'Ini bukan akhir, tapi awal dari perjuangan itu sendiri. Selamat bergabung.' Kira-kira begitulah sepengal kalimat yang dilisankan salah satu senior sewaktu menghadiri wisuda Mia. Kalimat itu kini perputar-putar dalam kepala dan itu sungguh mengganggu, karena Mia saat ini merasakan efek itu. Berjuang mati-matian melamara kerja. Tapi, hasil yang didapat adalah nol besar. Lamaran yang ia sebarkan pada beberapa perusahan, sampai detik ini belum ada kabar dari satu pun di antara lamaran yang dikirimkan. Itu sungguh menyiksa!
"Ini bukan akhir, tapi awal dari perjuangan itu sendiri." Mia mendesah lelah lalu merebahkan diri pada kasur. Tidak ada yang mudah dan mulus seperti yang sering ia gambarkan ketika hendak memejamkan mata di malam hari. Segalanya tidaklah benar! Itu hanya kesenangan sesaat dari imajinasi. Yang sebenarnya, semua hal yang ia jalani tidak semulus itu! Ia cukup tertekan dengan kenyataan yang ada! Mendadak menjadi pengangguran, itu begitu rumit, apalagi sebelumnya ia banyak melakukan aktivitas kampus! Sekarang, ia hanya ..., entah bagaimana kesulitan menjalani hari. Kesulitan mendapat pekerjaan! Full time berada di rumah tanpa melakukan apa-apa yang menambah isi dompet! Ditambah lagi pemikiran-pemikiran iri yang memenuhi isi kepala sewaktu mendapati teman-teman seperjuangan yang telah memiliki pekerjaan!
Mia benar-benar merasa tertekan dan tidak berguna! Padahal, ia telah mengerahkan berbagai usaha dan tenaga hanya demi bisa disebut sebagai 'pekerja' kantoran. Tapi, entah bagaimana itu begitu sulit! Sangat sulit!
"Ya Tuhan aku harus apa biar dapat kerja?" Mia adalah salah satu tipe yang tidak suka keberadaannya menyusahkan orang lain. Setidaknya ia memiliki nilai guna untuk membantu orang-orang di sekitarnya. Tapi, ini di luar kendali. Mia juga tidak ingin seperti sekarang. Kembali menggantungkan hidup pada kakaknya padahal ada orang lain yang tengah menggantungkan hidup selain dirinya. Tentu saja itu istri serta anak-anaknya.
"Kasihan kak Yohan." Mia cukup putus asa ketika mengingat perihal sang kakak yang harus memenuhi setiap kebutuhanya sebagai seorang wanita dewasa. Mungkin, apabila ia berada di usia kanak-kanak dan belum mengerti yang namanya perasaan, tentu saja Mia tidak akan memikirkan hal-hal ini atau bahkan kemungkinan ia akan bersikap masa bodoh. Masalahnya, kini, ia bukan lagi anak-anak yang tidak mengerti apa-apa. Ia cukup paham bahwa ini bukan masanya membebani sang kakak dengan kebutuhan recehnya sebagai wanita dewasa. Mengingat kakaknya, Yohan, telah berkeluarga.
Ia harus kerja! Itu tekadnya!
"Mi, kakak masuk, ya." Mia menelengkan kepala, melihat ke arah pintu yang kebetulan di sana telah berdiri wanita cantik yang bukan lain adalah Sinta, kakak iparnya.
Sebagai jawaban Mia mengangguk lemah. Ia lelah fisik dan mental. Dalam sehari ia telah menyusuri beberapa tempat demi mengantarkan lamaran. Juga seharian ini tetap menunggu kabar yang tantu saja tidak membuaskan hati karena tidak ada informasi apa-apa yang masuk. Ia cape!
"Jangan terlalu keras sama diri kamu, Mi." Sinta memegang tangan kanan Mia begitu duduk di samping adik iparnya. Mia, anak itu kelihatan tertekan dan Sinta tahu apa penyebabnya. Mia hanya belum mengerti bahwa setiap hal dalam hidup membutuhkan proses dan kesabaran. Itu akan memakan waktu yang cukup panjang ketika akhirnya menemukan apa yang dicari.
"Mungkin, sekarang Tuhan sedang membiarkanmu rehat dari panjangnya perjuangan semasa kuliah. Seharusnya gunakan peluang ini sebaik mungkin. Karena setelah ini, bisa jadi, kamu tidak memiliki waktu luang untuk bersantai. Apa kamu pernah berpikir demikian?"
Mia menggeleng pelan ketika menyimak perkataan kakak iparnya. Ia tidak pernah berpikir sampai ke arah sana.
"Dengar, Mi. Semua hal tidak datang dengan cepat dan instan. Begitu pula pekerjaan yang kamu inginkan selama dua bulan belakangaan ini. Mereka yang cepat memiliki pekerjaan bisa jadi telah terfasilitasi oleh pendahulu mereka. Atau, bisa jadi, mereka telah melakukan usaha secara berulang hingga sampai pada tahap itu. Sedang kamu harus merangkak dulu. Segalanya bertahap dan itu butuh waktu."
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA YANG NYATA
RomanceMia, wanita berkulit sawo matang itu diam-diam mengagumi Elo, lelaki jangkung yang kebetulan berteman baik dengan sahabatnya, Tiara. Wanita itu, Mia, mengakui bahwa ia kurang pantas memimpikan Elo menjadikannya pendamping. Elo terlalu menawan untuk...