Setelah seminggu lebih memasuki lamaran pada kafe yang ia tergetkan, kemarin adalah jadwal interviu yang harus Mia ikuti. Wanita itu tak pernah menyangka jika ia harus bersaing dengan puluhan lebih pelamar padahal yang dibutuhkan tidak sebanyak jumlah pelamar. Mia sempat skeptis jika ia lolos. Namun, takdir berkata lain.
Pagi tadi, Mia mendapat notifikasi bahwa ia diterima kerja. Dengan semangat menggebu-gebu wanita itu mencari setiap orang rumah dan memeluk mereka satu persatu seraya berteriak hoboh bahwa dirinya telah diterima kerja. Tentu saja, kebahagiaan Mia ikut menulari yang lain.
"Kak, pakaian aku sopan dan rapi'kan?" Yohan mendengkus resah pasca mendengarkan pertanyaan berulang sekalipun telah dijawab secara berulang juga.
Yohan tantu saja hampir pusing melihat tingkah Mia. Anak itu sedari tadi bolak balik kamar dan ruang keluarga demi memperlihatkan penampilan serta merata pakaian mana yang pantas ia kenakan. Di mata Yohan semua pakaian yang diperlihatkan sudah pas di tubuh Mia. Tapi, anak itu selalu saja merasa ada yang kurang hingga berakhir terus-terusan diganti.
Sinta yang berada di antara mereka tak bisa menahan kegelian hati melihat interaksi itu sehingga wanita dua anak tersebut menggeleng dengan senyuman tipis. Sungguh, ia tidak bisa berkomentar mengenai apa pun tentang hal ini. Mia yang terlalu ekspresif dan semangat sementara suaminya yang depresi melihat tingkah adiknya.
"Kak Sin, sudah klop'kan?" Mia butuh pendapat lain selain sang kakak. Semakin banyak yang berkomentar mengenai penampilannya Mia merasa lebih percaya diri.
Sinta tersenyum lembut."Sangat klop." Mendengar hal itu Mia tersenyum puas. Tapi, ia merasa kurang. "Bagaimana pendapat kak Yohan. Sudah klop?" Mia berpaling, menatap sang kakak dengan sorot mendesak.
"Kak jawab!" Mia memaksa padahal anak itu sudah mendengar jawaban Yohan.
Lelaki itu tidak mengatakan apa-apa. Hanya terdengar helaan napas panjangnya bersama bola mata yang berotasi. "Kak jawab. Pas'kan? Sudah sopan? Sudah rapi?" Mia tetap mendesak untuk mendengar jawaban sang kakak.
"Semenit lalu sudah kakak jawab."
"Ma, kak Yohan mempersulitku. Padahal tidak begitu sulit jawab ya dan tidak. Lihat nih anak laki mama." Mia merajuk dan mengadukan hal itu pada Sang mama padahal yang saat ini berdiri di depannya ada Sinta.
Mia terkejut. Begitu pula Yohan yang tiba-tiba berubah diam dan murung.
Konten Mia tersenyum sedih."Ini pertama kalinya aku kerja. Setiap hal yang aku lakukan pertama kali selalu ada mama, papa, juga kakak Yohan di samping aku. Tapi, tahun-tahun terakhir sudah tidak sama. Mama sama papa pergi dalam sehari. Tinggal aku sama kakak Yohan. Sekarang, tidak cuma kak Yohan yang ada buat aku, tapi kakak Sinta juga. Hari ini aku benar-benar lihat sosok mama dalam diri kakak Sinta. Kakak benar-benar mirip mama. Kalau papa. Sejak papa pergi kakak Yohan adalah figur papa di mata aku. Kini aku kembali punya papa sama mama. Aku benar-benatr punya orang tua." Mia menangis, tentu saja. Ia sungguh merasa jika saat ini kedua orang di depannya adalah papa, mamanya.
Tanpa mengatakan apa-apa Sinta mendekat dan memeluk Mia. Wanita itu mengelus sayang pundak adik iparnya.
Yohan, lelaki itu sejak tadi sudah menjatuhkan air mata saat mendengar perkataan Mia. Ia tak menyangka setelah belasan tahun kepergian orang tua mereka Mia masih merindukan kedua sosok itu. Meski sebetulnya tak ada yang beda dari Mia. Karena ia pun sama seperti Mia yang selalu merindukan kedua orang tua mereka.
Lelaki itu lantas berdiri lalu merangkul kedua wanita itu dalam dekapan. Mereka larut dalam suasan haru. Sampai akhirnya Mia membebaskan diri dan mengatakan bahwa ia harus kerja. Dan membuat situasi haru tadi dipenuhi senyuman geli juga malu-malu.
![](https://img.wattpad.com/cover/374107860-288-k588852.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA YANG NYATA
RomanceMia, gadis berkulit sawo matang itu diam-diam mengagumi Elo, lelaki jangkung yang kebetulan berteman baik dengan sahabatnya, Tiara. Gadis itu, Mia, mengakui bahwa ia kurang pantas memimpikan Elo menjadikannya pendamping. Elo terlalu menawan untuk uk...