Ia grogi! Dan itu tidak bisa di elak! Padahal sebelum datang ke sini ia telah mempersiapkan diri dengan baik. Bahkan ketika berbincang bersama Yohan dan Sinta beberapa saat lalu ia masih menguasai diri.
Mendadak, ia merasa gugup atas kehadiran Mia. Wanita itu tampak menolak kehadirannya. Tatapannya mampu menjelaskan hal itu. Tetapi itu tidak dapat menutupi rasa gembira yang ada. Ia senang atas kehadiran Mia. Meski kehadirannya tentu saja tidak diinginkan!
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Mia tidak bisa menahan diri untuk bertanya. Wanita itu mendekat dengan sedikit kekesalan di wajah.
Sementara Elo tidak menanggapi serius perkataan serta ekspresi penuh penolakan itu. Ia bahkan tidak perduli pada Mia yang mengabaikan sopan santun. Ia benar-benar tidak peduli soal itu.
Elo menatap tenang, meski dadanya berdegup kencang secara gila-gilaan.
"Bertemu kamu." sahutan itu bukan berasal dari Elo melainkan Yohan sang kakak.
Mia mengerutkan dahi tak habis pikir. Kakaknya benar-benar mendukung Elo! Dan secara sadar ia mengakui keberpihakan sang kakak terhadap lelaki muda itu.
"Cuma ngobrolkan? Kalau cuma ngobrol, saya izinin kalian berduaan."
Mia memelototi Yohan. Ucapan kakaknya terlalu ngawur. Mendapati pelototan itu Yohan justru menanggapi dengan kekehan. Kemudian secara perlahan berdiri. Ia menatap sang istri yang tengah tersenyum kecil lalu mendekat ke arah Sinta dan Mia.
Elo yang melihat interaksi itu dengan terang-terangan mengulum senyuman. Menyadari ia ditangkap basah, Mia kemudian menarik napas panjang lalu memejamkan mata akibat malu.
"Ingat, waktu ngobrol kalian saya kasih sejam. Pukul 7 kamu harus sudah pulang." Itu sebuah perintah, dan Elo mengangguk setuju. Sementara Mia tercengang. Dalam rentan waktu sejam apa yang akan mereka bahas? Ia dan Elo tidak sedekat itu untuk membahas banyak hal sehingga waktu sejam terasa kurang. Ia bisa menjamin bahwa waktu sebanyak itu hanya akan dipenuhi oleh kesunyian.
Jika awalnya ia tidak merasakan apa pun atas kehadiran lelaki itu, maka sekarang ia merasa gugup. Apa lagi ketika Yohan dan Sinta saling memberi kode kemudian menjauh dari sana.
Setelah mengawasi kepergian mereka, Mia membawa langkah semakin dekat dan duduk tepat di seberang lelaki itu.
Mia sebetulnya mulai mati gaya akibat tatapan intens penuh pengawasan itu. Ia mengakui bahwa ia cukup gugup ketika mengadapi Elo.
"Cuma sejam!" Elo mengumam dengan senyuman kecil. Rasanya waktu yang diberikan Yohan terlampau cepat. Namun, ia tak bisa melanggar apa yang telah menjadi perintah.
Mia mengerutkan alis. Ternyata Elo tidak sependapat. Ia merasa sejam adalah waktu yang singkat. Tetapi, tidak untuknya! Itu terlalu lama dan buang-buang waktu jika tidak ada obrolan yang dibahas di antara mereka.
"Aku gugup. Juga sedikit canggung!" Mia berkedip cepat. Pengakuan lelaki tampan itu membuatnya kehilangan akal. Artinya bukan ia sendiri yang merasakan hal itu.
Mia mengangguk setuju. Ia tidak bisa mengelak.
Lalu lelaki itu kembali membuka suara,"Aku dengan ke sini bukan tanpa alasan. Aku punya maksud dan tujuan."
Mia tidak dapat mengendalikan irama jantung yang kian berdegup kencang. Semakin Elo membawa pembicaraan ini ke arah yang lebih serius, ia mendadak deg-degan.
Mia berakhir menarik napas panjang-panjang. Kenapa Elo seperti mengintimidasi lewat kata-katanya?
"Aku mau melamar kamu. Tapi, kalau kamu menganggap itu terlalu terburu-buru, kita bisa mulai dengan pacaran terlebih dahulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA YANG NYATA
RomanceMia, wanita berkulit sawo matang itu diam-diam mengagumi Elo, lelaki jangkung yang kebetulan berteman baik dengan sahabatnya, Tiara. Wanita itu, Mia, mengakui bahwa ia kurang pantas memimpikan Elo menjadikannya pendamping. Elo terlalu menawan untuk...