Sering, Mia akan tersesat dalam situasi seperti ini. Dalam satu perkumpulan ia tidak memiliki peran penting di sana. Itu dikususkan saat berkumpul dengan teman-teman masa SMA. Rata-rata teman sekolahnya orang berada.
Tidak ada yang ia lakukan selain ikut tersenyum di saat yang lain tersenyum. Tertawa ketika yang lain akan tertawa. Begitu juga apabila yang lain minum maupun makan, ia pun akan melakukan hal yang sama. Ia peniru yang cukup handal.
Mia merasa sendiri. Sangat jauh meski ia barada di antara kerumunan. Orang-orang menciptakan dunianya sendiri, dunia yang hanya di kelilingi orang-orang berkelas. Setiap topik yang diambil tentu saja tak luput dari pencapaian-pencapaian hebat yang dimiliki keluarga mereka, bisnis serta merata barang-barang branded. Bahkan sekarang masing-masing dari mereka sedang memamerkan barang-barang branded. Lantas Mia bisa apa? Itu bukan dunianya. Tapi, ia terserat di dalamnya.
Diam-diam Elo memperhatikan Mia, wanita itu kelihatan cemas. Setiap kali ia tersenyum, ada kegelisahan yang kentara.
Gerak-gerik Mia tak luput dari pantau lelaki tampan itu. Meski fokusnya terbagi, ia akan menyempatkan diri melirik sebentar wanita manis di sisi Tiara. Ada dorongan, ada tarikan juga kegelishan setiap kali melihat wanita itu. Ia tak ingin munafik dengan setiap reaksi yang di alami. Tapi, ini terlalu mudah dan cepat untuk disimpulkan. Elo belum bisa memastikan semua itu.
"Sial!"
"Apa?" Tiara bertanya bingung. Ia menatap lekat lelaki tampan di sampingnya. Ia butuh penjelasan. Jelas, apalagi ia mendengar umpatan lelaki itu.
Elo mengernyit, bereaksi seolah-oleh bingung dengan pertanyaan wanita itu.
"Kamu kenapa?"
Elo menggeleng tak mengerti. Tentu saja, ia berbohong. Bagaimana mungkin ia berkata jujur bahwa ia kedapatan mencuri pandang ke arah Mia. Ia tidak begitu sinting untuk berkata jujur.
Lelaki tampan itu membawa pandangan melewati Tiara, ingin memastikan bagaimana reaksi Mia ketika mengetahui ia mencuri pandang. Tapi, Elo tidak menemukan apa-apa. Mia begitu tenang seperti tidak terganggu. Lantas ia memejamkan mata kemudian menarik napas lega.
Tiara di sana, mengawasi setiap reaksi Elo, lalu ia membawa pandangan ke arah Mia. Sementara wanita yang ia amati dalam keadaan tenang.
Seketika raut muka wanita cantik itu berubah sesaat setelah melihat reaksi Elo. Lelaki itu kembali mencuri pandang ke arah Mia. Tentu saja, sebagai wanita yang selalu menjadi nomor satu di hati lelaki itu ia merasa sedikit sakit, tak suka, mungkin juga tak terima! Bagaimana bisa wanita yang pernah ditolak mentah-mentah oleh lelaki itu di tatap begitu dalam?
"El?"
"Hmm."
"Elo!"
"Iya, Mia!"
"Aku Tiara! Bukan Mia!" lambat-lambat lelaki itu berpaling. Meski ada raut terkejut namun ia pintar menyembunyikan hal itu. Ia sendiri tak menyangkan akan mengatakan demikian.
"Oh, sorry." Ia menegakkan tubuh sambil menanggapi dengan ringan dan santai perkataan sarkasme itu tanpa perduli raut muram wanita itu. Tiara tiba-tiba kesal. Tidak terima dengan tanggapan santai yang dilontarkan Elo.
Sebenarnya, pemicu utama kemarahan itu terjadi karena Tiara mulai kehilangan diri. Ia takut jikalau Elo berpaling darinya. Ia tak bisa merelakan Elo ke tangan wanita manapun meski ke tangan sahabatnya sendiri.
Sialnya, ia telah kehilangan semua hal itu dari Elo. Lelaki itu tidak sama lagi ketika ia menolak perasannya. Elo tidak menatapnya seperti dulu, tidak menggoda lagi dan justru tekesan acuh tak acuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA YANG NYATA
RomanceMia, wanita berkulit sawo matang itu diam-diam mengagumi Elo, lelaki jangkung yang kebetulan berteman baik dengan sahabatnya, Tiara. Wanita itu, Mia, mengakui bahwa ia kurang pantas memimpikan Elo menjadikannya pendamping. Elo terlalu menawan untuk...