6

554 25 39
                                    

Kesempatannya langka untuk bersama Narrendra. Dia tak mau menyia-nyiakannya dengan kesedihannya karena lama memendam kerinduannya pada pria itu.

Perlahan dia tersenyum. Dikecupnya lagi Narrendra. Mereka istirahat sebentar kemudian melakukan itu beronde-ronde sampai keduanya terkapar dengan napas tersengal-sengal.

Sesuatu disembunyikan Bianti. Dia tak mau mengakui bahwa hanya Narrendra yang menyentuhnya dengan kasih, atau setidak-tidaknya, pria itu bisa membuat Bianti merasakan bahwa dia dihargai saat melakukan hubungan badan.

Pria-pria yang pernah menjajakkan tubuhnya di atasnya, termasuk suaminya sendiri, cuma memikirkan kepuasan mereka. Tak ada dari mereka yang memastikan Bianti ikut menikmati persenggamaan itu.

Sedangkan Narrendra lain. Tatapannya yang sendu. Sentuhannya yang halus. Dan iramanya yang sesuai dengan keinginan Bianti.

Tiba-tiba saja kekhawatiran menyambat benak Bianti. Narrendra tak memakai alat kontrasep*i. Dia bisa saja menanamkan benihnya dalam Bianti.

Tidak, tidak. Sekian lama Bianti melakukan itu dengan banyak pria dia tak hamil-hamil.

Tak pernah juga dia memeriksakan dirinya. Dia tidak mau menerima kenyataan bahwa dia tak punya kemampuan untuk dibuahi.

Tidak mungkin kesalahan ada pada Tony. Dia sudah punya anak. Dan pria-pria lain yang tidur dengannya, walaupun pakai pengaman, juga sudah pada punya keturunan.

Narrendra membawanya ke dalam dekapan pria itu. Tangannya mendarat di dada Bianti. Turun ke perut perempuan itu. Dia berbisik, "Apa kamu pernah diisi, Bianti?"

Dengan mata terpejam Bianti menjawab, "Tidak."

"Dulu sebelum menikah dengan ayahku, kamu tidak hamil anakku?"

"Kalau aku hamil anak kamu, aku pasti akan meminta pertanggung jawabanmu. Kapan lagi bisa memanfaatkan orang kaya dengan cara semudah itu."

"Apa uang memang sepenting itu?" sahut Narrendra dingin.

"Orang yang terlahir dari keluarga kaya sepertimu tak akan memahami apapun jawabanku."

"Buat aku memahamimu."

"Ayahku meninggal saat aku kecil. Ibuku berjuang menjadi tukang cuci. Saat aku SMP Ibu sakit-sakitan, dan pergi menyusul Bapak. Aku termasuk siswa yang pintar, tapi aku tidak bercita-cita kuliah sepertimu. Aku cuma bisa nyanyi. Aku ingin punya uang yang banyak dari kemampuanku yang itu."

"Kenapa kamu dulu tidak pernah cerita?"

"Untuk apa? Saat itu kamu masih mahasiswa. Pikiranmu belum matang. Kamu hanya akan mencemooh keadaanku."

"Dan ayahku tidak?"

"Tidak. Dia pria dewasa. Masa laluku tidak penting baginya."

"Huh! Yang penting baginya adalah performamu di tempat tidur. Karena itu dia sampai menyakiti ibuku dan aku!"

"Bukan salahku dia meninggalkan Mariana." Bianti membuka matanya. "Ayahmu sudah bermasalah dengannya sebelum bertemu aku!"

"Jangan sebut nama ibuku dengan mulutmu. Aku tidak suka."

"Semua orang menyalahkan aku atas keretakan rumah tangga Tony yang sebelumnya. Kenapa kamu tidak bisa melihat dari perspektif lain?"

"Karena itu yang kutahu dan kuyakini. Kamu betul merusak keluargaku."

"Kenapa aku mau saja datang ke sini," gumam Bianti menyesal. Dia melepas tangan Narrendra dari bahunya. "Kamu hanya menghinaku!"

"Menurutmu kamu tidak pantas dihina?"

"Aku sudah tiap hari dihina. Oleh ayahmu." Bianti turun dari tempat tidur. Dia pungut pakaian dalamnya dan gaunnya dari lantai. "Kupikir masih ada tempat bagiku untuk dihargai. Tapi rupanya tempat itu cuma satu. Dan itu bukan di sini sama kamu."

"Di mana tempat itu?"

"Aku seorang penyanyi dengan banyak penggemar. Di mana pikirmu tempat itu?" balas Bianti datar. Dia memakai bajunya.

"Bianti, kemarahanku padamu didasari atas cinta yang masih kupunya untuk kamu. Aku masih sakit hati. Kamu memilih ayahku!"

"Tidak, kamu tidak cinta padaku," kata Bianti memandang lekat-lekat pria itu. "Tidak ada pria yang mencintai wanita seperti aku."

Kamu benar, kata Narrendra dalam hatinya. Hanya pria gobl*k yang bisa mencintai perempuan yang tak ada harganya seperti kamu! Tenang saja. Aku bisa berpura-pura untuk sementara waktu untuk meyakinkan kamu layak dicintai. Kemudian akan kuhempaskan kamu sesengit-sengitnya ke daratan! Seperti yang kamu lakukan dulu padaku!

Aku terbuai dengan wajahmu yang polos. Aku begitu percaya kita punya kehidupan di masa depan. Betapa bod*hnya aku ketika menyadari kamu tidak mencintai aku. Ya! Kalau mencintai aku, mana mungkin kamu tega meninggalkan aku dan menikah dengan ayahku demi uangnya?!

Suatu hari kamu akan terluka. Lebih sakit. Daripadaku dan mamaku!

A Woman Like You #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang