untuk apa berterima kasih?

37 6 0
                                    

Pangeran dalam mimpi.
Oleh: Bunga Senja.
Chapter 2: Untuk apa berterimakasih.

Kriiiing, kriiiing, kriiiiing.
Huuuf, berisik banget sih alarem ini ya!
Aku menggeliat lalu mengusap kedua mataku, kumatikan alarem yang berbbunyi nyaring itu lalu bergegas bangun.
Ya, mau gimana lagi, ini hari senin, hari dimana aku harus bangun pagi, sebelum kak Citra dan bunda kembali mengoceh dengan suara cemprengnya, akibat aku kena teguran karena aku terlambat sampai ke sekolahan.
Dan, itu sering sekali aku lakukan, aku berpikir, untuk apa sih, sekolah ini, membosankan dengan materi-materi rumitnya, ya walau aku bisa di bilang salah satu siswa cerdas sih katanya, tapi menurut aku sendiri tidak.
Bukan hal yang patut aku banggakan, sih.
Sebab, ayah dan bunda tak pernah peduli dengan semua itu.
Ups, kok jadi melow gini sih, sudah-sudah Ayunda Kirana, bukanya lebih baik di sekolah, ya?
Dari pada dirumah yang bagaikan neraka ini.

***
Ranaaaaa, cepat turun.
Teriak bunda dari ruang makan.
Sepontan saja aku menjawab dengan suara ketusku.
"Iya-iya, bunda, sabar ini lagi pakai hijab, tahu?
Setelah itupun senyap, dan lalu aku pun bergegas turun.
Prang, aku membanting sendoku di atas piring makan yang sudah di sediakan sama bunda.
Plaak, apa-apaan Sih kamu ini, Rana!
Sudah bunda sediakan makan juga nggak tahu terimakasih.
Aku pun tak menangis hanya karena tamparan itu, justru yang aku lakukan adalah menatap bunda dengan tatapan sinis.
Apa, bunda? Terimakasih bunda bilang! Terimakasih untuk apa bunda, untuk sepiring nasi dan sayur basi ini, bunda?
Maaf bun, Rana tak sudi, bunda dari dulu selalu aja memanjakan kak Citra, tapi aku selalu bunda sia-siakan.
Jangan bunda bilang kembali, kalau ini semua akibat Adinda yang meninggal 15 tahun lalu, karena itu bukan salahku bunda, itu takdir!
Setelah itu, aku meraih tas sekolah ku yang aku beli atas kerja kerasku memenangkan olimpiade matematika tahun lalu sebagai sang juara terbaik di jakarta.
Bergegas aku pun lari keluar, menuju ke terminal bus.
Tes, setitik air mataku jatuh tak terelakan dari kelopak mata biru ini.
Tidak, Rana, jangan menangis, aku benci dengan air mata ini.
Kataku dalam hati sambil memukul dada yang mulai sesak ini.
Tiba-tiba dari kejauhan, sedang kulihat seorang gadis remaja yang memukuli anak kecil.
Akupun segera mempercepat langkahku kembali, demi untuk menolong anak kecil itu.
Stop, jangan lakukan kekerasan didepanku! Kalau kamu nggak mau, kepalan ini melukai wajah cantikmu.
Bentaku sadis sambil mengacungkan kepalan tanganku kearah gadis remaja itu.
Ba, baik, kak, ampun.
Lalu gadis remaja itu lari terbirit-birit meninggalkan aku dan anak kecil itu.
Terimakasih, ya kak, terimakasih sudah menolong.
Emm, tidak perlu, jaga diri baik-baik setelah ini.
Lalu aku pun segera meninggalkan anak kecil itu, karena aku melihat bus kembar jaya kuning yang selalu jadi langgananku sudah hendak merayap meninggalkan terminal.
Sialnya, langkahku lebih lambat dari pada bus itu, hadeh, alamat kesiangan ini mah.
Racauku dengan wajah kesal.

Continue the next chapter.

pangeran dalam mimpi.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang