28

250 20 17
                                    

Sejak dia dan Bianti tinggal di villa yang jauh dari pusat kota, Tony jadi jarang pulang ke rumah. Dia tetap memilih untuk bersama istrinya daripada tinggal serumah dengan anak yang hobinya ngambek mulu padanya.

Bianti bukan Bianti yang selama ini dikenalnya. Wanita yang biasa glamour itu bisa jadi ibu rumah tangga yang mengurus rumah. Dia masak. Mengurus pakaian kotor Tony. Dan memijit pria itu yang kelelahan akibat kelamaan di jalan.

Tony akhir-akhir itu sering capek. Dia batuk-batuk terus. Bianti mendampinginya, tidak merasa jijik dengan dahak-dahaknya yang keluar.

"Ada apa denganmu?" sahut Tony tak enak hati. "Kamu tidak mengeluh, dengan suamimu yang renta ini?"

"Ah, nggak renta, kok!" Bianti tersenyum hangat untuk menyemangati pria itu. "Tapi kalau boleh saran, kamu tidak usah tiap hari ke sini. Kasihan kamu."

"Kamu kasihan? Padaku?" jawab Tony pura-pura tersinggung.

"Tentu! Gara-gara aku, kamu jadi ngantor lebih pagi, sampai rumah lebih malam. Kalau kamu tinggal di rumah utama, kamu tidak usah capek-capek dengan perjalanan yang jauh."

"Tapi di rumah utama tidak ada kamu."

"Kenapa harus tinggal di sini? Apa kamu tidak punya tempat tinggal dekat kantor?"

"Punya, tapi kamu bisa dijangkau oleh siapa pun. Kantorku di pusat kota."

"Pindah saja deh ke sana?"

"Benar? Nanti kalau Narrendra mendatangimu, bagaimana? Hanya tempat ini, yang tidak diketahui dia. Lagipula, aku sudah bercita-cita mau menghabiskan masa tua di sini."

"Sama aku?"

"Tidaklah. Kamu kan masih punya karir. Punya penggemar."

"Aku akan tinggalkan semuanya. Aku mau sama kamu saja, Tony."

"Jangan. Aku sudah bilang, kalau aku ma*i, kamu tidak akan dapat apa-apa."

Bianti menarik napas berat. Dia meraih tangan Tony, membawanya ke perutnya. "Kalau begitu kasih aku anak, Tony."

Satu alis pria itu menaik. "Kamu bicara apa." Dia terkekeh. "Aku sudah tua! Mana bisa punya anak sama kamu?!"

"Bisa, Tony, mungkin selama ini kita tidak dikasih anak, karena kamu tidak menghendakinya."

"Tapi kalau hanya untuk harta..."

"Tony, aku ingin punya kenangan dari kamu. Kalau ada apa-apa sama kamu, dan kamu pergi, tidak akan ada yang tersisa. Kamu tinggalkan aku sendirian."

"Bianti."

"Ya? Punya anak ya sama aku?"

Percintaan mereka di ranjang berubah. Yang tadinya terasa seperti kompetisi, kini Bianti dapat merasakan kasih sayang pria itu. Tony di atasnya. Menggaulinya dengan lembut. Menciumi bibirnya.

Dan menyesuaikan kecepatannya dengan yang diinginkan Bianti. Selesai mereka melakukannya, dia tak langsung melepas, begitu pun bibirnya yang bertaut dengan Bianti.

Kebahagiaan mereka berdua semakin bertambah saat suatu hari Bianti menghampiri Tony dengan alat tes kehamilan di tangannya. Terbelalak Tony begitu tahu Bianti hamil.

Melihat Bianti yang sumringah, Tony pun ikut tersenyum. Dia tidak mau merusak keharmonisan itu. Tidak dengan mempertanyakan siapa ayah anak yang dikandung Bianti. Tidak juga membiarkan Bianti melihat darah yang ada di sapu tangannya.

Tony menderita kanker paru.

A Woman Like You #CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang