Mia merutuki kebodohannya karena buru-buru pergi seperti seorang pecundang. Mestinya ia bersikap biasa saja ketika mereka kembali dipertemukan. Ia dan Elo tidak memiliki sesuatu yang membuatnya berperilaku seperti tadi. Elo bukan mantan pacar yang perlu ia hindari. Lelaki itu cuma Elo ... Ya, cuma Elo!
"Kamu hanya bersikap lebih tahu diri Mia." Mia lantas memejamkan mata. Tiba-tiba saja ia merasakan hatinya yang entah bagaimana nyaris membuatnya menjerit lantang. Bukan cara seperti ini yang ingin ia lakukan ketika bertemu Elo. Ia tidak mesti lari yang mana menimbulkan kesalah pahaman. Elo, jelas akan berpikir macam-macam tentang tingkahnya.
"Apa aku balik saja lalu meluruskan segalanya?" Mia mendesah lelah. Ia membuat satu kesalahan di saat bertemu lelaki itu. Lelaki yang mati-matian ingin ia sadarkan bahwa dirinya lebih berarti dari pada lelaki itu sekalipun dia memiliki segala-galanya.
"Mi, kamu kenapa?" Sinta mendekati Mia yang sedari tadi mondar mandir di depan pintu. Adiknya seperti sedang memikirkan sesuatu."Kamu kenapa, Mi?" Sinta ingin memastikan, Mia jelas kelihatan frustasi.
"Tidak apa-apa, kak." Mia berbohong. Tentu saja, ia tak mau Sinta ikut-ikutan memikirkan masalah recehnya.
"Yakin?" Sinta ingin memastikan.
Mia tersenyum meyakinkan."Ya."
Lantas Sinta mengangguk mengerti."Ayo masuk."
Mia mengangguk dan langsung mengikuti Sinta.
"Lama tidak jumpa, Mia."
"Kamu apa kabar?"
Perkataan-perkataan itu perputar dalam kepala. Mia nyaris pingsan mengingat kembali ucapan Elo. Terutama senyuman lelaki itu. Elo sama menawannya seperti dulu. Bahkan saat ini ia nyaris tidak memiliki cela. Elo sempurna.
Oh Tuhan. Mia memejamkan mata cepat-cepat mengenyahkan pikiran-pikiran itu. Ia tak ingin larut tentang lelaki tadi.
***
Dugaan Elo diperkuat ketika melihat secara langsung gadis itu, Miara Callista Alin, gadis berkulit sawo matang yang pernah berada dalam lingkup pertemanannya sewaktu SMA. Gadis yang diam-diam sering mencuri pandang. Tantu saja, Elo tidak menyukai hal itu. Justru itu membuatnya risi apalagi saat itu fokusnya hanya terpusat pada Tiara, sahabat dari gadis berkulit sawo matang itu.
Sebagai seorang lelaki, Elo sadar Mia menyimpan rasa padanya. Namun, untuk tidak memperpanjang usaha gadis itu untuk mendekat lebih jauh, Elo memutuskan untuk menyingkirkan Mia terlebih dahulu. Dengan tidak berperasaan ia mengatakan hal menyakitkan yang membuat gadis itu mundur secara teratur hingga pada akhirnya ia sadar bahwa sikap Mia berubah ketika mereka berada dalam jarak dekat.
Elo tentu saja merasa lega. Artinya gadis itu tahu diri. Tahu di mana posisinya. Ia, jelas-jelas tidak menyukai tipe gadis seperti Mia. Ia menyukai gadis berkulit putih dengan tinggi badan sesampai. Hal itu hanya ia temukan pada Tiara. Ia menyukai sahabat dari gadis berkulit sawo matang itu.
"Mia." Elo menatap jauh sambil membayangkan perilaku gadis yang sedari pagi tadi menarik perhatiannya. Gadis yang entah bagaimana menarik fokusnya. Ia bahkan rela berjam-jam menonton tingkah wanita itu bersama kedua bocah yang tengah joging dan bermain. Tanpa sadar ia ikut tertawa dan merasa cemas di waktu bersamaan ketika gadis kecil itu jatuh saat berlari.
Elo memiliki firasat bahwa itu Mia. Ia seakan mengenali wanita itu lebih dari apa pun. Ia yakin bahwa itu adalah Mia yang pernah ia patahkan perjuangannya. Mia yang tiba-tiba jarang tersenyum ketika mereka berada dalam jarak dekat. Mia yang mulai mengurangi bahkan nyaris tak pernah mencuri pandang padanya. Mia yang tiba-tiba hilang tanpa kabar. Mia ... yang entah bagaimana membuatnya mulai mencari meski melalui sorot mata namun tak kunjung ia temukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA YANG NYATA
RomanceMia, wanita berkulit sawo matang itu diam-diam mengagumi Elo, lelaki jangkung yang kebetulan berteman baik dengan sahabatnya, Tiara. Wanita itu, Mia, mengakui bahwa ia kurang pantas memimpikan Elo menjadikannya pendamping. Elo terlalu menawan untuk...