39. Bertemu

130 11 5
                                    



Hari senin, sudah pasti menjadi hari paling sibuk untuk semua orang, termasuk anak manusia, untuk hari ini mereka memilih untuk tidak berkumpul seperti biasanya karena mempunyai kesibukan masing-masing, terlebih lagi Jeno yang harus kerja pada jam 2 siang nanti dan Yangyang malamnya.

"Jun, kalo mau pulang kuncinya dibawah vas, ya." Ucap Jeno kepada Renjun sebelum keduanya berpisah.

Renjun menggeleng, "gua bakal pulang telat Jen."

"Selama apa?" Tanya Jeno.

"Entah, nanti gua kabarin."

Setelahnya Jeno mengangguk, "yaudah kalo gitu, jangan lupa makan siang, gua duluan ya."

Renjun mengangguk lalu keduanya berpisah. Tidak seperti biasanya, kali ini Renjun membawa motornya sendiri untuk pergi sekolah, mengingat ia menumpang di rumah Jeno, membuat anak itu gak enak hati buat suruh Haechan nebengin, Apalagi minta tolong ke Jeno, ditumpangin saja udah bersyukur.

Ia berhenti didepan restoran mewah tengah kota, mata Renjun memperhatikan restoran itu dengan seksama hingga akhirnya memilih untuk masuk, pemuda itu memarkirkan kendaraan miliknya dan berjalan masuk kedalam.

Keadaan restoran tidak terlalu ramai, mungkin karena dia datang saat tengah hari? Entahlah. Renjun pergi ke meja resepsionis.

"Permisi, meja atas nama tuan Huang?" Tanya Renjun.

"ada di ruangan VIP, mari saya antar."

Setelahnya resepsionis itu berjalan duluan dengan Renjun yang mengikuti dari belakang, keduanya berhenti didepan ruangan bertanda nomor angka 6, adalah angka sial jika dalam kepercayaan orang china.

Resepsionis tadi pamit pergi meninggalkan Renjun didepan pintu, ia tampak ragu, memilih masuk atau pergi? Tapi akhirnya Renjun tetap memilih masuk.

Pintu terbuka, menampilkan seorang pria dengan keadaan cukup berantakan, sedang memandangi kota dari atas sana saat siang hari, Renjun mengambil duduk dihadapanya.

"Ada apa, Ba?" Tanya Renjun, ia mengambil segelas teh hijau dan meminumnya.

Suasana cukup canggung, apalagi mengingat perdebatan yang terjadi minggu lalu berujung Renjun melarikan diri dari rumah, membuat keduanya enggan saling bertatap mata.

Terdengar helaan napas dari lawan bicara, "Renjun."

"Kau sudah besar ya sekarang." Ucap Baba.

Renjun terkekeh kecil "apa lagi kali ini, Ba?" Tanyanya dengan nada sedikit menyidir.

Baba kembali menatap anak tunggalnya, ia tersenyum tipis, "bisakah kita berbicara layaknya anak dan ayah?"

"Kita sudah melakukanya sejak tadi, Ba. Jadi kenapa Baba memintaku untuk datang kesini?" Tanya Renjun sedikit kesal karena pertanyaan belum dijawab sedari tadi.

"Renjun."

"Sungguh, Baba sangat menyesal." Ucap Baba lirih.

Baba menghela napas dalam, "Baba minta maaf karena membiarkanmu kesepian selama ini. Baba bekerja terlalu keras sampai-sampai melupakan jagoan Baba yang semakin lama semakin dewasa."

"Baba selalu berpikir bahwa semua anak akan senang dengan harta yang berlimpah, Baba hanya takut kamu kekurangan sesuatu, menahan diri untuk tidak membeli barang yang dinginkan karena keterbatasan ekonomi. Baba tahu rasanya, dan Baba ga mau kamu ngerasain juga."

Baba terdiam sejenak, lalu menunduk.

"Tapi ternyata cara Baba salah. Kamu justru merasa kesepian, gapapa kalau kamu masih merasa sulit untuk memaafkan, Jun."

MANUSIA SQ [00l] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang