Mia harus merutuk diri ketika menemukan Elo yang tengah berbincang santai bersama Yohan di teras rumah. Seketika langkahnya berhenti. Ia tidak bisa melanjutkan langkah dan mendadak tidak memiliki semangat untuk melanjutkan niatnya. Biasanya sabtu pagi ia akan joging. Tapi, jika ceritanya begini ia mulai malas.
Mia tidak ingin bertemu Elo. Tapi ia tidak bisa menghindar lelaki itu terus-menerus. Hanya saja, saat ini ia begitu malas menemui Elo. Sudah cukup semalam dadanya dibuat berdetak secara gila-gilaan. Ia tak ingin ada kejadian susul terjadi lagi.
Kini ia merasa bodoh karena telah menerima permintaan lelaki itu. Elo seperti semakin menjadi-jadi dan sulit dihentikan. Tidakkah dia tahu bahwa kehadirannya ditolak?!
"Kak Mia. Kak Mia. Kak Elo mau joging sama kita."
Mia memejamkan mata erat-erat begitu mendapati pekikan tersebut. Ia harus mengumpat karena bocah-bocah ini. Kenapa mereka datang di saat yang tidak tepat?
Akhirnya, lelaki yang ingin dihindari melirik ke arah di mana ia berdiri. Mendadak ia dibuat salah tingkah. Tetapan Elo seperti memuja?! ... kagum?!
Baiklah! Bukankah lelaki itu sendiri yang mengatakan kalau dia menyukainya! Jadi, tidak ada yang salah jika ia mengatakan demikian. Elo memang menatapnya dengan penuh rasa kagum dan memuja.
"Pagi Mia." sapa Elo. Ia tersenyum cerah.
Cepat-cepat Mia memalingkan wajah. Itu adalah usaha yang ia lakukan untuk menutupi rasa gugup.
Dengan terang-terangan lelaki itu tersenyum geli. Karena sudah ketahuan, dengan terpaksa Mia melanjutkan langkah, menghampiri Yohan dan Elo yang terus mematau pergerakannya bersama dua bocah di sisi kiri dan kanan."Iya, pagi." Mia menyahut pelan. Terkesan agak jutek. Ia berharap Elo tersinggung kemudian menyerah. Lelaki itu terlalu memaksakan diri. Saat ini ia ingin fokus kerja tanpa sangkut paut cinta di dalamnya. Yang artinya tekad lelaki itu akan berakhir sia-sia.
"Heran, kok ada manusia yang pagi-pagi suka bertamu. Ke tidak ada kerja." Elo hanya bisa menggulum senyuman sewaktu mendengar sindirian itu. Ia juga tak menyangka akan datang sepangi ini. Jiwa mudanya sedang bersemangat dan meronta-ronta untuk mendekati wanita yang memberinya sindiri terbuka sehingga ia mengabaikan banyak hal.
Yohan menguap lebar-lebar."Makanya, kalian nikah biar Elo punya kerja dan jangan ganggu orang pagi-pagi." Yohan tidak bisa menahan mulut. Sebetulnya sedari tadi ia menahan kantuk. Elo jelas mengganggu. Gara-gara lelaki ini Sinta harus membangunkannya. Padahal ia masih ingin tidur.
Karena sekarang momentnya pas, kebetulan sudah ada Mia, jadi ia langsung melepas kekesalalnya.
Kata-katanya juga mengadung makna di dalamnya, yang tentu tidak dipahami Mia tapi dipahami Elo.
Senyuman Elo semakin melebar. Ia dibuat salah tingkah oleh perkataan Yohan. Ia tak sadar kalau Yohan terusik karena kehadirannya. Pantas lelaki itu berulang kali menguap.
"Yuk, No, Sa." Mia langsung mengajak adik-adiknya pergi dari sana. Sebetulnya ia malas mendengar ocehan tidak jelas sang kakak. Ia juga agak sensitif membicarakan tentang hal ini. Ia belum ingin menikah!
"Sorry, ganggu. Aku bakal ikut Mia sama anak-anak." Elo lalu berdiri. Ia mengaruk tengkuk dengan malu-malu begitu melihat Yohan yang melambai-lambaikan tangan seolah mengusirnya. "Ya, lebih baik kamu susul mereka." Yohan ikut berdiri. Segera setelahnya ia menyeret langkah ke dalam rumah tanpa menghiraukan Elo.
Lelaki muda itu lagi-lagi mengaruk tengkut sambil tersenyum geli. Begitu memastikan Yohan menghilang di balik pintu, ia langsung mengikuti Mia serta Tino dan Tisa.
Elo berhasil menyusul, saat mereka hendak berbelok ke jalan utama. Lelaki itu lalu menyesuikan langkah. Kedua bocah yang menyadari kehadiran Elo langsung memekik senang. "Wih ... kak Elo hebat. Larinya kencang sampai berhasil menyusul."
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA YANG NYATA
Lãng mạnMia, wanita berkulit sawo matang itu diam-diam mengagumi Elo, lelaki jangkung yang kebetulan berteman baik dengan sahabatnya, Tiara. Wanita itu, Mia, mengakui bahwa ia kurang pantas memimpikan Elo menjadikannya pendamping. Elo terlalu menawan untuk...