Bab 7.

3.7K 174 4
                                    

Mia, untuk kedua kalinya terkejut begitu melihat lelaki yang sama yang membuatnya nyaris kesusahan napas. Elo! Lelaki itu di sini, berdiri dengan jarak beberapa langkah di depannya. Tidak ada keterkejutan serupa yang ia dapati dari lelaki itu. Sosok jangkung itu justru bersikap tenang dan seperti ..., mungkin, di sini, ia terlalu berharap lebih. Mereka bukan siapa-siapa di masa lalu! Bahkan keduanya tidak dikategorikan berteman meski terlibat dalam satu lingkup pertemanan. Mia dan kehadirannya bukan apa-apa bagi Elo. Tidak jelas kalau ia berharap Elo menunjukan reaksi serupa. Itu sangat konyol dan berlebihan!

"Selamat siang boss."

Mia nyaris kehilangan suara. Ia adalah orang terakhir yang menyapa lelaki itu yang secara tidak langsung baru disadarinya bahwa lelaki itu adalah bos.

Oh bagus. Ini siksaan terkonyol yang pernah ia jalani.

Mia akan bertemu Elo dalam jangka waktu yang lama. Mengingat ia mulai menyukai pekerjaan ini sedang lelaki yang mau ia hindari justru adalah bos di sini.

Mia menghela napas panjang. Dalam satu hari ia dikejutkan oleh lelaki yang sama. Tidak ada maksud lain dari tindakannya. Pertemuan mereka terlalu mendadak dan tanpa adanya persiapan. Juga, ia cuma melakukan apa yang semestinya dilakukan. Sampai sekarang ia masih mengingat detail-detail ucapan lelaki itu setiap kali melihatnya. Dengan sendirinya ia akan berusaha menjauh. Mia berusaha lebih tahu diri!

"Hai, Mia. Kita bertemu lagi." Senyuman lelaki itu mengembang. Sejatinya Mia tidak mengharapkan apa yang baru disampaikan lelaki itu. Ia tak ingin ada yang tahu bahwa mereka saling kenal lalu berakhir menimbulkan gosip yang mana mengatakan bahwa ia diterima kerja akibat memiliki backingan.

Dengan setengah hati Mia tersenyum sebagai balasan. Ia dapat melihat tatapan-tatapan spekulasi sesama rekan kerja.

Semantara Elo, lelaki itu tampak tidak menghiraukan situasi yang ada. Tatapannya masih berpusat pada wanita berkulit sawo matang tersebut.

Lelaki itu menunduk sambil menggeleng dengan sebuah seringai. Mia benar-benar tidak pernah berubah. Wanita itu masih berusaha menghindarinya!

Menyadari tatapan intens lelaki itu, Mia buru-buru memalingkan wajah. Elo memiliki tatapan tajam yang bisa membuat setiap lawan merasa terancam.

Begitu kembali mengangkat wajah, Mia menemukan Elo yang telah bergerak ke arah tempat duduknya. Mia lalu menarik napas lega.

"Kalian saling kenal?" Angel berbisik penasaran. Kebetulan posisi duduk wanita pirang itu berada tepat di samping Mia.

Mia sudah menduga ini akan terjadi. Sebelum menjawab ia mendengkus sambil mengedikan bahu."Ya, begitulah."

"Mantan pacar?" Angel hampir memekik saat menanyakan hal itu. Untungnya ia bisa mengendalikan diri.

Mia menggeleng, menolak mentah-mentah pertanyaan yang menyerupai tuduhan."Bukan!"

"Oh. Teman?" Ada kegembiraan dalam suaranya. Mia tentu menyadari hal itu.

"Bukan juga!"

"Jadi?" Angel tidak begitu puas atas jawaban Mia. Wanita pirang tersebut membutuhkan sebuah penjelasan akurat.

Mia menggeleng sambil memincing."Pernah terlibat bersama dalam beberapa urusan tidak bisa dikategorikan berteman. Jadi, aku tidak tahu." Mia geram. Ia enggan membahas hal yang tidak perlu dibahas. Namun, Angel tantu tidak bisa diam setelah mendengar sahutan ambigu barusan. Untungnya wanita pirang itu mengangguk mengerti meski jelas-jelas kelihatan bingung.

"Oh."

Angel bungkam setelah itu. Mia nyaris membuatnya tak bisa berkata-kata. Tidak pernah ada wanita yang secara terbuka menolak lelaki seperti Elo sebagai teman. Jelas-jelas perkataan Mia menentang ucapan Angel yang mengatakan hal tadi.

CINTA YANG NYATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang