bab4

300 20 0
                                    

Pagi ini mentari nampaknya masih tertidur, itu di buktikan dengan hujan yang tengah mengguyur sejak semalaman membuat tubuh merasa dingin dan hanya ingin berbaring di kasur dengan kehangatan selimut.

Namun hal itu justru berbalik dengan gadis berusia empat tahun ini, ia justru tengah sibuk memasukan buku pelajaran ke dalam tas kuning miliknya.

"Ziva, sayang" suara itu membuat Kaziva menolehkan kepalanya. Disana terlihat sang bunda tengah tersenyum manis ke arahnya.

"Ndaaaa! celamat pagi nda" ia mencium pipi sang bunda membuat sang empu tertawa pelan sebelum menggendongnya.

"Nda calapan nya apa cekalang?" tanya nya saat sang bunda menuruni tangga.

"Hm, apa ya.... pokoknya kamu bakal suka"

"Iya kah bunda? Abang Ilan gimana? dia udah cembuh?"

"Udah dong sayang, Abang kamu kan kuat" Kaziva mengangguk mengiyakan ucapan sang bunda.

"Celamat pagi ayah! celamat pagi bang Ilan!" Kaziva mencium pipi sang kakak sebelum di gendong oleh sang papa.

"Selamat pagi juga sayang" Bastian berucap sembari mengetuk pipinya pelan meminta untuk di cium yang langsung di turuti Kaziva.

"Wah ayang goleng" binarnya saat melihat makanan kesukaannya.

Ia segera mengambil paha ayam yang hanya ada satu yang khusus hanya untuk Kaziva, ia segera membuka mulutnya. Namun sebelum ayam goreng itu masuk kedalam mulutnya, ia menyimpannya di piring sang kakak dengan tersenyum manis membuat Gailan heran.

"Adek kenapa ayam goreng nya di kasih Abang?" ia hendak memberikannya kembali, namun sang adik menahannya.

"Itu hadiah Dali Ziva bial Abang cepet sembuh nya!" ia tersenyum manis membuat semua yang ada di sana tersenyum hangat.

"Terimakasih adeknya abang tersayang" ucapnya lembut dengan tatapannya yang teduh membuat Kaziva hampir melayang.

Seusai sarapan pagi, kini Kaziva tengah berada di pintu, di dalam gendongan sang ayah. "Bunda, bang Ilan Ziva belangkat dulu ya, dadah!"

"Hati-hati ya sayang, kalau keluar dari mobil pakai jas hujan nya!"

"Iya bunda!" ujarnya sebelum pergi dari rumahnya meninggalkan Gailan yang menunduk.

"Loh, bang Ilan kenapa ini?" Delia berjongkok melihat putranya yang tengah terisak.

"Bang Ilan kenapa sayang?"

"Bunda," ia memeluk sang bunda lalu menenggelamkan wajahnya pada leher sang bunda.

"Kenapa sayang?"

"Aku kenapa harus sakit bunda? aku kan nggak bisa jagain Ziva" Delia tersenyum haru mendengar perkataan putranya itu.

"Ziva nggak akan apa-apa, dia juga selalu bilang suka sama sekolah dan punya temen baru kan, Abang jangan sedih kayak gini. Harusnya Abang istirahat biar bisa nemenin adek sekolah lagi" tampaknya Gailan mendengarkan perkataan ibunya, ia segera menatap sang bunda lalu mengangguk.

"Ilan ke kamar dulu ya bunda, Ilan mau cepek sembuh. Dadah bunda!" Delia tersenyum melihat tingkah laku anaknya yang sangat menyayangi adiknya.

Lain hal nya dengan Kaziva, bocah kecil itu telah sampai di gerbang sekolah dan tengah dipakaikan jas hujan oleh sang ayah nya.

"Selesai," Bastian melihat penampilan anaknya yang ternyata sangat menggemaskan, membuatnya kembali mendekap erat Kaziva.

"Ayah, nanti Ziva keciangan" peringat nya saat sedari tadi Bastian memeluknya terus menerus.

KAZIVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang