12

336 66 46
                                    

Bianti dilanda kekecewaan. Lagu-lagu buatannya ditolak pihak label. Mereka juga tidak setuju Bianti merilis album berikutnya.

Sudah cukup Bianti punya 3 album. Dia bisa bertahan dengan menyanyikan lagu-lagu dari 3 album itu. Selain itu, album baru artinya konsep baru. Konsep baru dapat mempengaruhi imej. Mereka tidak ada kesiapan melahirkan versi Bianti yang lain.

Bianti dikenal sebagai penyanyi yang seksi dan pemberani. Lagu-lagunya mencerminkan kegenitan perempuan kepada lawan jenis. Ketika Bianti mengirimkan sampel lagu-lagu ciptaannya, mereka keberatan.

Lagu-lagu ballad dengan lirik lagu yang menyayat hati tidak cocok untuk dinyayikan oleh Bianti. Yang mereka bisa tawarkan adalah membeli lagu-lagu itu dan memberikannya pada penyanyi yang lebih tepat.

Bianti tak bisa protes. Walaupun suaminya pemegang saham di label, dia insyaf, petinggi di label punya pertimbangan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan karir Bianti. Memang tindakan yang nekat jika dia muncul dengan lagu-lagu buatannya. Bisa jadi para fans yang kagum dengan konsepnya selama ini malah kecewa dan meninggalkannya.

Ben, produsernya selama ini, menenangkannya di studio. Dia merangkul Bianti dan mengecup bibirnya. Tangannya terulur ke paha perempuan itu, lalu menyusup masuk ke bagian sensitifnya.

Bianti menikmati jari-jari yang bermain dengannya. Dia mendesah pelan. Setiap dia mengeluarkan suara Ben menutup mulutnya dengan mulut pria itu.

Ben meremas dadanya. Dia melepas kancing baju Bianti, namun tangannya ditahan.

Bianti menggeleng. "Aku tidak bisa lagi begini."

"Kenapa?"

"Entahlah. Aku tidak bergairah."

Ben menyipitkan kedua matanya. "Hah? Sejak kapan?" Dia sudah kaget Bianti menciptakan lagu-lagu dengan genre lain. Kini dia lebih terkejut lagi mendengar Bianti tak bergairah. Selama ini semua orang juga tahu bahwa perempuan ini punya hasrat yang tinggi dalam urusan s*ks. "Oh, jangan bilang, Bos Tony sudah buat kamu tobat! Dia berhasil bikin kamu jadi istri yang setia!"

"Bisa jadi. Sudah ya. Lebih baik aku pulang saja. Tak ada yang kulakukan di sini."

Namun Bianti bukan bergairah karena dia mau setia. Dia sedih sebab dia tidak bisa mengekspresikan perasaannya melalui lagu-lagunya sendiri.

Selama ini mana pernah Bianti tidak mendapat apa yang dia inginkan. Tapi untuk menyanyikan lagu-lagunya di muka umum saja dia tidak bisa!

Bianti kesulitan tidur. Susah makan. Tidak ada motivasi untuk menjalankan hidupnya. Semuanya terasa membosankan.

Narrendra dapat merasakan perubahan sikap perempuan itu. Saat makan malam, perempuan itu diam saja. Pikirannya kosong.

"Bianti!"

Yang dipanggil tersadar dari lamunannya. "Ya?"

"Bianti. Hey. Ada apa denganmu?"

Bianti menarik napas panjang.

Gemas Narrendra tak diberi jawaban. "Kalau kamu tidak mau makan satu meja denganku, tidak usahlah kamu paksakan dirimu."

"Bukan itu."

"Tidak ingin kamu katakan?"

"Kamu tidak akan mengerti."

"Apa karena ucapanku tadi pagi? Aku minta maaf. Aku tidak bermaksud menyinggungmu dengan topik kehamilan."

Ah tidak hanya itu, keluh Bianti gundah. Aku sakit hati, Narrendra! Aku mau kamu tidak pertimbangkan ide perjodohan itu. Aku inginnya kamu.... Ya, aku ingin kamu. Namun aku tidak mau egois! Masa aku bisa menikah dengan ayahmu, tapi aku tidak membolehkanmu untuk menikah dengan yang lain?

"Tidak, aku tidak memikirkan hal itu," kata Bianti muram.

"Apa ini soal aku yang dijodohkan?"

"Tidak," sahut Bianti, cemberut. Dia berjengit saat tangannya digenggam pria itu.

"Ibu sambung masa murung anaknya akan menikah," jawab Narren. Dia tidak menyinggung. Kalimatnya cenderung menggoda. "Tapi kamu bukan ibu sambung, iya kan? Kamu istri ayahku, itu benar, tapi kamu bukan ibu sambungku. Kamu..." Jari Narrendra mengelus-ngelus tangan Bianti. "... kekasihku."

Segera Bianti menarik tangannya. Dia takut ada pekerja yang lewat dan menyaksikan Narrendra menyentuhnya.

"Jangan kurang ajar!" kata Bianti dengan nada yang dikeras-keraskan.

"Kurang ajarkah kalau kamu menyukainya."

"Hariku sudah berat. Jangan tambah bebanku dengan kebarbaranmu."

"Ada apa dengan harimu? Bilang, dong. Siapa tahu aku bisa bantu. Setidak-tidaknya aku bisa menjadi pendengar yang baik. Itu yang tidak bisa ayahku lakukan, kan?"

** I hope you like the story **

A Woman Like You #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang