13

315 66 42
                                    

Di tengah acara makan malamnya dengan kliennya, Tony mendapat pesan dari salah satu pekerja di rumah. Pesan itu berisi foto kebersamaan Narrendra dan istrinya yang duduk berdampingan di ruang musik.

Rahang Tony mengeras. Ekspresi mukanya berubah. Kemarahan menguasai dirinya untuk sesaat. Selama ini dia tidak berkeberatan istrinya mau main dengan siapa, tapi dia tidak bisa terima jika istrinya tidur juga dengan darah daging pria itu.

Senyum terulas kembali di wajah Tony saat dia ditegur kliennya. Namun dalam hatinya dia panas. Dia tidak sabar untuk pulang dan menghukum Bianti. Ya. Bianti tok.

Sebab dia lebih yakin perempuan gatal seperti Bianti-lah yang menggoda Narrendra.

Bianti tidak tertarik pada Narrendra. Dia masih punya perasaan pada pria itu, tapi dia tidak sengaja-ngaja mengundang pria itu untuk bermesraan dengannya. Bahkan pada saat Narrendra menawarkan diri untuk menghangatkan Bianti di ranjang, Bianti menolak. Dia ingin merenung saja di ruang musik.

Herannya pria itu tetap ikut ke sana. Mendampingi Bianti yang melantunkan lagu ciptaannya sendiri.

"All I really know is I... can't get you out of my mind...."

Setelah menyanyikan lagunya yang disertai dengan permainan jari-jarinya di atas tuts piano, Bianti menengok ke Narrendra yang duduk di sebelahnya. "Lagu barusan tidak buruk, kan?"

"Terus terang lagu itu bagus." Narrendra tidak menyampaikan omong kosong. Sesuatu yang tidak bisa dipungkiri olehnya adalah Bianti sangat hebat sebagai musisi.

Dia bukan cuma biduan yang genit di atas panggung. Di balik layar pun dia berdedikasi dalam hal memproduksi lagu. Itu sudah Narrendra ketahui saat mereka pacaran dulu.

"Tapi mereka bilang lagu-laguku tidak cocok dengan reputasiku! Huh. Padahal aku sudah ingin, menunjukkan sisi diriku yang mellow."

"Kenapa begitu? Apa kamu tidak nyaman dengan penilaian orang terhadapmu yang sekarang?"

"Aku ingin menyampaikan pesan. Bahwa orang yang tampil ceria sepertiku bisa galau juga. Aku juga sudah bosan tampil seksi dengan lagu-laguku yang riang. Aku mau dinilai dengan cara yang lain."

"Cara yang bagaimana?"

"Aku ingin menjadi seperti ibumu sebelum dia sakit. Dia perempuan yang anggun dan terhormat."

"Kamu tidak bisa menjadi seperti ibuku," kata Narrendra tegas. Dalam hati dia memaki, dia tidak murahan seperti kamu!

"Ya ya aku tahu alasannya! Ibumu bukan pengkhianat. Ibumu tidak menghalalkan segala cara untuk uang. Aku tidak bisa jadi seperti dia. Tapi apa salahnya berharap? Walaupun aku tidak bisa sebaik ibumu itu, tapi aku mau orang punya kesan terhadapku begitu!"

"Itu tidak mungkin. Masa lalumu sudah mencetak reputasimu secara absolut. Kamu perebut suami orang. Tak ada yang bisa kamu lakukan untuk menghapus kesan itu! Kecuali...." Pria itu diam, menatap Bianti lebih intens. "Kamu bercerai dari ayahku. Dan menyerahkannya kembali pada ibuku."

"Cerai dari Tony? Itu tidak mungkin."

"Kenapa tidak? Kamu sudah dapat apa yang kamu dari papaku, bukan? Kamu sudah punya nama. Kamu punya karir."

"Ya dan semua itu akan hilang begitu aku bukan istrinya! Tony tidak akan diam jika aku menggugat cerai dia. Itu sama saja menghinanya!"

"Tidak. Tidak harus begitu." Narrendra meletakkan tangannya di bahu perempuan itu. "Aku yang akan memastikan kamu tidak akan kenapa-napa."

"Huh! Mana mungkin! Kamu berani saja tidak pada ayahmu!" kata Bianti mencemooh.

Ucapannya menikam ego Narrendra. Dia tahan amarahnya. "Aku akan jadi pimpinan perusahaan. Aku bisa memberikanmu modal untuk punya label sendiri. Bahkan, akan kubantu kamu kerja di bawah label di luar negeri!"

"Narrendra, aku memang tidak mengemban pendidikan tinggi seperti kamu, tapi kalau soal uang dan kekuasaan, aku tidak buta! Ayahmu adalah main shareholder di perusahaan. Kalau dia tahu kamu menolongku, dia tidak akan segan mencabut jabatan direktur itu darimu!"

"Kamu tidak kenal ayahku. Sebenarnya kelemahannya adalah aku."


** i hope you like the story **

A Woman Like You #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang