ndra, maafin gue”.

Setelah berkata demikian, mereka berdua pun kembali hening seperti semula.

Disisi lain, Bara yang baru saja terjaga dari pingsanya, ia terperanjat, pasalnya kedua sahabatnya itu tak ada bersamanya.

“aduh , sakit banget perut gue, ya Allah, ah iya, ini pasti gue ada dikerajaan Bayu Geni, tapi, dimana Defano sama Andra?apa mereka selamet”?

Monolog Bara sambil berusaha bangkit dari lantai tahanan yang teramat dingin lalu menyandarkan punggungnya ke jeruji besi.

“Oh iya, gue kan bisa minta tolong sama ki Darma Aji, semoga ia mau datang dan bisa mendengar panggilan gue”.

Setelah berkata demikian, Bara pun lalu memejamkan kedua belah matanya, lalu memanggil sang khodamnya ki Darma Aji.

“Ki, tolong aku dan kedua temanku, kami terjebak di kerajaan Bayu Geni, ki, segera ya ki”.

Setelah melakukan pemanggilan itu, Bara yang masih dalam keadaan lemah pun kembali jatuh pingsan tanpa ada yang menolong, namun, sebelum kesadaranya hilang sepenuhnya, samar-samar ia merasakan getaran batinya, tanda bahwa sang khodam ki Damar Aji mendengarkan panggilan dan permintaan tolongnya.

“ di tempat lain ki darma aji yang sedang menuju kawasan pasar bubrah,tbersama rombongan perguruannya, tiba-tiba meminta sang guru untuk berhenti sejenak.

“mohon maaf guru Resi, tolong berhenti sejenak, murid mendapat pertanda guru”.

Ucap ki Darma Aji yang berada ditengah-tengah rombongan Resi Wisang Kala yang sedang menuju ke pasar bubrah Gunung Merapi.

“Darma, waktu sudah hampir larut malam, ada apa lagi kau ini”.

Sentak Ki Braja yang berjalan disamping Ayunda Kirana dan kedua temanya.

“Sudahlah Braja, kita dengarkan saja apa petunjuk yang didapatkan oleh Darma Aji”.

Resi Wisang Kala berucap menengahi.

“Guru, murid mendengar Sena Saputra Sambara meminta tolong kepada murid, dia adalah sosok manusia yang murid jaga, guru, namun beberapa malam lalu, memang murid kehilangan jejak dia, maka dari itu murid memutuskan kembali ke padepokan, murid kira sudah tak diperlukan, ternyata dia yang menghilang di kerajaan Bayu Geni, begini proyeksinya Guru”.

Setelah berkata demikian, ki Darma Aji pun segera memproyeksikan keadaan Sena Saputra Sambara saat itu, dimana ia tengah tergeletak di lantai, dengan luka di bagian perut sebelah kirinya yang terkadang masih meneteskan darah.

Ayunda Kirana yang ada disamping ki Braja tiba-tiba luruh ketanah dan menangis.

“Nda, lo baik-baik aja Nda”.

Tanya Intan sambil menggenggam kedua tangan Ayunda Kirana, Intan paham betul, bahwa sahabatnya itu trauma terhadap tindak kriminalitas.

“Gue baik-baik aja kok tan, tapi gak tau kenapa, ngeliat proyeksi kondisi kak Bara hati gue kayak sakit dan nggak terima”.

Mendengar hal itu ki Braja pun hanya bisa tersenyum penuh arti, ia tahu persis kenapa sang junjunganya merasakan hal yang demikian, namun ia memilih diam, karena ia sadar, hanya tuhan sang pemilik takdir, cukup tahu saja dan akan disimpan rapat-rapat didalam hatinya.

“Perasaan kamu mungkin Nda terlalu halus, jadi mungkin aja kamu nggak tega”.

Hibur Karin.

“Bener Rin, mungkin begitu, yaudah ah jangan bahas lagi hal itu, maaf kalau gue mendadak jadi baperan gini”.

Ucap Ayunda Kirana lalu kembali lagi berdiri sambil menghapus air matanya, ia kembali tersenyum seolah tak pernah ada tangis yang singgah.

“Cucuku Ayunda Kirana”.

Panggil Resi Wisang Kala yang memimpin barisan.

“Iya kek, ada apa”?

Tanyanya singkat.

“Apakah kau membawa tasbih hijau yang pernah kakek berikan dahulu”.

Iya, aku bawa kek, emang buat apa? Kakek mau berzikir apa mau cari orang”.

“Justru itu cu, aku membutuhkan tasbih itu untuk membuka gerbang gaib, berikanlah kepada kakek sebentar saja”.

Baiklah kek, ini tasbihnya”.

Ayunda Kirana pun bergegas melangkah kedepan sambil menggenggam tasbih hijau kesayanganya itu, lalu memberikanya kepada sang kakek Resi Wisang Kala.

Sementara itu mak ningsih cemas menanti dirumahnya Intan, sebab ia tak boleh ikut, dengan alasan takut tidak kuat karena mereka semuanya tidak akan melakukan pencarian dengan kendaraan gunung, namun hanya akan berjalan kaki layaknya pendaki biasa.

Yang ia bisa lakukan hanya menangis dan berdoa memohonkan keselamatan untuk anak satu-satunya.

Kriiiiiiiing... Kriiiiiiiiiing...

Mendadak suara dering hp mengejutkanya, bergegas ia meraih hp nya yang berada di atas nakas, berharap bahwa itu kabar dari pencarian, namun ternyata bukan, Bahrun suaminya lah yang menelepon.

“Assalamualaikum mah, dimana kok rumah sepi sekali”?

Suara itu terdengar dari sebrang sana.

Dek...
Mak Ningsih terperanjat, ia lupa bahwa perihal Bara yang hilang ia belum memberi tau suaminya sama sekali.

“mamah di Boyolali Pah, Bara hilang, kemarin pamitnya mau mendaki gunung Merapi, tapi sampe hari ketujuh ini belum pulang”.

Jawab mak Ningsih sambil terisak.

“terus gimana , papah nyusul kesana ya, kumaha sih ini, ini anak kok ya ngelayap aja kerjaanya”.

“ apakah bara, dan ayunda akan segera bertemu? Terus ikutin update terbarunya ya PDM lovers, dan jangan lupa vote, like, komen, and share ke sosmed PDM lovers semua.

Continue the next chapter...

pangeran dalam mimpi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang