Senyuman ketidakpercayaan terukir jelas di wajah Tiara. Bagaimana bisa Elo mengatakan demikian meski hal itu adalah fakta yang tidak bisa diolak. Ia dan Elo memang tidak memiliki hubungan istimewa selain satu kata yang menyebut mereka 'teman'.
Situasi seketika berubah canggung dan tegang. Tiara menatap penuh kekecewaan. Sementara Elo menatap tenang. Menyadari hal itu Mia berniat menjauh sejenak sampai situsi kembali tenang. Namun, belum mengutarakan niat hati, ia justru mendapti suara tawa Tiara mengelegar.
"Hhhaa ... itu gelang pertemanan! Lihat, Mia juga punya satu!" Tiara menyodorkan gelang lain yang serupa pada Mia. Ada keterpaksaan yang kental di raut muka Tiara. Meski demikian, ia tetap menyimpan benda itu ke tangan temannya.
Mia menatap benda tersebut dengan tak enak hati. Segara, ia menyimpan benda itu ke gengaman tangan Tiara. Mia tahu, gelang itu adalah gelang pasangan dan hanya bisa dimiliki dua orang.
"Aku tidak suka gelang seperti itu!" meski tahu kata-kata itu kasar dan jahat, ia tetap akan mengatakan demikian. Karena dengan begitu, Tiara bisa memiliki gelang itu kembali!
Dengan ragu-ragu Tiara melirik ke arah Elo, lelaki itu tidak berkata apa-apa, namun tatapannya mampu membuat Tiara dengan berberat hati memberikan gelang itu kepada Mia."Ini gelang pertemanan, Mi." Mia tidak bisa berbuat banyak selain menerima gelang itu. Ia tahu seberapa keras kepala temannya. Lantas ia hanya mengangguk dan menyimpan gelang itu ke dalam tas jinjin yang dipakai.
"Yuk, kita lihat-lihat stan lain!" Tiara lalu melingkarkan tangan ke lengan tangan temannya. Mereka berjalan lebih dahulu yang diikuti Elo dari belakang. Lelaki itu tiba-tiba berhenti ketika suara ponsel berdering.
Merasa jika tidak ada yang mengikuti, keduanya berpaling. Tepat sekitar lima langkah di belakang, ada Elo di sana, berdiri sambil memegang ponselnya dan ketika mata mereka bertemu, ia lalu memberi kode. Kemudian mengambil jarak dari kerumunan ke tempat sepi untuk mengambil panggilan.
Begitu selesai berteleponan ia menghampiri kedua wanita itu. Namun, yang tak diduga-duga, di tempat yang sama hanya ada Mia seorang.
Lelaki itu mendekat dengan kerutan di kening."Tiara?" Mia mendesah pelan lalu bengkit berdiri sambil mengusap celana bagian belakang gara-gara duduk di trotoar. Ia menunggu Elo. Tidak enak langsung pulang tanpa memberi kabar. Kebetulan juga ponselnya mati. Dan ketika melihat lelaki itu berjalan mendekat, ia langsung membawa langkah, menuju jalan utama.
"Pulang!" Beberapa waktu lalu Tiara memang meminta pamit. Ada urusan keluraga yang harus ia hadiri. Jadi, Mia tidak bisa menolak permintaan Tiara.
Kerutan di kening lelaki tampan itu semakin dalam. Namun, sesaat setelahnya ia tersenyum samar dan langsung mengejar wanita yang telah jauh dari kerumunan.
"Aku lapar!" Elo memegang pergelangan tangan wanita itu. Karenanya, Mia otomatis berpaling dan melihat tangan Elo yang melingkar pada pergelangan tangannya.
Sejujurnya, Elo ingin mengambil kesempatan yang ada. Sepanjang perjalanan, ia memang berharap akan ada kesempatan di mana ia bisa bersama Mia. Tanpa Tiara! Meski rencana ini sebetulnya dikhususkan untuk kedua wanita itu. Namun, siapa sangka Tiara justru menajaknya. Tentu saja, ia hanya mengambil peluang yang ada! Lagi pula, itu kemauan Tiara!
"Ya sudah, kamu makan, aku balik!" secara perlahan-lahan dan hati-hati Mia melepas pegangan tangan Elo. Lelaki itu tidak berkomentar apa-apa dan justru mengikuti keinginan wanita itu.
Terkadang ia merasa gemas dengan setiap reaksi Mia. Meski suka seenak hati, wanita itu sukses menyihirnya. Ia mulai menyukai sikap acuh tak acuh yang Mia tunjukan secara terang-terangan ketika didekati lelaki. Kadang-kadang ia berpikir jika Mia tidak pernah menyadari kalau dirinya menarik dan sedang menjadi incara!
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA YANG NYATA
RomansaMia, wanita berkulit sawo matang itu diam-diam mengagumi Elo, lelaki jangkung yang kebetulan berteman baik dengan sahabatnya, Tiara. Wanita itu, Mia, mengakui bahwa ia kurang pantas memimpikan Elo menjadikannya pendamping. Elo terlalu menawan untuk...