15

384 70 52
                                    

Biasanya Bianti tak suka. Tapi keputusasaannya untuk mencapai klimaks mendorongnya untuk menikmatinya juga.

Tony tidak bisa melakukannya. Dia tahu Bianti paling benci posisi itu. Bingung juga dia dengan sikapnya sendiri. Kenapa dia jadi mempertimbangkan apa yang disukai dan yang tidak disukai perempuan itu? Mana peduli dia pada Bianti selama ini?

Dia tarik tubuh Bianti berputar, hingga kini mereka berhadapan lagi. Namun Tony menatap ke arah lain.

Bianti kecewa dengan sikap Tony yang acuh tak acuh saat mereka melakukannya. Dia pun mengalihkan matanya dari Tony.

Tony tidak menutup rapat pintu kamar. Saat Bianti menoleh ke arah sana, dia lihat sepasang mata memperhatikan mereka.

Tak ada yang bisa dilakukan Bianti selain membiarkan Narrendra menontonnya ditunggangi ayah pria itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak ada yang bisa dilakukan Bianti selain membiarkan Narrendra menontonnya ditunggangi ayah pria itu.

Geram Narrendra melihat itu. Dia tahu Bianti pelayan se*s untuk ayahnya. Tapi baru kali ini dia benar-benar menyaksikan Bianti bersikap bak pelac*r yang disewa ayahnya.

Saat ini kamu masih menikmati siksaan dari ayahku, pikir Narrendra. Tapi nanti. Ya nanti. Kamu akan dapat siksaan yang kejam darinya sampai kamu menyesal telah meninggalkan aku demi harta dan kekuasaannya! Kamu akan menderita di tangannya. Kamu akan lupa siapa diri kamu. Kamu tidak akan peduli lagi dengan uang. Kamu... kamu akan sendirian di ruang rawat yang penuh kehampaan. Kamu akan mengalami apa yang mamaku alami, Bianti!

Narrendra menjauhi pintu kamar ayahnya. Dihampirinya pekerja yang sedang menyapu di ujung lorong.

"Bagaimana? Bu Nita sudah foto dan kirim ke Papa, kan?"

"Iya, Mas. Menurut Mas Narrendra kenapa Bapak sudah di rumah sekarang?"

Narrendra mengeluarkan segepok uang dari kantong celananya. Disodorkannya ke tangan pekerja itu. "Sering-sering ya, Bu Nita. Ibu mengerti kan alasan saya melakukan ini."

Bu Nita pekerja senior di sana. Dia sudah diperkerjakan sejak Narrendra masih kecil. Tahu juga dia tentang penderitaan nyonya yang sebelumnya tinggal di sana.

Nyonya Mariana dan Mas Narrendra adalah majikan yang baik. Mereka tidak pernah menghardik pekerja. Dalam hal mengurus rumah Nyonya Mariana pun tidak gengsi untuk ikut melakukannya dengan para pekerja.

Beda dengan Nyonya yang sekarang. Nyonya yang sekarang hanya tahu dilayani. Dia tak pernah ngapa-ngapain. Sekalinya melakukan sesuatu, untuk genit-genitan dengan anak tirinya.

Tapi sikap Nyonya Bianti yang angkuh dan cuek bukan alasan utama Bu Nita membantu Narrendra. Sebagai pekerja dia terima-terima saja bagaimana sikap majikannya padanya. Yang tidak bisa dia terima adalah Nyonya Bianti-lah yang merusak kebahagiaan keluarga Nyonya Mariana.

Dulu saat Nyonya Mariana sehat, Bu Nita tidak sempat membalas kebaikan nyonya itu. Barulah sekarang dia bisa melakukannya. Ya. Dengan membantu Narrendra merusak kebahagiaan Nyonya Bianti dengan Pak Tony.

Suara jeritan Bianti terdengar. "Tony.... Tony...."

Narrendra berdecak-decak. Dia menoleh pada Bu Nita. "Mereka benar-benar tidak tahu malu."

"Ah, itu sudah biasa, Mas. Biasanya malah lebih kencang daripada sekarang ini. Mas, saya permisi dulu ya."

Tapi nada suara Bianti kemudian terdengar lain. Narrendra berdiri lagi di dekat pintu kamar ayahnya. Diintipnya mereka.

Kedua mata Narrendra melebar. Dia hampir tidak memercayai penglihatannya. Hampir saja dia masuk ke kamar untuk menarik Bianti keluar dari sana. Tapi dia ingat dendamnya. Dia tidak boleh menunjukkan kepedulian pada perempuan itu!

Moncong pistol menempel di dahi Bianti. Tony mendorong-dorong masuk sambil menodongkan pistolnya.

"Jangan bersuara. Sekali saja kamu mengeluarkan suara, kamu mati."

Bianti menutup mulutnya rapat-rapat. Mendesah pun dia tidak bisa.

** i hope you like the story **

A Woman Like You #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang